Mohon tunggu...
SISKA ARTATI
SISKA ARTATI Mohon Tunggu... Guru - Ibu rumah tangga, guru privat, dan penyuka buku

Bergabung sejak Oktober 2020. Antologi tahun 2023: 💗Gerimis Cinta Merdeka 💗Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Versi Buku Cetak 💗 Yang Terpilih Antologi tahun 2022: 💗Kisah Inspiratif Melawan Keterbatasan Tanpa Batas. 💗 Buku Biru 💗Pandemi vs Everybody 💗 Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Ebook Karya Antologi 2020-2021: 💗Kutemukan CintaMU 💗 Aku Akademia, Aku Belajar, Aku Cerita 💗150 Kompasianer Menulis Tjiptadinata Effendi 💗 Ruang Bernama Kenangan 💗 Biduk Asa Kayuh Cita 💗 55 Cerita Islami Terbaik Untuk Anak. 💗Syair Syiar Akademia. Penulis bisa ditemui di akun IG: @siskaartati

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Inspirasi Pagi, Menguatkan Diri Sekokoh Merapi

23 April 2021   10:07 Diperbarui: 23 April 2021   10:10 483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Assalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh

Semangat pagi, Re!
Bagaimana kabarmu di kota tempat tinggal yang baru? Semoga semuanya berjalan lancar, dirimu menemukan kawan-kawan baru yang menyenangkan. Emak supel kayak kamu, pasti cepat dapat karib baru, lah!

Re, lama kita taksaling berkabar semenjak terakhir ngobrol soal awal kesehatanku sedang menurun ya? Apalagi dengan kesibukanmu mengurus kepindahan, aku pun takingin menganggu saat itu. Maafkan, aku takbisa turut mengantar. Terima kasih atas pengertianmu karena aku pun segera fokus melakukan terapi dan pengobatan. Terakhir kita ketemu kapan ya? Aah, sudah lama nian.

***

Pagi yang indah, sangat indah, Re! 

Pagi yang menggerakkan penaku untuk berbagi cerita denganmu kali ini.

Lihatlah dari teras atas rumahku! Merapi nampak gagah, kan? Kokoh, berdiri menampilkan pesonanya kepada seluruh makhluk di muka bumi. 

Entahlah, sebesar apa gelegak magma yang disimpan dalam jantungnya. Segemuruh apa letupan-letupan lahar yang teredam dalam hatinya. Sepanas apa lava yang terkemas dalam tubuhnya. Namun, ketampanannya tetap terpancar eksotis di mataku pagi ini.

Menikmati sececap demi sececap teh hangat yang menjalari ragaku, pula pandanganku berucap syukur atas nikmat sehat yang Allah berikan. Sungguh, kunikmati sejauh mata menandang dengan kesyahduan pagi yang terpampang elok. Aku bersyukur masih bisa memandangnya hari ini. Andai kau bersamaku semula, pasti kita akan ngobrol asyik hingga siang menjelang, Re! Seperti dulu.

Aiiiih, kapan kau akan datang ke Jogja lagi?

Re, Aku pernah lho memiliki rasa takut takbisa bangun esok hari. Khawatir takbisa lagi beraktivitas sebagaimana biasa mengurus anak-anak dan suami. Kecemasan yang hadir saat aku divonis memiliki tumor yang cukup ganas, dan pengobatan yang harus dilakukan  hanyalah mellui kemoterapi, sempat menggerogoti hati dan pikiranku.

Sejak dokter menjelaskan detail apa yang terjadi dengan tubuhku, hari-hari selanjutnya hanya airmata mengucur deras menemani. Sedih dan takut menggelayuti.
Takkulewatkan waktu untuk selalu memeluk Yudist, Bima dan Juna. Beristighfar, memohon ampun kepada Allah, aku taktahu sampai batas mana masa berkumpul bersama mereka. Begitu juga dengan Mas Bas. Keluarga mendukungku untuk melakukan tindakan pengobatan demi proses pemulihan kesehatanku, Re.

Kala sedang melemah, bayangan kematian seolah begitu dekat denganku. Teringat betapa banyak dosa dan khilafku. Ya Allah, aku takut. Aku masih merasa belum siap untuk menghadap pada-Mu. Aku masih ingin di beri waktu beribadah, memohon ampun dan mengumpulkan bekal buat di alam kekal nanti. Njuk aku ki kebayang akeh salahku, dosaku, nyang ibuku, mas-mas lan mbakku, ugo karo konco-konco. (1)
Duuhh, wis jan pokok-e campur aduk rasane ati iki, Re.(2)

***

Alhamdulillah, aku punya anak-anak lanang sing kuat lan nguatke semangatku (3). Mas Bas yo sabar mendampingi dengan tuntas proses pengobatanku, Re, ditengah kesibukan pekerjaan yang juga menuntut perhatiannya. Bela-belain wira-wiri (4) Jogja-Jakarta. Setiap kemo dilakukan, dipastikan dia selalu mendampingiku. Aku merasa kuat dengan adanya Mas Bas. Juga sedulur kabeh lan keluarga besar (5) yang sangat mendukungku untuk sehat lagi.

Dan tentu yang pasti, Allah memberiku kekuatan untuk melawan sakit.  Asta Gusti Allah takrasakne nguatke awakku.(6)

Ya, Re! Nguatke mental. Walah, wis jan, tenan!(7) Dibutuhkan kesabaran, kekuatan mental dan keikhlasan, untuk menjalani tahapan-tahapan pemeriksaan. Obat untuk sakitku, kata dokter, hanya denga kemoterapi, Re. Gak ada obat khusus yang kuminum. Dengan kemoterapi, diharapkan tidak akan ada penyebaran dari sel-sel jahat itu.

Hehehe, sakjane ki aku yo pengen nulis ket mbiyen marang awakmu, Re. Tapi kok yo muuuuaaales terus, opo maneh tetep wae koyo ono rasa trauma, jeeee... nek ngeling-eling zaman naliko semono. Traumaku itu pas ketemu dokter, terus ngobrol tentang hasil lab, iku deg-deg-ane pol wes! (8).

Untuk meredam rasa takut, khawatir, gelisah, aku makin mendekat kepada Allah. Mungkin ini cara-Nya agar aku makin mencintai-Nya. Kuhadrikan diriku ke kajian atau taklim, Re. Berkumpul dengan para jamaah, menyimak tausiyah, adalah terapi ruhiyah buatku agar semakin kuat dan sembuh.

Lah, aku malah mewek meneh, Re! Coba yo, awakmu ning sebelahku saiki, iso pelukan, nangis sesegukan pisan nyang awakmu sepuase, hehehe. Teh ku wes entek, jal. Ket mau srupat-sruput, barengan karo sret-sret nyabut tisu. (9)

Wis ah, mundak(10) aku jadi terharu biru terus.
Aku pengen tetep senyum ceria dan bahagia.  
Makin sehat, makin kuat, makin sabar, aku makin cantik! Uhuks!

Aku ki gampang sedih tapi yo gampang ceria maneh, Re! Awakmu wes ngerti watakku tho.(11)

Kadang kita perlu diingatkan kalau pernah dapat ujian berat, biar kita ingat bahwa kita takselamanya akan di dunia fana ini. Masih ada alam yang kekal di akherat.

Aku berdoa mohon diparingi (12) kesempatan menemani dan mendampingi anak-anakku, ben dho bener urip-e, iso ngingetke nek mereka mlencong, kesed, mbandel. Selain kuwi, aku dewe yo pengen nambah sangu buat bekal di alam akhirat kelak. Nderek donga-dinonga ya, Re! (13)

Yo, wes, semene dhisik suratku (14). Lumayan lega aku berbagi cerita padamu. Berharap panjang umur, kita ditakdirkan bisa ketemu lagi ya, Re. Kangen tenan karo awakmu. (15).
Sehat selalu juga untukmu, salamku untuk Mas Bojo dan Kalyla ya.

Wassalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakatuh.

Salam sayang, sahabatmu,
Wening Kusumaningtyas

***

Fiksiana, nama tertera imaji penulis. Kudedikasikan untuk sahabat karibku.

(1). Tetiba aku terbayang banyak salahku, dosaku, pada ibu, kakak laki-laki dan perempuan, juga kepada teman-teman.

(2) Duh, sudahlah pokoknya campur aduk rasa hati ini, Re.

(3) Anak-anak lelaki yang kuat dan menguatkan semangatku.

(4) pulang pergi, bolak-balik.

(5) saudara semua dan keluarga besar

(6) Tangan Allah kurasakan menguatkan diriku

(7) menguatkan mental. Wah, beneran deh!

(8) sebenarnya aku ingin menuliskannya sejak lama ke kamu. Tapi koknya males terus, apa lagi tetap saja seperti ada rasa trauma, nih. Jika mengingat zaman saat itu. Traumaku itu ketika bertemu dokter, kemudian ngobrol tentang hasil lab, itu berdebarnya luar biasa deh.

(9) Aku malah menangis lagi, Re! Coba ya, dirimu ada di sebelahku saat inu, bisa pelukan, menangisbtersedu sekalian bersandar padamu sepuasnya, hehehe. Tehku dah habis, nih. Dari tadi kuminum, bersamaan dengan cabut tisu.

(10) Sudah ah, nanti

(11) aku nih mudah sedih tapinya mudah ceria lagi, Re! Dirimu sudah tahu watakku, kan.

(12) diberi

(13) supaya pada bener hidupnya, bisa mengingatkan keyika mereka melenceng, malas, membandel. Selain itu, aku sendiri juga ingin menambah bekal untuk akhirat. Mohon saling mendoakan ya, Re!

(14) Ya, sudah, Sekian dulu suratku

(15) Sungguh rindu sekali padamu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun