Dari Shofiyah binti Huyay, ia berkata, "Pernah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sedang beri'tikaf, lalu aku mendatangi beliau. Aku mengunjunginya di malam hari. Aku pun bercakap-cakap dengannya. Kemudian aku ingin pulang dan beliau berdiri lalu mengantarku. Kala itu rumah Shofiyah di tempat Usamah bin Zaid. Tiba-tiba ada dua orang Anshar lewat. Ketika keduanya melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, mereka mempercepat langkah kakinya. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam lantas mengatakan, "Pelan-pelanlah, sesungguhnya wanita itu adalah Shofiyah binti Huyay." Keduanya berkata, "Subhanallah, wahai Rasulullah." Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya setan menyusup dalam diri manusia melalui aliran darah. Aku khawatir sekiranya setan itu menyusupkan kejelekan dalam hati kalian berdua." (Muttafaqun 'alaih. HR. Bukhari no. 3281 dan Muslim no. 2175).
Waktu untuk berpuasa pun tidak dilakukan setiap hari, hanya pada hari tertentu saja. Pada awal-awal keislaman puasa dilakukan tiga hari dalam setiap bulan. Kemudian dihapus menjadi puasa satu bulan di Bulan Ramadhan.
Hukum puasa pada ayat 184, apabila ada yang sakit atau safar (melakukan perjalanan jauh) kemudian ia berbuka, maka wajib berpuasa di hari lain sebagai pengganti harinyang ditinggalkannya. Adapun orang yang sehat dan tidak bepergian, namun tidak kuat berpuasa karena hamil, menyusui, telah renta tubuh dan usia, fisiknya lemah, maka Allah memberikan keringanan atau rukhsoh, dengan menggantinya memberikan makan satu orang miskin. Bahkan memberi lebih dari itupun lebih baik.
Tadabbur ayat-ayat tersebut adalah:
1) Melaksanakan shaum Ramadhan.
2) Menjadikan Al-Qur'an sebagai petunjuk hidup (the way of life).
3) Berdoa dan berharap hanya kepada Allah.
4) Menjalankan semua perintah Allah.
Orang-orang bertakwa itulah sesungguhnya orang-orang yang berada dalam kebenaran. Semua karakter takwa tersebut akan dapat diraih bila AlQuran benar-benar dijadikan sebagai petunjuk yang menata semua aspek kehidupan dunia dan tidak ada yang ditinggalkan.
Selanjutnya, ayat 184 dan 185 juga menjelaskan tata cara pelaksanaan shaum Ramadhan seperti: shaum Ramadhan itu sebulan penuh (29 atau 30 hari), bagi yang sakit dan musafir boleh berbuka dan menggantinya (qadha') setelah Ramadhan selesai, lalu bagi yang sudah tua dan berat melakukannya boleh tidak shaum dan membayar fidyah untuk fakir miskin sebanyak satu hari kebutuhan makan mereka untuk satu hari shaum yang ditinggalkan.
Sedangkan shaum itu ditetapkan dengan melihat anak bulan (hilal). Keringanan (rukhsah) bagi orang yang sakit, musafir dan yang sudah tua itu bukti Allah tidak menyulitkan kita dalam menerapkan ajaran Islam.
Demikian, semoga pembelajaran kita bersama tentang puasa Ramadhan, menjadikan kita makin paham atas hakikat dan keutamaannya. Aamiin.
***
Sumber: catatan rangkuman pada kajian keislaman bersama utadzah pembimbing.