Pernahkah Anda sedang belajar menjahit, tangannya tanpa sengaja tertusuk jarum? Sedang belajar masak memasak, tangannya tanpa sengaja tersayat pisau atau mata pedih mengiris bawang, atau kulit terpecik minyak panas?
Bisa jadi meninggalkan luka kecil ya.
Ketika masa kecil Anda belajar naik sepeda, menyeimbangkan badan agar bisa mengayuh di atas roda dua, pernahkah Anda terjatuh berkali-kali, namun terus semangat bangun untuk mengayuh lagi?
Atau ketika Anda berlatih beladiri, melakukan lawan tanding, tanpa sengaja Anda atau lawan terluka karena 'serangan' jurus andalan? Atau berlatih olahraga kegemaran lainnya, tanpa sengaja salah gerakan hingga membuat kaki atau bahu terkilir?
Bisa jadi meninggalkan luka lecet atau lebam-lebam. Bahkan rasa nyeri yang luar biasa.
Adakah di antara Anda semua yang melakukan kegemaran dengan resiko tinggi seperti balapan motor, mobil, atau terjun payung, tanpa sengaja menabrak pembatas lintasan, atau mengalami kecelakaan, membuat Anda terluka hebat, hingga harus dirawat untuk pemulihan fisik dan mental?
Bisa jadi meninggalkan cacat menetap hingga Anda mengingat setiap detail kejadiannya.
Bahkan, saat Anda belajar sebagai penulis pemula. Berusaha keras menuangkan ide dalam bentuk kalimat yang menarik, paragraf demi paragraf. Kepala pusing dan pening, jemari linu kebanyakan mengetik atau menulis, punggung penat kelamaan duduk, mata perih dan pandangan kabur karena kelelahan mengedit. Apa yang dirasa itu adalah 'bumbu racikan' untuk menghasilkan karya besar.
Ya, menulis pun membutuhkan mental yang kuat. Untuk menghasilkan karya besar seperti novel solo, antologi, dan buku lainnya hingga mencapai best seller, dimulai dari langkah pertama yaitu menulis. Bahkan sebuah film besar dan sukses digarap sang Sutradara dan para pemerannya, berawal dari narasi yang ditulis oleh si Penulis Naskah.
Seorang penulis juga pernah mengalami kejenuhan, ide buntu, ngambek tidak mau menulis lagi. Pernah ditolak karya oleh penerbit berkali-kali, kadang menimbulkan rasa frustasi. Bahkan kompasianer yang sudah puluhan tahun punya akun, pernah mengalami ketidakinginan untuk menggunggah tulisannya dalam beberapa hari, bulan atau tahun.
Namun, seorang penulis juga memotivasi dirinya sendiri agar karyanya tidak berhenti begitu saja. Naluri untuk merekam jejak karyanya dalam bentuk literasi yang bisa dibaca semua orang, tetaplah ada. Se-ngambek-ngambeknya penulis, curhatan kekesalan pun bakal ditulisnya jua.
Jadi, sebagai penulis pemula jangan menyerah dengan keadaan atau penolakan. Teruslah belajar dan berusaha 'menyembuhkan diri' saat hasrat menulis berada di titik nadir, agar karya-karya yang dihasilkan kembali menuai rasa manis, legit, gurih bagi pembacanya.
Percayalah, luka fisik dengan cepat sembuh, sedangkan pemahaman baik atas setiap kejadian akan selalu menetap (Tere Liye).Â
Semoga demikian.Â
Salam semangat menulis!
Salam literasi!
***
Artikel pernah tayang di nules.co dengan tambahan dari penulis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H