Nasehat yang beliau sampaikan sangat menentramkan hati. Ulama kelahiran Bandung ini, memberikan ulasan yang adem. Jikalau ada yang menghina, yuk tambahkan pahala sabar, tambah pelajaran. Perlukah kita membalas orang-orang yang menghina kita? Bukan kita balas, tetapi mereka yg menghina kita menjadi bahan pelajaran buat kita, supaya kita tidak melakukan hal yang sama.
Bagaimana jadinya jika mereka menjelekkan kita, terus kita balas menjelekkan? Kalau dia menghina, terus kita menghina lagi? Dia beberkan aib, terus kita juga beberkan aibnya?
Terus ngapain sekolah tinggi-tinggi, kalau cuma bisa meniru kejelekan orang lain? Mau ngapain berlatih belajar agama, kalau bisanya cuma meniru (yang jelek)?
Pembaca yang budiman, mari kita bermuhasabah, agar kita juga tidak melakukan hal buruk dalam memberikan komentar kepada orang lain. Lidah memang tidak bertulang, jemari bisa saja menyampaikan tulisan dan menyebar kebencian. Namun, alangkah baiknya jika apa-apa dari tubuh kita, digunakan untuk sebaik-baik manfaat agar mendapat ridho-Nya.
Jadi, cara paling ampuh, jangan dibaca komenan jelek, jangan dengarkan omongan jelek. Doakan aja yang baik-baik, tulis aja yang baik-baik. Omongan kita jangan berhenti cuma jadi omongan doang. Tetapi ngomonglah yang baik-baik, karena omongan yang baik menjadi doa. In syaa Allah, dikabulkan oleh ALLAH SWT.
***
Muhasabah pagi, agar cinta dan kebaikan makin tersemat. Semoga bermanfaat.
Artikel telah tayang di nules.co pada akun pribadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H