Selama dua pekan pengobatan di rumah melalui resep dokter, mataku sembuh dari infeksi. Namun tetap menorehkan sejarah, ada sedikit baret-baretnya, nih. Aku harus lebih berhati-hati dalam menggunakan lensa korektif lembut yang biasa kukenakan.
Diary, aku bilang ke dokter dengan sedikit terisak,
 "Dok, terima kasih atas dukungannya. Keinginan saya yang utama hanya satu, Dok. Allah mengizinkan saya utk tetap bisa bertilawah. Rindu mengaji dengan tatapan mata yang lebih jelas dan tajam, dan bisa kembali mengajar dan menulis lagi. Saya belum tentu sanggup membaca menggunakan huruf Braille, semoga Allah takmencabut nikmat penglihatan ini."
Ry, Bu Dokter baik banget. Beliau menguatkanku. Aku akan mempertimbangkan saran-sarannya untuk tindakan berikutnya bagi kesehatan mataku. Butuh mental lebih kuat untuk pengobatan berikutnya.
Sepanjang perjalan pulang, sungguh aku sadar, nikmat mana lagi yang kudustakan dari penglihatan ini? Bibir berucap taubat, mohon ampun kepada Allah, atas lalaiku selama ini. Dia masih sayang padaku dengan cara-Nya, Ry.
Di atas motor kupeluk kekasihku, Ia menggenggam jemariku ditengah menstabilkan laju kendaraan. Kami sempatkan makan malam  berdua. Meski takjelas memandang semangkuk Coto Makassar di hadapan, tapi sedapnya kusyukuri di setiap kecapan lidah.
Diary, doakan aku ya.
Agar aku bisa selalu bersapa denganmu, berbagi kisah dan cerita. Sampai disini dulu. Adzan Zuhur sejenak lagi berkumandang. Izinkan aku menyambut panggilan Rabb-ku.
Wassalamu'alaikum, Diary.
Harap sua denganmu lagi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI