Pagi yang cerah kembali menyapa, udara sejuk mengaliri ruangan demi ruangan di rumah besar kediaman Daniar, membangkitkan semangat tersendiri bagi keluarga harmonis ini.
Gadis kecil berkucir dua itu bersiap berangkat sekolah bersama kawan karibnya hari ini. Siapa lagi kalau bukan Resti, teman pertamanya di sekolah.
Ibu dan Laras -- kakak sulungnya yang selalu cekatan namun takbanyak bicara--, tak kalah semangatnya. Seperti biasa, sosok yang dihormatinya itu bersibuk diri di dapur menyiapkan sarapan pagi, lalu menghidangkannya di meja makan.
Ibu sudah memasak semuanya. Ikan bandeng presto berbalut telur dadar tipis, tempe dan tahu bacem, sayur oseng kacang panjang berteman udang. Hmm.., harum sekali masakan Ibu! Sedapnya!
Laras menuangkan teh hangat di gelas-gelas yang sudah tertata. Tiya dan Widi -- kakak kedua dan ketiga Daniar-- kompak memeluk Laras, lalu duduk di kursi masing-masing bersiap sarapan. "Maturnuwun, Mbak Laras." Kerling mata dan senyum simpul Widi mengarah padanya.
"Ingat, ya. Pulang sekolah nanti giliran kalian beberes di dapur." Laras mengingatkan kedua adiknya sembari menyendok nasi dan menuangkannya ke atas piring si Bungsu. "Nggeh, mbaak..!" seru Tiya dan Widi kompak.
Bapak menghampiri gadis kecilnya, mencium keningnya, lalu duduk bersama.
Â
"Pak, hari ini Niar berangkat sekolah bareng Resti, ya," ujarnya sembari memilih lauk yang terhidang.
"O, ya? Resti ke sini jalan kaki atau diantar ibunya?" Bapak bertanya sambil mengambil tempe bacem lalu mengunyahnya dengan nikmat. "Kemarin sih bilangnya jalan kaki sendiri aja. 'Aku berani kok, kan dekat saja rumahku ke rumahmu'. Gitu katanya, Pak."
"Ya udah, nanti kalau Resti sudah sampai di sini, kalian Bapak antar ke sekolah naik vespa. Â Ayo kita makan dulu!". Kerdipan mata Bapak membuat si Bungsu senang bukan kepalang.
"Aseeeek!" Daniar berseru.
"Widi gak sekalian diantar sama Bapak? Kan dekat juga dari TK-nya Niar," sahut Widi di seberang meja. "Pekan lalu sudah diantar Bapak, kan? Gantian sekarang giliran adikmu dan temannya. In syaa Allah pekan depan Bapak sempatkan antar kamu lagi." Bapak menjawab.
"Janji ya, Pak!" Â Widi menegaskan kembali, disahut anggukan kepala mantap dari Bapak.