Apakabarmu sore ini?
Kuharap kaubaik-baik saja, meski dingin menyergap suasana. Ya, hujan deras mengguyur kota saat ini.
Diary, ada cerita yang ingin kusampaikan padamu. Obrolan suatu senja beberapa hari yang lalu, saat kami baru saja usai makan bersama. Aku dan anak gadisku.
Tayangan televisi masih terus mengabarkan berita terkini mengenai evakuasi jatuhnya pesawat Sriwijaya. Pada sela pariwara, anak remajaku bercerita, "Bunda, tadi Aqila lihat di status WhatsApp teman, tulisannya begini, 'Bisa-bisanya malam ini kita rebahan sambil scroll tik-tok, sedangkan mereka berteriak minta tolong di sana.' Miris, kan?"
Aku tersenyum haru, mengelus rambutnya, "Lalu, apa yang Qila rasakan?"
"Ya, sedih juga, sih. Gimana, rasanya. Kalau kita yang ngalamin kayak gitu, terus gak ada yang nolongin. Takut, eh."
Anakku menunduk, membereskan pecah belah alat makan, tapi raut wajahnya menyiratkan ia sedang memikirkan sesuatu.
**
Diary, teringat pula cerita sahabatku, anak gadisnya yang menjalin persahabatan dengan seorang kawan sebaya yang berpulang beberapa pekan lalu, meninggalkan duka mendalam dihatinya. Ia melontarkan tanya, "Apakah dia sudah siap menjawab pertanyaan para malaikat disana ya, Ma?"
Ibunya menenangkan hati sang Anak. "Doakan untuk kebaikannya, dia anak yang sholehah, in syaa Allah sudah tenang di alam sana, Nak."
Anak gadisku pun tercenung, memelukku erat saat kami tidur bersama malam itu. Sebentar sore sebelumnya, kami takziyah di rumah kawannya yang telah berpulang kehadirat-Nya. Memang tidak mudah membicarakan kematian kepada anak, namun hal itu sangatlah dekat. Pelukannya seakan pertanda takingin kehilangan dalam waktu dekat.
Kucium keningnya, Diary. Kudoakan dia agar tenang dan takperlu cemas.
**