Sejak saya merantau ke Samarinda, Kalimantan Timur, pada tahun 2000, hingga kini telah terbiasa dengan perubahan cuaca ekstrim. Tidak seperti di Pulau Jawa saat saya menetap di sana, kapan musim kemarau dan musim hujan masih bisa diperkirakan.
Di sini, bisa terkaget-kaget. Pagi cerah merona, siang terik, tiba-tiba sore hujan turun dengan deras. Sebaliknya, sejak dini hari hujan lebat hingga jelang dhuha, siang panas sepanjang jelang sore. Ya, suka-suka musim menyapa penghuninya.
Jelang tahun 2021, BMKG Stasiun Meteorologi Samarinda, mengingatkan warga Samarinda, mewaspadai curah hujan di atas normal hingga Januari 2021. Sebab, diperkirakan, puncak fenomena La Nina, terjadi Desember 2020-Januari 2021, tidak terkecuali di Kalimantan Timur.
“Untuk Samarinda, awal November 2020 ini, kita masuk musim penghujan. Kita prediksi, puncaknya Desember 2020 hingga Januari 2021,” kata Kepala BMKG Stasiun Meterologi Samarinda, Riza Arian Noor, dikonfirmasi Niaga Asia, Senin (26/10) sore. (Selengkapnya)
Menurut Wikipedia, La Niña merupakan pola cuaca yang rumit dan kompleks yang terjadi tiap beberapa tahun sekali, sebagai akibat dari variasi suhu muka laut di wilayah Samudera Pasifik yang dekat atau berada di garis khatulistiwa.
Fenomena ini terjadi karena hembusan angin yang kuat meniup air hangat permukaan laut dari Amerika Selatan melewati Pasifik menuju wilayah timur Indonesia. Ketika air yang hangat ini bergerak ke arah barat, air dingin dari dasar laut naik ke permukaan laut di wilayah perairan Pasifik yang dekat dengan Amerika Selatan.
Oleh karena itu, fenomena ini dianggap sebagai fase dingin dari pola cuaca El Nino–Osilasi Selatan yang lebih besar, dan merupakan kebalikan dari pola cuaca El Nino.
Lalu apa persiapan yang dilakukan di Kota Samarinda yang sering mengalami banjir di musim penghujan?
Sebagai warga Kota Tepian Mahakam, sepanjang pengamatan saya, kota ini mulai berbenah memperbaiki gorong-gorong di beberapa titik langganan banjir. Begitu juga dengan drainase di jalan-jalan protokol lainnya.