Sepasang kucing bercengkrama.
Bersisian, saling bertumpang kepala.
Hangat, menyalurkan energi cinta.
Terlihat dari raut lucu dan menggemaskan dari mereka.
"Lagi musim hujan, Mol. Disini aja ya," Momo merem-melek menikmati semilir angin dari bawah pintu berjeruji. Sesekali ia kibaskan telinga, terkena tempias air langit yang terbawa sang bayu.
"Hmm.., enakan begini, ngrungkel sama kamu," ujar Moli berbelang kuning putih, makin menyuruk kepala ke tubuh Momo.
Hujan di luar makin deras. Angin dingin menusuk mereka. Kain perca sebagai alas pembaringan milik sang Tuan, belum lah cukup menghangatkan keduanya.
Momo mengangkat kepala sejenak, dan.. hai!Â
Siapa yang itu?
Sekerjap mata hijau tajamnya menatap sosok makhluk serupa dengannya. Sedikit basah rambut berbelang coklat keemasan, di bawah payung merah seberang jalan.
"Apa yang sedang kau lihat?" Moli menggeliat manja, telentang, memandang wajah kekasihnya, lalu tengkurap kembali.
"Ada yang kedinginan di luar sana," Momo berdiri celingukan, mengeong lirih, mengajak si kecil untuk bergabung dengannya.
Si Kecil berwajah jenaka membalas sapanya. Tapi dia tak bernyali menerabas lebatnya guyuran hujan. Ia berusaha meringkukkan badan, menghangati dirinya sendiri.
"Sudahlah, tak usah kau ajak dia kemari. Aku hanya ingin berdua bersamamu," lagi-lagi Moli menggeliat manja. Momo mengeong menyundul kepala pemujanya. Kembali mereka bergulung, saling menghangatkan.
Kucing kecil di seberang jalan hanya bisa memandang. Bukan karena cemburu, tapi ia merindu.
'Andai mamak dan papak tak pergi meninggalkanku, mungkin mereka selalu bisa berbagi hangat denganku'.
Sayang, gumamnya menguap bersama derasnya hujan dan lajunya air menuju lorong gorong-gorong. Hanya payung merah yang saat ini sedang setia bersamanya. Ia mengeong lirih, sesekali, tapi tak ada yang peduli.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H