Olala, ternyata tak cuma selesai sampai di situ. Abah bilang, "Selesaikan saja sekalian, Ra. Yang di kaki Siska kalau bisa dihancurkan gelang pengikatnya."
Aduhai, ada apa lagi gerangan?
"Ternyata Abah melihat jua lah!" Zahra berseru tertawa kecil.
"Apa lagi, Bah?" Pandanganku tak mengerti.
"Sepertinya ada yang gak pengen kamu pergi jauh-jauh, makanya dipasang cincin besar ada tiga biji, di kakimu jua. Tampilan cincin kuno" Abah terkekeh. Zahra menggangguk mengiyakan orang tua yang dihormatinya itu. Saya tak percaya.Â
Zahra berusaha meyakinkan.Â
"Dunia kita adalah dunia kasat mata, Mbak. Memang ada saja hal yang tak masuk akal. Tapi sebaiknya kita berpasrah kepada Allah dengan berusaha membuang upaya buruk seseorang kepada kita. Jangan didiemin saja. Bisa-bisa nanti berpengaruh jelek ke tubuh."
Saya tak membantah, daripada melawan dengan omongan. Lagi-lagi Zahra beraksi dengan gerakan-gerakan tenaga dalam mengudar belenggu di kaki saya.
***
Bertepatan waktu sholat zuhur, kami pun melaksanakannya berjamaah. Saya mengucapkan terima kasih. Ada perasaan lega, tenang, dan ringan sepulang dari sana. Saya periksa, warna memar memudar, menjadi biru sedikit merah.
Â
Nasehat Abah selama di perjalanan, "Beginilah pulau yang kita tinggali, Sis. Jangan dilawan lah, jika ada kejadian seperti ini. Cukup berlindung kepada Allah dan mengupayakan agar orang-orang yang berniat tidak baik kepada kita, bisa diminimalisir sebaik-baiknya. Tidak semua orang suka kepada kita, namun teruslah berprsangka baik dan menjaga silaturahim dengan siapapun. Curiga jangan, waspada boleh. Bergaul harus pilih teman, jangan sembarang menerima persahabatan."