Pagi itu saya ada janji temu dengan kawan sesama wartawan untuk meliput kegiatan yang dijadwalkan siang hari. Buru-buru berbenah kerjaan di rumah kakak agar bisa datang tepat waktu. Minimal, mengikuti pertemuan kecil dengan tim sebelum berangkat ke tempat acara.
Dengan berjalan kaki sekitar 15 menit menuju pangkalan ojek depan komplek perumahan, alhamdulillah, si Abang Ojek bersedia mengantarkan ke tempat yang akan dituju. Sengaja tidak menggunakan angkutan kota (angkot). Lebih baik bermotor agar lebih cepat sampai disana.
Tak diduga, si Abang Ojek membawa motor dengan sangat laju. Sempat dia memaksa melintas lampu merah dan hampir menabrak mobil di depan kami. Saya tepuk pundaknya, mengingatkannya agar berkendaraan dengan aman saja. Bukannya mengindahkan apa yang diminta, Ia malah senyum dan berkata, "Tenang saja, Mbak. Aman kok!" Hah, saya malah kesal dengan komentarnya.
Lagi-lagi rasa tak nyaman saya alami. Pada lampu lintas berikutnya, kembali dia ngebut menabras tanda lampu kuning yang masih menyala sebelum berganti ke merah. Bukan cuma si Abang Ojek yang berlaku demikian, pengendara lainya pun melakukan hal serupa. Tak disangka, kecelakaan pun terjadi!
Angkot di depan kami berhenti mendadak, entah karena apa. Si Abang Ojek tak sempat mengerem, berusaha menghindar semampunya. Tak ayal ia menabrak bagian belakangnya. Saya tersentak ke depan, helm saling bertumbukan keras. Kepala seketika pusing. Motor yang kami gunakan diseruduk oleh kendaraan lain. Kaki kanan saya tertabrak motor dari belakang. Cukup keras. Saya mengaduh, sandal terlempar beberapa meter. Ya, posisi saya masih di atas kendaraan, membonceng dalam keadaan duduk menghadap ke depan.
Orang-orang di pinggir jalan membantu kami agar kendaraan lain memperlambat kelajuannya. Ada yang menuntun saya turun dari motor, tertatih ke tepi, ke salah satu toko. Pemiliknya menyodorkan kursi agar saya bisa duduk.
"Istirahat saja dulu, Mbak. Mau kemana?"
"Mau bertugas, Pak. Ada liputan." Saya meringis smenahan nyeri. Saya berterima kasih atas sodoran minuman air putih kemasan.
Si Abang Ojek entah kemana. Lalu lintas masih ramai, ada yang membantu melancarkan arusnya kembali.
"Pak, apakah saya bisa minta tolong? Permisi, telponkan ke nomer ini, agar kawan saya bisa menjemput di sini."
Setengah jam kemudian, kawan menjemput dan mengantar saya ke kantor. Luka di betis diobatin seperlunya dengan minyak urut. Terpincang berjalan menahan nyeri. Usai mengikuti pertemuan tim, akhirnya saya diantar pulang. Dan urusan ternyata belum lah usai.