Dengan penuh rasa syukur, kutuliskan apa yang menjadi kata batin atas keadaanku saat ini. Rasa terima kasih kepada Sang Pemilik Waktu yang telah menyembuhkan kepiluan dan kesedihan yang pernah mengisi hari-hari lalu. Bersama-Nya aku merasa kuat menjalani kehidupan, meski banyak kisah kurang nyaman dan membuat diri terpuruk dalam mengarunginya.
Hijrah telah membuatku tersadar bahwa hari-hari kemarin merupakan rekam jejak sejarah yang telah membentuk kepribadian yang semakin matang dan kuat untuk menjalani aktivitas berikutnya. Kemarin bukanlah sekedar hitungan satu-dua hari yang telah lewat. Kemarin berarti masa-masa yang memberikan pelajaran dan hikmah atas setiap kejadian yang ditapaki. Ada pilu, ada sedih, ada gurau, ada tawa, ada masalah, ada cobaan, ada solusi, ada harapan, ada doa yang menuntun rasa optimis.
Setiap kala tidak tercipta begitu saja, Allah Pemilik Sang Waktu telah menetapkannya bagi makhluk. Tinggal bagaimana aku sebagai ciptaan-Nya mengisi detik demi detik dengan hal yang baik dan bermanfaat. Ibadah tak sekedar untuk menggapai rahmat dan ridho-Nya. Segala yang tergerak dari jiwa dan ragaku, tulang dan darahku, nafas dan nyawaku. Semua karena izin-Nya agar makin mendekat kepada Sang Pemilik Alam Semesta.
Kemarin masih ada rasa sakit saat ada hina dan caci maki. Kemarin masih ada rasa pedih saat ada pilu dan patah hati. Kemarin ada rasa galau dan gundah saat merasa jauh dari Sang Pencipta. Namun sejatinya manusia terus mencari tempat bersandar yang abadi, yaitu kepada Illahi Rabbi, bahwa semua itu hanya sekedar mampir dalam hidup dan akan hilang seiring badai yang pasti berlalu.
Hari ini harus disyukuri, karena kehidupan masih bisa dijalani. Tak bakal ada yang tahu, apakah akan bertemu di hari esok. Apa yang dilakoni saat ini, bakal jadi memori roda kelakuan. Karena itulah, pengisian agenda di tiap jam demi jam adalah serangkaian perilaku kebaikan agar tak timbul penyesalan di kemudian hari.
Esok adalah harapan, lusa adalah cita-cita. Segala hal yang sudah direncanakan oleh manusia, Allah yang menentukan hal terbaiknya. Karenanya, mempersiapkan kematian sejatinya adalah perjalanan awal kehidupan abadi, yang mana kita tak tahu di ujung mana akan bermuara. Surga kah  atau Neraka kah?
Bersimpuh dalam gelaran sajadah, terguguk dalam campur tangis dan munajat cinta kepada Rabb Penggengam Kehidupan. Bermohon kelak bisa berpisah dunia dalam keadaan husnul khatimah. Meregang nyawa dalam keadaan selamat. Menjaga nama dengan sebaik-baik martabat. Menorehkan sejarah dalam kisah terhormat. Meninggalkan rasa berserah dan penuh maaf dari seluruh tetangga, keluarga, sahabat dan kerabat.
Duhai, diri! Keadaanku ini karena kasih sayang Allah Yang Maha Tinggi. Dia-lah yang telah menutupi segala aib pada setiap insan yang memiliki salah dan dosa. Kiranya sudah seharusnya berkaca bahwa hari kemarin adalah sejarah yang tak bisa diubah, esok adalah misteri yang akan dijalani, dan seyogyanya hari ini adalah hadiah terbaik dari Illahi untuk kujalani dengan sebaik-baik perilaku. Lusa, pastikan menjadi hari terindah dengan segenap semangat memberikan manfaat kepada ummat.
Samarinda, 8 Desember 2020, pukul 08.52 WITA
***
Belajar nulis SENANDIKA bersama Komunitas KaBar EzRin.
Terima kasih buat Kak Rinawati Patta dan Kian Permana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H