Rasanya baru saja saya ditinggal Bu Isti dan mengenang beliau, teringat kepulangan  keharibaan-Nya. Juga saat supir bos saya sewaktu kerja di PMA Batubara meninggal beberapa pekan setelah Bu Isti. Kini ditambah rekan kerja kakak saya yang dikenang sangat baik perangainya oleh  rekan sejawat, pun telah tiada.
Padahal beberapa hari lalu pula saya selesai meresensi Kado Ingat Mati yang ditulis oleh Ustadz Yusuf Mansur. Oi, siapkah kita dijemput ajal? Dalam keadaan bagaimana kelak kita dijemput? Bisa kita memilih dalam keadaan bagaimana ketika kematian datang?
Ya, jangan sampai kesadaran kita menjadi sia-sia
dalam mengingat mati. Kesadaran yang sia-sia itu adalah adalah:
1. Ketika kematian sudah bicara
Jika kita sadar, ketika kita sudah meninggalkan dunia ini, alias ketika kita sudah tidak bisa lagi berkata-kata, tidak bisa lagi menoleh kanan-kiri, tak lagi menggerakkan kaki dan tangan, kesadaran ini menjadi sia-sia. (Hal.22)
2. Pergi yang tak bisa kembali
Kematian akan menyadarkan yang mati bahwa ia sudah terlambat untuk kembali. (Hal.29)
Agar tak menjadi kesadaran yang sia-sia, selagi masih hidup, kita terus memperbaiki diri dan mempersiapkan sebaik-baik amal baik sebagai bekal.
3. Dua penyesalan, ketika kematian datang dan ketika sudah berada di neraka.
Ya, Allah memberitakan bahwa mereka yang hidupnya sedikit amal, akan merengek minta dikembalikan ke dunia. Namun terlambat, kesadaran ini menjadi sia-sia (hal.33). Dan sebagaimana penyesalan pertama, dimana jika ajal sudah sampai dan tidak bisa diundur lagi, penyesalan kedua juga sama. Seseorang yang dibenamkan ke neraka, sangat sulit untuk bisa keluar dari neraka. Kecuali, memang Allah menghendakinya (hal.35)
Sebuah nasehat dari UYM di buku tersebut, kematian akan menyadarkan yang mati bahwa ia sudah terlambat untuk kembali. Kematian juga (seharusnya) menyadarkan kita yang masih hidup, bahwa belum terlambat untuk segera kembali.Tidak ada perbaikan hidup yang bisa dilakukan oleh yang sudah mati (hal.29).
Saya menarik nafas panjang, kematian memang misteri, namun niscaya terjadi. Saat ini orang berbicara kebaikan tentang rekan kerja kakak saya tersebut. Lalu, bagaimana dengan diri ini kelak dibicarakan orang ketika telah kembali?
Hanya Allah saja lah yang menutup aib kita. Semoga muhasabah diri ini menjadi pengingat bahwa kehidupan ini harus diisi dengan sebaik-baik manfaat untuk kehidupan kekal di akhirat.
Aamiin.Â
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H