"Akhire niku, bunda. Ibu berpesan, 'Yo wes, Pak. Warunge ditempeli kertas, tutup nganti tanggal 1 Agustus'.  Makanya sudah hampir seminggu kami engga jualan, supaya kesehatan Ibu pulih."  (Akhirnya itu, bunda. Ibu berpesan, 'ya udah, Pak. Watungnya ditempe kertas, tutup sampai tanggal 1 Agustus'.)
Dan benar saja, warung memang tutup hingga tanggal 1 Agustus, dan esok harinya, qadarullah, Bu Isti berpulang ke haribaan-Nya. Beliau tutup usia pada 50 tahun. Suami saya mengajak bergegas sulaturahim ke rumah Pak Samijo swharo setelah pemakaman. Duka pun menggelayuti kami.
Bu Isti bukan sekedar penjual nasi bagi kami. Beliau sudah kami anggap seperti 'ibu', seperti 'kakak', yang setia menemani aktivitas kami dengan menu-menunya. Bahkan saya juga belajar memasak di rumah dari resep beliau. Senyumnya, keramahannya, cekatannya, akan teringat selalu.Â
Sedekahnya tak hanya segelas dua gelas teh hangat, tapi cara beliau melayani pelanggan dengan hatinya, itulah sedekah wanita sederhana yang mungkin dipandang sebelah mata oleh orang lain yang dianggapnya sebagai hal yang wajar dalam melayani pembeli. Tapi bagi saya, beliau sosok yang luar biasa dalam berjuang bagi keluarga. Menu masakannya terolah dan terhidang dengan penuh cinta dan doa. In syaa Allah berkah didalamnya, karena kami pun merasakan kelezatan di setiap makanannya.
Selamat jalan, Bu Isti. Setiap melintas di depan warung, kami selalu teringat kenangan indah bersamamu. Panjang umur, ya Bu, karena kebaikanmu senantiasa disebut. Tak hanya oleh kami, tapi juga karyawan tambang yang rindu masakanmu, juga pelanggan dan orang-orang lain yang pernah mengenalmu. Aamiin.
***
Diambilkan dari tugas TULISAN INSPIRATIF milik sendiri, pada pelatihan kepenulisan Fast Track Very Special PayTren Academy Batch 1 - 2020. Terima kasih kepada Pak Samijo yang telah memberi ijin untuk share foto.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H