Mohon tunggu...
Siska Aprilia
Siska Aprilia Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Terbatas Dana Bangun Prasarana? DIF Kan Saja

15 Desember 2017   01:16 Diperbarui: 15 Desember 2017   01:43 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pembangunan infrastruktur erat kaitannya dengan peningkatan taraf ekonomi dan social suatu daerah. Indonesia, dalam range tahun 1980-1990, mengalami pertumbuhan penduduk 5,4% ditiap tahunnya. 

Meningkatnya jumlah penduduk tentu berbanding lurus dengan tuntutan pengadaan sarana dan prasarana untuk mencukupi kebutuhannya, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Dimana pengadaan sarana dan prasarana suatu wilayah penduduk padat bukan lah hal mudah untuk pemerintah, terutama dalam hal pembiayaan pembangunannya.

Secara umum, Pemerintah akan melakukan strategi pembiayaan secara konvensional untuk mengalirkan dana-dana tambahan modal pembangunan negeri, seperti melalui Pajak, retribusi atau dana pinjaman. 

Namun, anggaran pembiayaan milik negara akan selalu terbatas terutama karena kebutuhan akan pembangunan akan terus ada layaknya petumbuhan penduduk terus berjalan. Jika digambarkan dalam bentuk diagram, anggaran dan kebutuhan pembangunan akan terus berjalan meningkat hingga akhirnya terjalin gap diantaranya, dimana dalam hal ini, jumlah anggaran pasti akan turun karena sifatnya yang terbatas.

 Aktor pembangun infrastruktur negeri, disamping Pemerintah juga ada swasta yang secara ekonomis memanfaatkan keterbatasan pemerintah dalam menyediakan sarana yang dibutuhkan masyarakat. Meski penyediaan telah terbantu namun adanya pembangunan dari pihak swasta seperti dalam sektor industry atau perumahan, tetap berperan terbatas dalam memenuhi kebutuhan infrastruktur negeri. 

Kemampuan pembangunan pihak swasta dapat digunakan dalam alternative sumber-sumber pembiayaan non-konvensional dalam penyediaan modal pembangunan untuk penyediaan sarana prasarana masyarakat. Public-Private-partnership atau kemitraan pemerintah dengan pihak swasta muncul dengan banyak macam dan kelebihan dan kekurangan, seperti development impact fees, excess condemnation, obligasi, concenssion dsb.

Secara teori maupun prakek dilapangan, pengadaan sarana prasarana akan lebih efektif jika dibangun melalui skema development impact fees. Development impact fees atau biaya dampak pembangunan adalah skema pembiayaan yang diperoleh dari pihak swasta sebagai bentuk kompensasi atas dampak pembangunan konstruksi yang dilakukannya, untuk menjadi modal pembangunan prasarana yang dibutuhkan disana. Pembiayaan ini berbentuk pungutan yang dikenakan pada saat izin membuat bangunan (IMB) dikeluarkan oleh pemerintah.

Meskipun terdengar mudah untuk pengaplikasiannya, namun skema development impact feesatau biaya dampak pembangunan sulit dalam perhitungannya. Analisis kebutuhan dan kesesuaian lahan pembangunan sarana dan prasarana kawasan terdampak harus dilakukan terlebih dahulu sebelum menetapkannya sebagai pungutan. Selain itu, jangka waktu pembangunan pun tidak dapat dikontrol oleh pemerintah secara langsung karena pemeran pembangunannya berada di pihak swasta.

Pembangunan skala makro seperti rumah susun di kawasan baru, apartement atau pun jalan tol sangat cocok dalam menjadi objek implementasi skema pembiayaan development impact fees.

Seperti kawasan jalan Ahmad Yani Surabaya yang sudah macet karena merupakan simpul transportasi yang menghubungkan Surabaya dan Sidoarjo, kegiatan-kegiatan seperti mall dan apartement yang berjajar di sepanjang sisi jalannya juga turut menyumbangkan beban dalam aspek transportasi. 

Oleh karena itu, langkah yang tepat bagi pemerintah kota Surabaya dalam menyediakan kebutuhan ruang jalan untuk mengatasi kemacetan jalan Ahmad Yani adalah dengan membebankan pembangunan jalan frontage Ahmad Yani kepada pihak yang membangun apartemen atau mall di sisi jalan Ahamad Yani, sebagai tindakan kompensasi atas bangkitan transportasi yang ditimbulkan. (sis/40)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun