Membicarakan soal wanita seakan tak ada habisnya. Seolah-olah wanita merupakan suatu objek penilaian, mulai dari penampilan, tutur kata, perilaku, hingga kehidupan pribadi seakan layak menjadi satu topik pembicaraan.
Saya pun terkadang merasakan hal tersebut, banyak orang yang menilai saya dengan pandangan mereka masing-masing. Kadang kala saya merasa tak nyaman dengan kondisi tersebut. Pastinya bukan hanya saya yang pernah mengalaminya, banyak wanita di luar sana yang juga merasakannya.Â
Ada beberapa hal mengenai wanita yang menjadi bahan penilaian mereka, mulai dari pendidikan hingga karir. Mengenai pendidikan seorang wanita pernah saya bahas di artikel sebelumnya.
Lalu mengenai karir, tak jarang wanita dihadapkan oleh banyak pilihan, contoh saja wanita diminta untuk memilih sebagai wanita karir atau menjadi ibu rumah tangga? Kalau kata Mbak Nana, mengapa wanita harus memilih kalau ternyata bisa menjalankan keduanya?Â
Sekarang begini, selama dua hal tersebut dapat berjalan selaras dan beriringan lalu mengapa harus menjalankan salah satunya? Seakan wanita dipojokkan dengan pilihan tersebut.
Adapun pilihan lain seperti, setelah lulus SMA mau memilih kuliah atau kerja? Kalau kuliah apakah kamu siap kalau nantinya harus berakhir sebagai ibu rumah tangga? Kalau bekerja, carilah yang ringan-ringan saja, kamu wanita yang kelak akan mengurus rumah tangga juga.Â
Apakah wanita harus selalu dihadapkan oleh pilihan-pilihan yang mungkin bisa menyudutkan? Seakan wanita dibatasi pergerakannya oleh semua pilihan tersebut.Â
Kalau berbicara soal karir seorang wanita, banyak wanita diluaran sana yang sukses dalam berkarir, menduduki satu jabatan penting. Namun tak jarang pula mereka dipandang sebelah mata oleh orang-orang. Wanita yang memimpin terkadang diragukan atas jiwa kepemimpinannya.
Karena tak sedikit dari mereka yang berpikir bahwa hakikatnya laki-laki lah yang layak untuk memimpin. Tak jarang pula wanita harus berjuang mati-matian untuk membuktikan, mereka harus memiliki prestasi lebih dari yang lainnya dan melakukan kerja nyata demu diakui keberadaannya.Â
Sungguh tak mudah bagi wanita untuk mendapatkan satu posisi yang diperhitungkan dalam dunia kerja. Mereka harus lebih ekstra dalam memperjuangkannya. Padahal emansipasi telah disuarakan, namun masih ada batasan.
Walaupun telah banyak wanita yang berhasil memiliki karir yang gemilang, namun masih saja ada wanita yang terkekang oleh keadaan. Seakan keberhasilan wanita lain tak mampu sepenuhnya meyakinkan mereka yang meragukan diri kita. Kita harus berusaha lebih ekstra hanya untuk sekadar meyakinkan mereka bahwa kita bisa, kita mampu untuk hal itu.Â
Marilah hilangkan pikiran ataupun penilaian tersebut. Hak kita sama dalam berkarir, kita berhak untuk sukses, kita juga berhak dalam menentukan pilihan kita masing-masing tanpa harus memilih pilihan yang diberikan oleh orang lain. Kita bisa maju bersama, toh pastinya kita juga memiliki tujuan yang baik kan.
Baik, melalui tulisan ini saya tidak bermaksud untuk menyudutkan atau memberi sindiran atau sebagainya. Melalui tulisan ini saya hanya ingin mengungkapkan isi hati dan pendapat saja. Cukup sekian, terimakasih telah membaca tulisan saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H