Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun menilai pengumuman BPS (Badan Pusat Statistik) mengenai Indonesia yang secara resmi memasuki resesi ekonomi, bukanlah hal yang mengejutkan. Misbakhun berpendapat bahwa hal yang lebih utama saat ini adalah mencari solusi atas permasalahan ekonomi efek pandemi Covid-19.
"Pengumuman pertumbuhan ekonomi Indonesia oleh BPS untuk periode Q3 2020 pada posisi -3,49 secara yoy (year on year, red) dan pada posisi resesi sudah kita prediksi kan sejak awal. Saat ini bukan lagi berdebat pada definisi resesi lagi," ujar Misbakhun, Kamis (5/11). Ia meminta seluruh pihak tidak memperdebatkan istilah resesi, melainkan mengatasi situasi buruk dan segera mengambil langkah antisipasi.
Legislator Golkar itu juga menambahkan, saat ini yang paling utama ialah melakukan perbaikan kongkret dan fundamental. Misbakhun berpendapat berbagai risiko akibat resesi harus benar-benar diantisipasi sehingga tekanan pada sektor ekonomi tidak merembet pada sektor-sektor lainnya.
"Yang penting tawaran solusinya. Harus ada upaya sungguh-sungguh untuk perbaikan-perbaikan di semua sektor ekonomi. Indikator negatif yang menjadi penyebab resesi harus dimitigasi, sehingga durasi resesi ekonomi yang kita alami tidak panjang dan cepat berlalu," ujar Misbakhun.
Indonesia masuk jurang resesi setelah pada kuartal II di tahun yang sama ekonomi RI juga terkontraksi alias negatif. Misbakhun mengatakan, pertumbuhan negative ekonomi Indonesia murni dipengaruhi karena dampak pandemi global, bahkan situasi ini terjadi di seluruh dunia akibat diberlakukannya PSBB hingga lockdown yang menyebabkan aktivitas masyarakat terhambat.
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah, seperti halnya memberikan stimulus dan subsidi kepada pelaku UKM, serta bantuan ke sektor kesehatan dan lainnya. Misbakhun menilai pemerintah telah ada di jalur yang benar dalam menggunakan anggaran negara, sebab difokuskan untuk penanganan pandemi. Namun, ia juga mengingatkan soal perbaikan sisi permintaan (demand side) pada sisi konsumsi rumah tangga.
Misbakhun memaparkan, lebih dari 56 persen pertumbuhan produk domestic bruto (PDB) Indonesia didorong oleh konsumsi rumah tangga kelas menengaj yang saat ini mengalami penurunan drastis. Penurunan itu menyebabkan pertumbuhan ekonomi terkontraksi sangat dalam.
"Sampai saat ini kebijakan stimulus yang ada dan dilakukan oleh pemerintah masih belum ada yang menyentuh sisi perbaikan konsumsi kelas menengah, padahal mereka ini membutuhkan stimulus tersebut karena daya tahan mereka dalam melakukan konsumsi terbatas. Tanpa bantuan stimulus, mereka akan cenderung membatasi konsumsi," cetusnya.
Tidak hanya itu, Misbakhun juga menyinggung soal anggaran program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang diharapkannya lebih besar dalam APBN 2021. Ia menilai PEN harus dapat memberikan stimulus ekonomi lebih banyak tidak hanya kepada sektor BUMN tetapi juga sektor-sektor swasta.