Pembangunan infrastruktur dan pedesaan sering kali dipandang sebagai ranah yang lebih dominan dikelola oleh para aktor publik dan teknokrat. Namun, di balik angka-angka statistik dan diagram perencanaan, ada peran yang tidak terhingga pentingnya, yang harusnya mendapat sorotan lebih besar: peran perempuan.Â
Tak hanya di garis depan, tetapi juga dalam merancang kebijakan yang memperhatikan keberagaman kebutuhan dan dampak bagi perempuan, terutama di desa-desa.
Perempuan bukanlah pihak yang terpinggirkan dalam pembangunan, namun lebih sering disisihkan dalam pembicaraan terkait kebijakan infrastruktur yang tampaknya lebih teknis dan rasional.Â
Padahal, perempuan memiliki peran penting dalam membentuk keberhasilan pembangunan, bukan hanya dari sisi rumah tangga, tetapi juga sebagai agen perubahan sosial, ekonomi, dan lingkungan dalam konteks yang lebih luas. Sayangnya, peran ini seringkali diabaikan atau dianggap tidak relevan dengan kebijakan pembangunan.
Peran Perempuan dalam Infrastruktur Pedesaan
Kebijakan pembangunan infrastruktur yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat pedesaan, sering kali membawa dampak yang sangat besar bagi perempuan.
 Infrastruktur seperti air bersih, sanitasi, transportasi, dan energi memiliki dampak yang langsung dan tidak langsung terhadap kesejahteraan perempuan di desa. Misalnya, akses terhadap air bersih di pedesaan tidak hanya mengurangi beban fisik perempuan yang harus berjalan jauh untuk mengambil air, tetapi juga membuka kesempatan bagi perempuan untuk terlibat dalam kegiatan ekonomi produktif.
Namun, untuk mencapai hasil maksimal, perempuan harus dilibatkan dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek-proyek tersebut. Data dari World Bank (2020) menunjukkan bahwa 70% pekerjaan terkait air dan sanitasi di daerah pedesaan dunia, sebagian besar dilakukan oleh perempuan.Â
Ketika kebijakan pembangunan tidak mempertimbangkan keseharian perempuan, maka ini menjadi kehilangan besar yang menghambat potensi pembangunan.
Teori Pembangunan Berbasis Keterlibatan Sosial (Social Inclusion) mendasari pentingnya keterlibatan semua pihak, terutama perempuan, dalam merancang pembangunan.Â
Menurut teori ini, pembangunan tidak hanya sekadar meningkatkan infrastruktur, tetapi juga mencakup pemerataan akses, pengurangan ketimpangan, dan pemberdayaan masyarakat yang selama ini terpinggirkan. Dalam hal ini, perempuan memiliki perspektif unik yang sangat berharga. Pembangunan yang tidak melibatkan perempuan dalam proses perencanaan berpotensi melahirkan ketidakadilan sosial dan ekonomi.
Kebijakan yang Terabaikan: Bagaimana Perempuan Dipengaruhi oleh Keputusan yang Tidak Langsung Mengarah pada Mereka
Pada umumnya, kebijakan pembangunan infrastruktur lebih fokus pada aspek fisik dan teknis---seperti pembangunan jalan, jembatan, atau jaringan listrik---dan kurang memerhatikan dampaknya terhadap perempuan, khususnya dalam konteks sosial dan ekonomi.Â
Ini terjadi karena kebanyakan kebijakan ini dipandang dari sudut pandang teknokrat, tanpa mempertimbangkan peran penting perempuan di pedesaan.
Namun, kebijakan yang kelihatannya tidak langsung berhubungan dengan perempuan bisa sangat mempengaruhi kesejahteraan mereka. Misalnya, kebijakan mengenai transportasi yang buruk dapat mengurangi akses perempuan untuk pergi ke pasar, sekolah, atau pusat layanan kesehatan.Â
Sebuah studi oleh UN Women (2019) menunjukkan bahwa di negara-negara berkembang, perempuan cenderung menghabiskan waktu lebih banyak di transportasi publik dan lebih rentan terhadap kekerasan, dibandingkan dengan laki-laki. Infrastruktur yang buruk membuat perempuan lebih terisolasi, meningkatkan ketidaksetaraan gender, dan menambah beban kerja mereka.
Pentingnya melihat kebijakan dari perspektif gender ini tidak dapat diabaikan. Pemahaman yang lebih holistik tentang bagaimana kebijakan dapat mempengaruhi perempuan akan membawa perubahan yang lebih inklusif. Tidak hanya untuk perempuan sebagai individu, tetapi juga untuk masyarakat secara keseluruhan.
Data dan Fakta: Realitas yang Harus Dihadapi
Menurut data dari Bank Dunia (2021), perempuan di pedesaan di Indonesia menghabiskan lebih banyak waktu untuk mengurus rumah tangga dan keluarga, dengan rata-rata lebih dari 7 jam sehari untuk pekerjaan domestik.Â
Ini menunjukkan adanya ketimpangan dalam pembagian kerja yang membutuhkan perhatian khusus dalam kebijakan pembangunan. Infrastruktur yang efisien dan terjangkau dapat membantu mengurangi beban kerja perempuan, memberikan waktu lebih banyak untuk terlibat dalam kegiatan sosial dan ekonomi yang produktif.
Sebagai contoh, dalam sektor energi, Program Listrik Desa yang digulirkan pemerintah Indonesia, jika dilihat dari perspektif gender, seharusnya tidak hanya fokus pada pemenuhan kebutuhan energi dasar, tetapi juga pada bagaimana hal tersebut mempengaruhi dinamika sosial di dalam rumah tangga.Â
Penelitian oleh International Energy Agency (IEA, 2020) menunjukkan bahwa akses perempuan terhadap energi yang lebih baik, seperti penerangan listrik, dapat meningkatkan partisipasi mereka dalam kegiatan ekonomi dan pendidikan.
Langkah Menuju Pembangunan yang Inklusif
Langkah pertama untuk memastikan pembangunan yang benar-benar inklusif adalah dengan melibatkan perempuan dalam perencanaan dan pengambilan keputusan di semua level.Â
Dari desa hingga tingkat nasional, perempuan harus dilibatkan dalam merumuskan kebijakan infrastruktur yang tidak hanya memperhatikan kebutuhan laki-laki atau mayoritas, tetapi juga memperhitungkan kebutuhan perempuan.
Kedua, pemerintah dan lembaga terkait perlu mengimplementasikan kebijakan yang berbasis pada data deskriptif dan analitik yang memperhitungkan peran dan tantangan yang dihadapi oleh perempuan.Â
Data statistik yang mencakup perbedaan peran gender dalam hal akses terhadap infrastruktur, beban kerja domestik, dan partisipasi ekonomi perempuan sangat penting. Tanpa data yang jelas, kebijakan yang diambil hanya akan menciptakan ketimpangan yang lebih besar.
Ketiga, program pendidikan dan pelatihan yang memberikan pengetahuan teknis dan manajerial kepada perempuan di pedesaan perlu didorong.Â
Ini tidak hanya membuka peluang kerja bagi perempuan, tetapi juga memberi mereka kemampuan untuk memimpin dalam proyek-proyek pembangunan infrastruktur di komunitas mereka.
Penutup: Pembangunan yang Benar-benar Mengubah
Perempuan bukan hanya objek yang dilayani oleh kebijakan pembangunan, tetapi juga subjek yang aktif dalam mendesain, merencanakan, dan mempengaruhi arah pembangunan itu sendiri.Â
Dengan memastikan perempuan terlibat dalam perencanaan infrastruktur pedesaan, kita menciptakan pembangunan yang lebih inklusif, berkelanjutan, dan bermanfaat bagi seluruh lapisan masyarakat.
Pembangunan yang tidak sensitif terhadap gender hanya akan memperburuk ketidaksetaraan. Sebaliknya, pembangunan yang melibatkan perempuan secara aktif akan mempercepat tercapainya tujuan-tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs), meningkatkan kualitas hidup, dan memperkuat daya saing bangsa dalam menghadapi tantangan global yang semakin kompleks.
Ke depan, peran perempuan dalam bidang infrastruktur dan pedesaan harus diakui dan diperkuat. Karena sejatinya, pembangunan yang tidak memperhatikan peran perempuan adalah pembangunan yang tidak akan pernah optimal.Â
Kita harus membangun bukan hanya dengan jalan dan jembatan, tetapi juga dengan kesadaran yang lebih dalam tentang pentingnya melibatkan setiap individu dalam merancang masa depan yang lebih adil dan sejahtera.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H