Mohon tunggu...
Raden Siska Marini
Raden Siska Marini Mohon Tunggu... Dosen - Manusia Profesional

Seorang manusia yang percaya bahwa pendidikan adalah jembatan menuju perubahan. Dengan semangat membara, ia bercita-cita untuk menjadi manusia yang bermanfaat, menginspirasi mahasiswa bukan hanya di dalam kelas, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari. Selain mengajar, Siska aktif berkontribusi dalam berbagai proyek sosial dan penelitian, menjadikan setiap langkahnya penuh makna. Dalam dunia yang terus berubah, ia berkomitmen untuk membekali generasi masa depan dengan pengetahuan dan nilai-nilai yang kuat, sehingga mereka dapat berkontribusi positif bagi masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menyelami Makna Kecantikan

9 November 2024   17:54 Diperbarui: 9 November 2024   18:55 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perempuan memang harus cantik. Tapi, tunggu dulu, bukan berarti harus punya wajah seperti supermodel atau tubuh seperti bintang film. Kalau itu yang dimaksud, mungkin kita semua harus melapor ke klinik kecantikan untuk peremajaan DNA. Tentu, menjadi cantik itu penting, tapi cantik itu bukan sekadar soal penampilan fisik yang disepakati oleh para editor majalah mode atau algoritma Instagram. Kecantikan seorang perempuan jauh lebih dalam, lebih kompleks, dan kadang-kadang... lebih terletak pada kemampuan untuk menanggapi komentar orang dengan senyum datar.

Menurut Susan Sontag, seorang filsuf dan penulis terkemuka, kecantikan dalam budaya kita seringkali dikaitkan dengan usia muda, kesempurnaan fisik, dan citra tubuh yang ideal---sebuah standar yang sering kali tidak realistis. Dalam bukunya "On Photography", Sontag berargumen bahwa kecantikan yang diproduksi oleh media adalah sebuah konstruksi sosial yang semakin mendistorsi pandangan kita tentang keindahan sejati. Kecantikan yang kita lihat di media sosial, misalnya, adalah hasil dari banyak filter dan retouching, sementara kecantikan sejati justru hadir dalam ketidaksempurnaan dan keberagaman.

Jika kamu merasa bahwa tubuhmu tidak sesuai dengan standar kecantikan yang ada, itu bukanlah halangan. Justru, ini adalah kesempatan emas untuk mengeksplorasi gaya dan penampilan yang lebih mencerminkan siapa kamu sebenarnya. Misalnya, kenapa harus bingung memilih warna bedak? Cobalah mencari shade yang paling cocok dengan warna kulitmu---karena pada akhirnya, bedak itu bukan cat tembok, tapi lebih seperti pelukis wajah yang harus paham bagaimana menonjolkan keindahan alami. Kalau make-up masih membuatmu bingung, jangan khawatir, tutorial di YouTube itu seperti jalan tol menuju kecantikan, dan hampir semua orang bisa sampai di sana... asal tidak ketiduran di tengah perjalanan.

Namun, mari kita bicara serius sejenak. Kecantikan sejati bukan hanya tentang tampilan luar. Seperti pepatah lama yang berkata, "Lebih baik menyalakan lilin daripada mengutuk kegelapan." Alih-alih menghabiskan waktu meratapi kekurangan, kenapa tidak fokus pada apa yang sudah kita miliki? Misalnya, berbicara dengan percaya diri di depan umum, menulis yang bisa membuat orang tersenyum atau berpikir, atau sekadar membaca buku yang bisa memperkaya wawasan (dan mungkin juga membuatmu terlihat lebih cerdas di pertemuan sosial). Mungkin bukan hal yang terlihat langsung, tapi percayalah, otak yang cerdas dan wawasan yang luas bisa menjadi magnet yang jauh lebih menarik daripada hanya sekadar 'selalu flawless'.

Seperti yang dikatakan oleh Martha Nussbaum, seorang filsuf etika dan politik, kecantikan sejati juga dapat dilihat dalam kemampuan seorang individu untuk mengembangkan "kemampuan-kemampuan dasar manusia"---termasuk rasa empati, keterampilan komunikasi, dan rasa tanggung jawab sosial. Dalam bukunya "Creating Capabilities", Nussbaum menyebutkan bahwa kecantikan tidak hanya terletak pada penampilan fisik, tetapi juga pada kemampuan seseorang untuk berkembang menjadi pribadi yang sepenuhnya. Kecantikan itu, menurut Nussbaum, adalah ekspresi dari kemampuan kita untuk menjalani hidup dengan penuh makna dan menjadi pribadi yang utuh.

Dan terakhir, jangan lupa bahwa kecantikan sejati datang dari dalam. Ya, aku tahu, ini terdengar seperti nasihat ibu-ibu yang pernah kita dengar berkali-kali, tapi percayalah, ada benarnya. Memperbaiki akhlak dan sikap itu penting. Jika kamu menjadi pribadi yang baik, bijaksana, dan punya empati, itu akan terlihat---dan bahkan lebih menarik daripada hanya sekadar fisik yang sempurna. Karena siapa yang tidak lebih suka bergaul dengan perempuan yang tahu kapan harus tersenyum dan kapan harus mengingatkan kita untuk membawa payung saat hujan? Itulah kecantikan yang memancar dari dalam.

Coco Chanel, seorang ikon dunia fashion, pernah berkata, "Kecantikan memulai diri dari dalam." Sebagai seorang perempuan yang telah mengguncang dunia dengan ide-ide revolusioner dalam hal mode, Chanel tahu bahwa kecantikan sejati tidak hanya tergantung pada penampilan fisik semata, tetapi pada keberanian untuk menjadi diri sendiri, mengungkapkan karakter, dan menjalani hidup dengan penuh percaya diri.

Jadi, percantiklah fisikmu, perbaiki sikapmu, terus asah kemampuanmu---dan, tentu saja, jangan lupa tetap bahagia. Dengan kombinasi itu, kamu akan menjadi wanita yang tidak hanya cantik di luar, tetapi juga dihargai dan disukai oleh banyak orang. Kecantikan yang bisa membuat dunia ingin tahu lebih banyak tentangmu, bukan hanya melihat foto profilmu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun