Di dunia yang serba cepat ini, mudah sekali merasa tertinggal. Media sosial, obrolan dengan teman-teman, atau bahkan cerita keluarga seringkali memberikan gambaran tentang standar hidup yang "seharusnya" tercapai pada usia tertentu: menikah, memiliki rumah, karier yang mapan, atau bahkan sudah punya anak. Melihat semua itu bisa menimbulkan perasaan bahwa kita terlambat, merasa hidup kita berjalan lambat, bahkan terjebak dalam fase yang tak sesuai dengan "tabel waktu" yang dibayangkan banyak orang.
Namun, apakah benar perasaan terlambat itu suatu kenyataan, atau hanya ilusi yang tercipta dari perbandingan dengan kehidupan orang lain? Dalam kenyataannya, hidup kita tidak harus dipaksakan untuk mengikuti naskah yang sudah ditentukan oleh norma atau ekspektasi sosial. Setiap individu punya ritme sendiri, dan yang perlu diingat adalah bahwa perjalanan setiap orang adalah unik.
Kita sering kali lupa bahwa hidup bukan perlombaan. Tidak ada garis finish yang harus dicapai dalam waktu tertentu. Menikah, sukses, atau memiliki berbagai pencapaian besar di usia muda bukanlah satu-satunya ukuran kebahagiaan atau kesuksesan. Terkadang, pencapaian yang tampak luar biasa dari luar justru bisa menyembunyikan tantangan dan tekanan yang tak terlihat di baliknya.
Yang lebih penting daripada terjebak dalam ilusi waktu adalah bagaimana kita menjawab panggilan hidup kita sendiri, mengikuti langkah kita dengan percaya diri. Mungkin saja pada usia 30-an kita belum menikah atau belum memiliki karier yang stabil, tetapi bisa jadi kita sedang dalam proses menemukan tujuan hidup yang lebih bermakna, membangun fondasi yang lebih kuat, atau mengejar passion yang benar-benar memberi arti.
Selain itu, perlu kita ingat bahwa waktu yang kita anggap "terlambat" adalah perspektif yang dibentuk oleh standar sosial yang kaku. Misalnya, di beberapa budaya, menikah di usia 20-an mungkin dianggap sebagai pencapaian, sementara di budaya lain, usia yang lebih matang untuk menikah malah dianggap lebih bijak. Waktu itu relatif. Begitu pula dengan kesuksesan, yang seringkali diukur dengan pencapaian material, padahal kesuksesan sejati adalah bagaimana kita merasa utuh, bahagia, dan puas dengan apa yang kita jalani.
Sebuah perjalanan hidup yang penuh warna bisa jadi jauh lebih berarti daripada memenuhi ekspektasi orang lain. Jadi, daripada merasa tertekan karena belum mencapai hal-hal tertentu, lebih baik fokus pada proses dan pencapaian pribadi yang membuat kita merasa hidup kita bermakna. Terkadang, menunggu dan bertumbuh perlahan bisa membawa kita ke arah yang lebih tepat, daripada buru-buru memenuhi standar yang sebenarnya bukan milik kita.
Pada akhirnya, kita tidak sedang terlambat. Kita hanya sedang berjalan dengan ritme kita sendiri. Dan itu, menurut saya, justru adalah hal yang paling otentik yang bisa kita lakukan dalam hidup ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI