Kupikir mudah, berjibaku dengan deret angka dengan kode negara. Sudah dua bulan, berupaya merengkuh sesuatu yang hampir seperdelapan abad terkubur dalam diriku.Â
Sebelumnya, tepat empat ratus tujuh puluh hari yang lalu. Matahari dan bulan bergantian, menjadi ritme hening tanpa makna. Â Berlarian kesana kemari, mengharap cemas dering telpon yang tak kunjung juga kuterima.Â
Merangkai ilham menjadi tindakan, berupaya menemukan esensi yang mungkin menguap menjadi debu. Menghadapi kebisingan dalam keheningan, menyiratkan penat. Syukur dan keluh, terpilin membentuk aliran grafik merah hijau. Lembah dan bukit kehidupan, nyata tidak untuk disesali.Â
Seperdelapan dari seratus tahun, ungkapan rasa tentang deret angka. Simbolik pelepas penat selain deretan huruf, Â teka teki yang belum terpecahkan.Â
Bak hutan belantara, penuh dengan misteri. Mungkinkah peluru ini terarah pada rusa ?Â
***
Aku mengangguk, diam-diam sepaham.Â
Terdiam menghabiskan berton energi, dibanding berlarian kesana kemari. Sejatinya manusia memiliki cara melepaskan penat, dari rutinitas yang melelahkan. Sama seperti daur ulang energi, yang tak dapat dimusnahkan. Hanya perlu diubah menjadi sisi yang berlainan.Â
Namun sayang, Seperdelapan abad yang sama. Jemariku telah menyentuh celotehan tanya menggelitik. Mengajariku menatap masa depan dari sudut pandang yang berbeda.Â
Membuang penat, tak semestinya resah. Selayaknya, rasa mengendap menjadi karya, tak harus berteriak untuk menyatakan aku bosan.Â
***