Namun sekarang pringgitan ada di setiap rumah yang bergaya tradisional. Meski rumah tersebut tidak memiliki pendopo. Fungsinya juga sudah berganti. Sekarang, pringgitan digunakan sebagai ruangan untuk menerima tamu, acara pengajian, atau tempat keluarga besar berkumpul.
Islam masuk secara bertahap dan cukup lama. Tak ada satu pun yang memiliki mukenah. Kondisi ekonomi yang kurang, dan Islam masih samar di mata mereka saat itu. Ibu baru memiliki mukenah saat duduk di bangku sekolah menengah.Â
Tentunya sekarang sudah berbeda. Tidak ada yang tidak memakai mukenah untuk salat. Tempat ibadah―musala dan masjid―sudah kokoh berdiri di desa. Tak lagi perlu memanjat pohon lebih dulu untuk mengumandangkan azan. Tak perlu oncor dan petromaks, karena penerangan sudah lebih baik.
Begitulah salah satu kisah masa kecil Ibu saat Ramadan, yang membuat saya selalu tertarik untuk tahu kisah yang lain. Bernostalgia bersama Ibu tentang masa-masa yang tak pernah bisa aku lihat, sungguh seperti dongeng sebelum pagi. Dan, di akhir cerita Ibu mengatakan bahwa mereka―Ibu dan teman-temannya―merasa sangat gembira meski kondisinya saat itu serba kekurangan. Mereka tak peduli dengan jarik yang dipakai.
Orang-orang dulu berusaha dengan sungguh-sungguh untuk bisa memenuhi kebutuhan mereka. Mereka tak sempat memikirkan keinginan. Orang-orang sekarang selalu berpikir bagaimana caranya agar keinginan mereka segera terwujud. Hingga lupa dengan kebutuhan pokok yang seharusnya lebih diprioritaskan. Pelajaran itu yang bisa saya petik dari kisah Ibu.
Salam
Tetap Semangat!
Selamat menikmati dongeng sebelum pagi!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H