Mohon tunggu...
Susilawati
Susilawati Mohon Tunggu... Dosen - Penggiat Medsos. Sadar Berbangsa dan Bernegara. Jadilah pemersatu.

Penggiat Medsos. Sadar Berbangsa dan Bernegara. Jadilah pemersatu.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Indonesia Punya Siapa?

28 November 2020   19:00 Diperbarui: 28 November 2020   19:03 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Seluruh warga bangsa di dunia tentu bangga dengan negaranya masing-nasing sebagai rumah/tempat tinggal, tumbuh kembang dengan keluarga, kerabat, sahabat, sebangsa. Kebanggaan itu yang mengikat mereka untuk berkomitmen kuat dalam menjaga, merawat dan melindungi negaranya dengan cara selain berkreatifitas dalam karya dan produktif tetapi juga patuh dan taat terhadap aturan yang berlaku di negara tersebut.

Demikian juga bangsa Indonesia, bangga pada negaranya, yang memiliki luas geografi terdiri dari luas daratan 2/3 dari luas lautan. Kombinasi yang sangat baik dimana pertanian/agraria sebagai sumber industri besar untuk mendukung kebutuhan pangan penduduknya, ditambah laut yang sangat luas memiliki kekayaan biota laut sebagai sumber protein dari hasil laut seperti ikan, kerang, kepiting, udang dan lain-lain. Perpaduan kekayaan alam darat dan laut yang begitu sempurna jika bangsa Indonesia menyadari, semua ada tersedia di bumi pertiwi.

Namun kenyataan yang dirasakan hingga saat ini bangsa Indonesia masih belum mampu mengolah semua sumber daya itu dengan baik secara maksimal agar dapat tumbuh menjadi negara mandiri yang maju (sebagai negara pengekspor hasil pertanian dan laut). Kekayaan sumber daya alam ini sering menjadi bancaan (selamatan/pesta) oleh segelintir/sekelompok orang namun memiliki daya rusak yang cukup besar dan sangat merugikan ekonomi maupun secara kulture.

Mengingat bangsa Indonesia terkenal sebagai masyarakat agraris, pelaut/nelayan, sejatinya semua kekayaan sumberdaya alam yang ada dapat dikelola/dibudidayakan di negeri sendiri agar selain mendapat manfaat ekonomi tetapi juga terbentuk karakter ulet dalam bidang tersebut serta semakin banyak orang yang minat pada jenis pekerjaan ini otomatis pengangguran teratasi.

Pekerjaan yang terkait dengan biodiversity (kelimpahan berbagai jenis sumber daya alam hayati 'tumbuhan dan hewan' yang terdapat di muka bumi, meliputi jumlah maupun frekwensi dan ekosistem, spesies maupun gen di suatu daerah) khas Indonesia, menjadi kebanggaan yang harus dikembangkan terus. 

Dikembangkan terus menjadi industri besar (multiflier effect) yang tetap dibina oleh negara dalam proses pekerjaanya mulai dari pembenihan, perawatan, panen serta penjualan produk tersebut baik di dalam negeri maupun di luar negeri agar harga stabil terjaga berdampak pada perbaikan ekonomi negara dan ekonomi rakyat, petani/nelayan.

Namun seringkali terdengar jika terkait dengan kekayaan sumber daya alam Indonesia, terjadi upaya yang tidak sesuai demi kepentingan pribadi/kelompok dengan mengabaikan kepentingan yang lebih besar/umum/negara. Dampaknya merusak sistem yang sudah dibangun serta dampak lingkungan yang akhirnya bisa membahayakan kehidupan manusia di masa depan.

Contoh pada industri kelapa sawit yang investasinya sangat besar dikendalikan asing otomatis berdampak pada keuntungan bagi Indonesia sebagai pemilik sumber sawit belum sesuai harapan, kemudian pekerja perempuan di pedalamam perkebunan sawit yang luas dan sepi harus menghadapi tantangannya tersendiri dari ancaman pekerja pria, padahal hasil minyak sawit juga mendukung industri kecantikan perempuan di dunia, industri lain seperti pertambangan batu bara/minyak bumi juga mengalami hal yang sama dikendalikan oleh tangan-tangan halus sehingga keuntungan yang masuk ke negara belum optimal.

Saat ini dikembangkan lagi satu industri yang dapat memberikan keuntungan besar bagi Indonesia yaitu budi daya lobster yang dianggap sebagai masa depan Indonesia. Dikeluarkannya Permen Kelautan No. 12 Tahun 2020 oleh menteri kelautan dan perikanan tentang budidaya lobster dan ekspor benih lobster yang dimaksudkan untuk tujuan ekonomi.  

Kebijakan membolehkan mengekspor benur lobster yang sejatinya jika dapat dibudidayakan oleh industri dalam negeri atau nelayan Indonesia maka dapat memberdayakan tenaga kerja dalam negeri. Tujuannya agar lebih mandiri dan bisa maju secara ekonomi bagi para nelayan mengingat benih lobster jika besar bisa mencapai berat rata-rata hampir 3-4 kg dengan harga per-lobsternya Rp. 4-5 juta.

Jika masih sebagai benih diekspor, secara ekonomi cepat didapat namun budaya nelayan mampu membudidayakan lobster dan Industri lobster tidak berkembang. Harapannya jika kebijakan mengekspor lobster yang sudah besar, didapat keuntungan ekonomi lebih besar namun nelayan dan industri tetap dapat hidup dan berkelanjutan.

Akhirnya komisi pemberantasan korupsi (KPK) menangkap menteri kelautan dan perikanan yang menjadi headline di berita nasional. Hal ini sangat mengejutkan bagi bangsa Indonesia, dimana saat penangkapan terjadi sang menteri baru saja kembali dari  luar negeri beserta rombongan dan barang-barang mewah  dari negara yang dikunjungi, di sisi lain kondisi masyarakat Indonesia secara umum setelah diterjang wabah Covid-19 banyak yang hidupnya semakin memprihatinkan. Hal yang sangat paradoks yang dilakukan oleh sang menteri sebagai regulator.

Diindikasi dalam kebijakan mengekspor benur lobster banyak hal yang tidak sesuai prosedur dan menguntungkan pihak tertentu, terbukti sang menteri siap mundur sebagai menteri di kabinet pemerintah saat ini dan mundur juga dari partai politik (parpol) pengusung.

Kejadian seperti ini sering terjadi dan selalu berulang di Indonesia. Bahkan dalam situasi kehidupan berbangsa yang belum pulih akibat wabah, pola yang sama masih terjadi. Seperti kehilangan rasa kebersamaan dalam kehidupan berbangsa. Sejujurnya ada apa dan bagaimana proses penyelenggaraan negara yang dilakukan oleh pemerintah secara umum? 

Apakah sulit menghindari hal yang memiliki dampak merugikan negara? Atau hanya karena hitung-hitungan  politik sehingga negara selalu dikorbankan? Jika memang demikian, saatnya untuk membuat regulasi baru tentang pengaturan pembagian keuntungan bagi pejabat politik yang diakomodir oleh pemerintahan. 

Agar lebih jelas, terbuka dan fair bagi seluruh stakeholders dan mudah dalam menjalankan tugas pokok dari amanah yang diemban. Jangan selalu terjadi perilaku malu tapi mau, bersumpah saat menerima amanah untuk setia dan patuh pada tugas jabatan yang diberikan namun  terus terjadi upaya pengambilan keuntungan secara ekonomi untuk pribadi/kelompok, jika sudah jelas maka jelas pula berapa yang harus disetorkan kepada negara, saatnya mengakhiri perilaku mau tapi malu.

Sulitnya  menghindari keadaan demikian karena pada dasarnya negara dikelola melalui instrumen parpol sesuai UU. Dimana parpol pemenang/penguasa juga sulit jika menjalankan kinerja/fungsi pemerintahan sendiri, maka dilakukan upaya bersama dalam menjalankan fungsi pemerintahan sesuai kesepakatan antar parpol untuk saling menguatkan dukungan.

Jika dibuat aturan baru yang baik dan jelas maka tidak terus menerus memberi kesan negatif pada rakyat bahwa parpol sebagai sumber masalah di negeri ini karena negara dijadikan sumber bancaan parpol.

Parpol apapun yang berkuasa nantinya jika tidak dibuat aturan baru yang jelas konteks pembagian keuntungan, akan terus terjadi hal seperti ini dan seolah-olah seluruh anak bangsa tidak jujur/amanah. Image seperti ini tentu tidak baik bagi psikis bangsa Indonesia karena dapat melemahkan spirit kebangsaan yang dibanggakan. 

Kesan seperti ini harus dilenyapkan karena jika tidak maka sulit mewujudkan kehidupan berbangsa yang sehat,  dampaknya rakyat menjadi apatis, jika apatis sulit percaya pada pemimpin, jika tidak ada lagi yang dipercaya maka Indonesia bisa menjadi negara gagal seperti beberapa negara di timur tengah yang dikenal dengan Arab Spring. Sulit bangkit kembali jika negara sudah gagal besar kemungkinan bisa hilang dari peta dunia.

Tentu bangsa Indonesia tidak menginginkan ini terjadi. Bangsa Indonesia sebagai penduduk di negara Indonesia harus memiliki tanggung jawab besar dalam memajukan negaranya, bukan sebaliknya.

Sebagai bangsa besar, bangsa Indonesia harus sadar bahwa tanpa peran besar dari seluruh warga negara dalam mencintai tanah air maka selalu hidup dalam kesulitan, sementara masalah terus silih berganti muncul, jika terlalu banyak persoalan muncul akibat lemahnya spirit mencintai bangsa dan negaranya, dan masalah yang ada pun belum tuntas terselesaikan namun sudah muncul lagi masalah baru,  bagaimana bangsa Indonesia bisa hidup dalam keadaan demikian.

Sedih rasanya jika melihat bangsa ini berlama-lama hidup dalam kesulitan akibat lemahnya mental dari anak bangsa itu sendiri. Pendidikan formal yang didapat tidak kurang, sejatinya dapat membantu lebih membuka wawasan pikir lebih positif, berkomitmen kuat untuk menjaga kebersamaan dalam kehidupan berbangsa. Ekonomi boleh menjadi tujuan tetapi harus mempertahankan komitmen meminimalisir resiko.

Jika memiliki komitmen besar bahwa Indonesia adalah milik seluruh warga negara Indonesia, maka mulai saat ini mari semua intropeksi diri, setiap pribadi fokus perbaiki diri/benahi diri, berdayakan diri secara mandiri tidak selalu ketergantungan maka akan menjadi pribadi yang menyenangkan dan positif, pribadi yang positif dapat mempengaruhi dan menulari lingkungan lainnya, apakah di partai politik, lembaga negara/pemerintahan, organisasi massa, kelompok masyarakat lainnya dan seterusnya.

Indonesia harus kita jaga dengan cara yang sederhana tidak perlu muluk-muluk menganggap diri kita yang lebih mencintai  Indonesia sementara orang lain tidak, ini akan memicu konflik berkepanjangan. Kebersamaan dalam kesederhanaan adalah kunci kebahagiaan bagi bangsa Indonesia.

Kejujuran pada diri sendiri sangat utama, akan memunculkan penghargaan dan penghormatan antar sesama anak bangsa. Ini sebagai modal awal yang paling mendasar bagi kehidupan, interaksi sosial bermasyarakat berbangsa dalan negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Tidak sulit dilakukan jika kesadaran berbangsa dan bernegara selalu menjadi spirit terbesar bagi seluruh WNI.

Jakarta, 28 November 2020
Dr. SusiLawati M.Han
Wakadep Luar Negeri dan Keamanan Nasional DPP PD.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun