Partai politik yang ada di Indonesia sesuai Undang-Undang (UU) partai politik Republik Indonesia (RI) harus memiliki flatporm/ideologi partai yang tidak bersebrangan dengan ideologi Pancasila, dan tugas MenKumHam meloloskan partai-partai tersebut jika sudah memenuhi persyaratan dimaksud.
Saat ini kita ketahui banyak parpol yang muncul sebagai bentuk aspirasi masyarakat Indonesia yang beragam, sangat mengapresiasi bagi mereka yang mampu mewujudkan/mendirikan sebuah partai politik (Parpol) karena tentunya tidak mudah, membutuhkan biaya yang amat mahal sebagai kebutuhan operasional bagi kepengurusan di seluruh wilayah Indonesia.Â
Karena  partai politik ini juga sebagai miniatur negara Indonesia yang luas/besar. Disamping kemampuan menarik orang untuk bergabung/minat mau menjadi pengurus/kader maupun simpatisan.
Artinya seluruh partai sah menjalankan semua kinerja politik sesuai UU politik dengan sistem pemilu Demokrasi. Demokrasi dapat berjalan baik jika seluruh komitmen masyarakat yang terlibat dalam konstelasi politik praktis terlaksana sesuai koridor yang sebagaimana mestinya. Ini sebagai bentuk harapan kita semua agar kesepakatan bersama mewujudkan tujuan/kehendak bersama dalam proses berbangsa tercapai.
Itu secara garis besar/globalnya untuk kita pahami bersama sebagai  dasar bagaimana sistem politik di Indonesia berjalan.
Melihat kenyataan yang ada, apakah mungkin karena masyarakat Indonesia belum siap menjalankan sistem demokrasi, atau karena adanya kebebasan berpendapat, sehingga banyak masyarakat disadari atau tidak, mudah terpicu oleh isu-isu tak bertanggung jawab/terprovokasi sehingga dalam menyampaikan aspirasi/pendapat seringkali dengan cara-cara yang tidak pantas serta layak seperti merendahkan, menghina, memaki, fitnah, hoax bagi pihak lain.Â
Rasanya ini bukan budaya asli bangsa Indonesia, atau mungkin mereka mengira jika menyampaikan aspirasi harus langsung terwujud dan dikerjakan serta dituntaskan oleh yang berwenang, untuk hal-hal yang urgent membahayakn negara dan bangsa  diharuskan segera, tetapi jika terlalu berharap seluruh Indonesia harus langsung baik itu sangat tidak mungkin (perubahan itu berproses, step by step), peran setiap warga negara juga harus turut serta ada dalam proses pembangunan/perjalanan bangsa (tidak hanya pasif menerima hasil, tetapi dengan cara berkarya, berprestasi, inovasi, kreatif dan produktif di bidangnya masing-masing).
Adanya kepemimpinan/pemerintahan berfungsi untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab, selain menyelesaikan program-program kerja tetapi juga tanggung jawab untuk menjaga dan melindungi seluruh rakyat/stabilitas negara tetap harus kuat dan kokoh.
Sadar sebagai warga negara yang memiliki hak dan kewajiban yang harus dijalankan dengan seimbang, untuk menjadi rakyat yang tertib, taat patuh aturan serta pemerintah yang amanah mengemban amanat rakyat maka lebih mudah mewujudkan tujuan negara yang aman, damai, harmoni, sejahtera.
Secara pribadi sejatinya dapat menjalankan peran masing-masing, jika sebuah partai salah dalam mengambil kebijakan dan membuat rakyat marah maka parpol tersebut yang akan repot sendiri dalam arti simpati masyarakat menjadi berkurang, berdampak pada dukungan terhadap partai tsb (tentunya ini dihindari semua parpol, mengingat effort untuk menjalankan sebuah parpol sangat berat).Â
Rasanya di tahun 2020 sekarang tidak ada partai yang tidak hati-hati dalam membuat kebijakan mengingat kerja politik adalah kerja jangka panjang, selama Indonesia ada dan kita sebagai bangsa tidak mau terjebak pada ketidak hati-hatian kita sendiri.
Begitu juga dengan partai yang selalu kedepankan kehati-hatian mengikuti rule konstitusi dalam membuat setiap kebijakan yang menyentuh rakyat, misalnya dalam situasi covid-19 memberikan perhatian besar kepada masyarakat Indonesia dalam macam bentuk bantuan apakah pangan, pengobatan, support dan lain-lain  maka ia akan menuai hasil dari apa yang telah dilakukan tersebut dan dapat menarik simpati rakyat. Semua itu tinggal pilihan dari setiap partai politik untuk melakukan apa yang terbaik bagi suksesnya partai politik tersebut masing-masing.
Di era demokrasi setiap orang bebas merefleksikan kebebasan berpendapatnya tetapi tidak lupa ada kebebasan berpendapat orang lain yang harus dijaga dan dihormati.Â
Hidup dalam sebuah negara, Â kita tidak bisa bertindak dan berperilaku sebebasnya tanpa batas, karena ada aturan yang mengikat dan harus dijalankan bersama, otomatis membatasi kebebasan masing-masing individu dalam arti tidak makar, tidak kriminalitas, tidak hoax, tidak menyerang pribadi orang/personal, tidak fitnah memicu ribut/gaduh/konflik yang akhirnya harus dipertanggung jawabkan di depan hukum dan merepotkan diri sendiri serta keluarga (malu).
Jika bisa belajar di alam demokrasi dengan cara saling menginspirasi, mengapa harus memilih cara-cara rumit yang dampaknya rumit untuk diri sendiri (apa yang diucapkan adalah cermin sebenarnya tentang siapa diri kita), tidak harus terbentur hukum baru sadar. Â
Karena Indonesia adalah rumah kita bersama, mari kita jaga dan lindungi, jika bukan di Indonesia mau kemana lagi, jika negeri ini berubah menjadi negara lain, tentu kita tidak mau menjadi budak yang dikendalikn asing di tanah airnya sendiri.
Semoga sebagai warga negara yang diikat oleh rasa kebatinan yang sama, bahwa semua rakyat Indonesia yang berjumlah 270 juta (penduduk terbesar ke empat di dunia) walau beda agama, beda ras, beda pilihan, beda partai politik adalah saudara sebangsa, mereka bukan musuh kita, jika menghadapi saudara yang tidak sepaham bukan berarti kita harus melukai mereka tetapi  bagaimana persoalan terselesaikan namun negara tidak terpecah/terbelah, di situlah ujian bangsa besar ini, bangsa Indonesia.
Jakarta, 28 Juni 2020.
Dr. SusiLawati M.Han.
Wakadep Luar negeri & Keamanan Nasional DPP PD.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H