Kalaulah di alam demokrasi semua memiliki hak yang sama di ruang publik untuk menyampaikan aspirasi, keinginan, konsep dan lain-lain (penghargaan tinggi terhadap Hak Azasi Manusia) mengapa harus dipersoalkan lagi sejauh dalam koridor. Dalam amandenen UUD tahun 2002 Indonesia telah memilih dan menetapkan sistem politik dan pemerintahan dengan sistem demokrasi.
Demokrasi di sini bukan semata pada saat dilakukan proses pemilu tetapi juga di ruang publik untuk menyampaikan suara-suaranya agar didengar oleh pihak yang diharapkan dan mampu melakukan perubahan ke arah lebih baik, itu juga tidak serta merta aspirasi tersebut langsung diwujudkan oleh pemilik  wewenang, bisa dengan cara ditampung dulu dan penerapannya dapat disesuaikan dengan keadaan/kondisi saat itu.
Munculnya bahasan di ruang media sosial (medsos) saat ini terkait ananda Aira (putri dari  Agus Harimurti Yudhonono & Annisa Pohan) yang karena dalam rangka menyambut serta mengingat kembali hari Pendidikan Nasional Indonesia pada tanggal 2 Mei 2020, sangat umum di manapun setiap warga negara yang berjumlah 270 juta orang, berupaya mengisi macam kegiatan yang berkesan bagi anak-anak utamanya, ada yang memilih membuat karya gambar, lukisan, mewarnai dan seterusnya.
Ananda Aira memilih mengambil tema tulisan karena Aira seperti juga kakek dan ayahnya suka menulis. Agar memberi kesan  tulisan tersebut serta ingin memotivasi putri tercinta, maka orangtua  mengawal dan membimbing ananda Aira dalam membuat tulisan tersebut, selayaknya orangtua pada umumnya serta membantu juga dalam  pembentukan pola pikir ananda. Semua orang tua pasti ingin anaknya senang dan bangga, apalagi bila mampu menunjukkan kepedulian besar terhadap negaranya dan ditujukan kepada Presiden di negaranya sendiri.
Maka pada hari itu dipublish lah foto kedua orangtua yang sedang membimbing putrinya utk memaknai bahwa dalam hari Pendidikan Nasional, para pelajar berlomba melakukan hal terbaik di hari itu dan ananda Aira dengan didampingi kedua orangtua, (dalam rangka menginspirasi keluarga lainnya di Indonesia) bahwa peran kedua orangtua saat stay at home dan belajar di rumah saja menjadi momen maksimal untuk mendampingi putra putrinya. Sama sekali dalam hal ini tidak berfokus ke tujuan pengiriman surat, walau tulisan tersebut memang ditujukan ke Presiden.
Tulisan tersebut ditulis dalam bahasa Inggris, dengan maksud ingin menunjukkan bahwa generasi muda Indonesia harus lebih baik dalam segala hal dari generasi sebelumnya apakah cucu SBY, cucu bu Mega, cucu Jokowi ataupun cucu kita semua.
Sebagai bangsa besar dan beragam alangkah baik bila kita semua sebagai orangtua dari putra/putri anak bangsa di negri ini untuk memiliki kebesaran hati terus membukakan pintu-pintu kemudahan yang luas bagi mereka, tentunya support yang besar sangat dibutuhkan untuk mendukung mereka agar dapat tumbuh dan  berkembang menjadi pribadi-pribadi berani, mandiri, bertanggung jawab dan tangguh. Itulah kebutuhan bangsa Indonesia saat ini dan terus ke depan.
Tiada disangka dan tiada diduga, tidak terpikirkan sama sekali oleh orangtua yang memiliki niat baik untuk mendidik generasi muda Indonesia untuk saling menginpirasi dalam kebaikan, masih ada pihak yang begitu beraninya mengolah cerita ini sesuai kehendaknya sendiri dan merendahkan ibu serta anaknya. Itulah dampak ruang publik yang selalu membahas topik politik dan semua hal  selalu dikaitkan dengan politik, padahal ia bukan pelaku politik, namun ia menyemburkan lidah panasnya saja. Hal ini sangat disayangkan, di sisi lain sebagaian masyarakat berjuang untuk memajukan negaranya, sebagaian yang lain malah merusak ruang demokrasi.
Pertanyaan besarnya, sebenarnya siapa yang  membawa situasi ini ke ranah politik?  Ternyata bukan seorang politikus, hanya orang yang terlalu fokus  mengamati dan mencari peluang topik yang pada akhirnya untuk kepentingan sendiri agar namanya selalu menjadi center of gravity di ruang publik.
Betul Agus Harimurti Yudhorono (AHY) saat ini  adalah seorang ketua umum partai, tetapi di sisi lain ia juga seorang ayah bagi putrinya, AHY juga memilki keluarga, mereka sedang menjalankan kewajiban sebagai orangtua untuk membimbing putrinya. Apakah itu dilarang? Mungkin Denny Siregar harus mulai bertafakur diri bahwa andai ia di posisi itu.
Denny siregar harus bertanggung jawab karena membawa anak di bawah umur ke ranah politik. KPAI juga harus menindak tegas bagi pelaku ciberbullying terhadap ibu dan anaknya. KPAI harus sudah memiliki aturan tegas bagi siapapun yang membawa anak di bawah umur ke ranah politik, harus ditindak tegas sesuai hukum yang berlaku. Jadikan momen ini bagi UNICEF Indonesia dan KPAI untuk tidak membawa anak di bawah umur ke ranah politik di ruang publik.
Ruang medsos bukan semata prasarana bagi bidang politik saja tetapi juga ruang belajar, berkarya, bisnis dan lain-lain.
Sejatinya mari kita saling menghargai, di alam demokrasi bebas bagi setiap kita untuk merefleksikan aspirasi, argumentasi, dan pendapat tetapi jangan lupa menghirmati kebebasan berpendapat orang lain juga, saling menjaga ruang privacy setiap WNI. Ke depan jadikan hari-hari besar nasional menjadi momen baik putra/i anak bangsa untuk terbiasa menulis kepada tokoh-tokoh bangsa yang dianggap mampu mewujudkan suara-suara kecil mereka sebagai generasi penerus bangsa. Demokrasi sehat, rakyat bahagia.
Jakarta, 6 Mei 2020.
Dr. SusiLawati M.Han
WaKaDept. LuKamNas DPP PD.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H