Krisis energy. Tak ada frasa tersebut dalam kamus Ir. Slamet Sulaiman, seorang petani yang insinyur (atau insinyur yang petani) kelahiran Jombang, Jawa Timur. Pria yang memiliki dua putra dan satu putri ini tidak terlalu merisaukan kenaikan harga BBM untuk mengoperasikan Pabrik Gula Mini miliknya. Baginya, alam telah menyediakan sumber energi yang melimpah dan meruah. Bukan energi berbasis fosil yang konon semakin menipis dan harganya kian melambung, melainkan sebuah bentuk energi terbarukan bernama Biomassa.
Sebenarnya apa itu Biomassa? Secara harfiah, Biomassa didefinisikan sebagai segala materi biologis yang berasal dari makhluk hidup atau yang baru saja mati. Namun dalam konteks energi, Biomassa biasanya mengacu pada tanaman yang memang sengaja dipelihara untuk dijadikan bahan bakar (biofuel), tapi bisa juga mencakup materi tumbuhan atau hewan yang digunakan untuk tujuan lain. Ada empat kriteria dasar materi biomassa, yakni:
1.Kayu, termasuk kulit kayu dan serbuk gergaji.
2.Tanaman sumber energy (energy crop), yakni tanaman yang memang sengaja ditanam untuk tujuan konversi menjadi energi, misalnya tebu dan sweet sorghum yang kaya kandungan gula dan bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan (bio)ethanol.
3.Limbah industrial maupun produk samping dari industri manufaktur.
4.Residu produk pertanian, yakni bagian tanaman yang tidak digunakan sebagai bahan pangan, misalnya tongkol jagung, sekam padi, cangkang kelapa sawit, cangkang kelapadan cangkang kemiri.
Dari empat kategori biomassa di atas, yang terakhirlah yang banyak digunakan Pak Slamet dalam mendesain reaktor biomassa. Alasannya sederhana, Indonesia adalah negara yang dikarunia potensi agararis luar biasa. Hampir semua jenis tanaman dapat tumbuh di atas bumi Indonesia sehingga membuat berlimpah ruahnya produk pertanian. Dari kegiatan pengolahan produk pertanian inilah lantas dihasilkan residu yang bisa dimanfaatkan sebagai sumber biomassa, misalnya: sekam padi, tongkol jagung, cangkang kelapa sawit, kulit tanduk kopi, cangkang kemiri, dan lain-lain.
Lantas apa kiranya yang mengilhami pria 61 tahun ini untuk memilih biomassa? Adalah tak lain tak bukan berasal dari kitab suci agama yang dianutnya, Al Quran, tepatnya surat Yasin ayat 80 (“Yaitu Tuhan yang menjadikan untukmu api dari kayu yang hijau”). Maka berbekal ilmu dan pengalaman selama puluhan tahun mendalami rekayasa mesin juga mempelajari referensi dari negara-negara lain melalui dunia maya, mulailah Pak Slamet merancang reaktor biomassnya yang pertama. Rancangan ini beliau beri nama Reaktor Gasifikasi Biomassa.
Sebelum membahas lebih jauh tentang Gasifikasi Biomassa, mari kita lihat dulu sejauh mana Biomassa sudah dimanfaatkan oleh manusia.
- Pembakaran Langsung (direct burning)
Dari awal mula peradaban manusia terlahir di muka bumi, kayu sudah digunakan untuk menghasilkan api. Bahkan hingga kini, masih banyak masyarakat (terutama di pedesaan) yang memasukkan kayu bakar langsung ke dalam tungku untuk memasak.
[caption id="attachment_289675" align="aligncenter" width="424" caption="Biomass Direct Firing"][/caption]
- Pengarangan dan Bricketing
Generasi selanjutnya adalah pengarangan di mana Biomassa dibakar hingga menjadi arang dan selanjutnya untuk memudahkan penyimpanan, arang tersebut dicetak dan dipadatkan menjadi briket. Briket-briket inilah yang kemudian dibakar untuk menghasilkan energi.
[caption id="attachment_289676" align="aligncenter" width="300" caption="Arang Yang Dijadikan Briket"]
- Gasifikasi
Teknologi berikutnya dalam pemanfaatan energi Biomassa adalah Gasifikasi di mana Biomassa dibakar dengan menggunakan oksigen terbatas untuk menghasilkan gas sintetik yang mudah terbakar.
[caption id="attachment_289686" align="aligncenter" width="300" caption="Nyala Api Dari Gasifikasi Berbahan Sekam Padi"]
[caption id="attachment_289677" align="aligncenter" width="300" caption="Kompor Gasifikasi Berbahan Sekam Padi"]
Dan berikut ini adalah beberapa karya nyata Pak Slamet dalam hal penggunaan teknologi gasifikasi dengan menggunakan energi Biomassa:
1.Gasifikasi Biomassa untuk Pengeringan Padi - Madiun, Jawa Timur (2009)
Insinyur teknik mesin jebolan Insitutut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya ini mendesain sebuah Box Drier untuk mengganti fungsi Tower Drier yang berbahan bakar minyak tanah. Dengan Tower Drier, dibutuhkan 400 liter minyak tanah untuk mengeringkan 30 Ton padi. Dengan ditariknya subsidi minyak tanah, biaya pengeringan padi menjadi tak terjangkau, sehingga Tower Drier lantas menjadi monumen belaka.
Dengan menggunakan Box Drier rancangan Pak Slamet, 17 liter minyak tanah dapat disubsitusi dengan 70 kg sekam padi yang dapat dengan mudah diperoleh petani darihasil samping proses penggilingan gabah. Hasil samping proses gasifikasi ini berupa arang sekam yang selanjutnya dikembalikan ke lahan pertanian sebagai pupuk organik.
[caption id="attachment_289678" align="aligncenter" width="300" caption="Gasifikasi Pengering Padi Berbahan Sekam Padi dan Nyala Api Yang Dihasilkan"]
2.Gasifikasi Biomassa untuk Pembakaran Kapur – Rembang, Jawa Tengah (2009)
Pembakaran Calcium Carbonate untuk menghasilkan kapur tohor banyak dilakukan di daerah pegunungan atau perbukitan sekitar hutan. Pembakaran kapur ini menggunakan kayu bakar untuk menghasilkan suhu pembakaran di atas 950 derajat celcius. Sebanyak 10-12 truk kayu bakar diperlukan untuk menghasilkan 30-35 Ton kapur tohor. Kondisi ini, jika dilakukan secara terus menerus, akan berakibat pada rusaknya hutan di sekitarnya.
Oleh karena itu, Pak Slamet membuat sebuah Reaktor Gasifikasi untuk mensubsitusi kayu bakar ke sekam padi atau residu pertanian lainnya.
[caption id="attachment_289679" align="aligncenter" width="300" caption="Gasifikasi Untuk Pembakaran Kapur dan Nyala Api Yang Dihasilkan"]
3.Gasifikasi Biomassa untuk Dapur umum – Pondok Pesantren Tebuireng - Jawa Timur (2009)
Ponpes Hafalan Al Quran Tebuirengdengan 700 santri memerlukan minyak tanah atau gas yang cukup banyak guna memenuhi kebutuhan memasak makanan dan minuman. Untuk itu Pak Slamet telah membuatkan 1 unit Raktor Gasifikasi berbahan sekam padi.
[caption id="attachment_289680" align="aligncenter" width="300" caption="Gasifikasi Untuk Pondok Pesantren Tebu Ireng"]
4.Gasifikasi Biomassa untuk Pengeringan Tembakau – Nusa Tenggara Barat(2010)
Pak Slamet telah membuat 1 unit Reaktor Gasifikasi Biomassa untuk petani tembakau di Nusa Tenggara Barat. Reaktor ini digunakan untuk rumah pengering tembakau yang semula menggunakan minyak tanah. Biomass yang bisa digunakan di daerah tersebut misalnya adalah cangkang kemiri.
[caption id="attachment_289681" align="aligncenter" width="300" caption="Gasifikasi Untuk Pengeringan Tembakau"]
5.Gasifikasi Biomassa untuk Pengeringan Kopi – Malang, Jawa Timur (2010)
Kebun Kopi Malang Sari, Banyuwangi, Jawa timur adalah salah satu penghasil kopi luwak yang terkenal, untuk pengeringan kopi hasil panen sampai menjadi kopi kering diperlukan 400 liter IDO (Industrial Diesel Oil) per ton kopi kering.
Untuk konversi energi di kebun kopi ini, satu unit Raaktor Gasifikasi Biomassa telah dibuat oleh Pak Slamet untuk mensubsitusi minyak tanah dengan kulit kopi (coffee husk).
[caption id="attachment_289682" align="aligncenter" width="300" caption="Gasifikasi Untuk Pengering Kopi"]
6.Gasifikasi Biomassa untuk Pengeringan Bentonite – Tulungagung, Jawa Timur (2011)
Sebuah reaktor gasifikasi dibuat Pak Slamet untuk CV Makmur Bersama, sebuah perusahaan produsen bentonite powder. Reaktor ini dihubungkan dengan sebuah Rotary Dryer untuk mengurangi kadar air bentonite dari 35% menjadi 8%. Sebelumnya rotary dryer ini beroperasi dengan menggunakan bahan bakar 1200 IDO untuk menghasilkan 20 Ton bentonite kering. Dengan Reaktor ini, konversi energi bisa dilakukan dengan menggunakan cangkang/batok kelapa sawit sebanyak 2.5-3 kg untuk mengganti 1 liter IDO.
[caption id="attachment_289683" align="aligncenter" width="300" caption="Gasifikasi Untuk Pengering Bentonite (kiri) yang Dihubungkan Dengan Existing Rotary Drier (kanan)"]