Tax ratio pada hakikatnya selain menjadi ukuran penerimaan pajak juga menunjukkan beban pajak yang harus ditanggung masyarakat. Semakin tinggi tax ratio, semakin besar pula penerimaan pajak dan dengan demikian, semakin leluasa pemerintah membiayai penerimaannya. Tax ratio Indonesia relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara, negara anggota G-20, bahkan jika dibandingkan dengan negara-negara Afrika. Beberapa cara untuk meningkatkan tax ratio adalah dengan melakukan optimalisasi penerimaan pajak terutama dengan meningkatkan tingkat kepatuhan wajib pajak serta meminimalisir kebocoran penerimaan pajak sehingga Indonesia bisa sejajar dengan negara anggota G-20 dalam hal Tax Ratio.
Pada tanggal 16 Agustus 2023 lalu, presiden telah membacakan nota keuangan RAPBN untuk tahun 2024. Dalam nota keuangan tersebut dapat diperoleh beberapa informasi yang berkaitan dengan perekonomian Indonesia kedepannya. Salah satunya adalah pemerintah telah menetapkan target tax ratio 2024 sebesar 10,1% dari PDB (Produk Domestik Bruto). Target ini sedikit lebih meningkat dibandingkan dengan tahun 2023 yaitu sebesar 10%, dan kurang lebih hampir sama dengan target tahun 2022.
Untuk mewujudkan target tax ration ini, pemerintah akan melakukan beberapa kebijakan teknis sesuai dengan peraturan-peraturan yang sudah ada. Kebijakan tersebut diantaranya adalah perluasan basis pemajakan melalui integrasi NIK dan NPWP, penguatan kegiatan ekstensifikasi pajak, optimalisasi implementasi coretax sistem, optimalisasi kegiatan hukum perpajakan berkeadilan, hingga pemberian insentif fiscal terarah dan terukur.
Dalam mewujudkan target tersebut, diharapkan adanya sinergi serta kerja sama yang baik antara pemerintah dalam hal ini fiskus serta wajib pajak dalam melaksanakan segala rangkaian kewajiban perpajakannya. Salah satu tantangan yang dihadapi saat ini oleh negara Indonesia adalah dikarenkan masih rendahnya tingkat kesadaran dan kepatuhan wajib pajak. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti kondisi sistem administrasi perpajakan, pelayanan terhadap wajib pajak, pemeriksaan pajak, tarif pajak, penegakan hukum dalam pajak serta pengetahuan pajak. Â
Maka dari itu diharapkan kepada pemerintah untuk terus memberikan pelayanan alternatif yang terbaik kepada wajib pajak serta memberikan kemudahan dalam pelaksanaan kewajiban perpajakannya seperti sosialisasi pajak, pelatihan mengenai sistem perpajakan, dan peringatan yang tegas kepada wajib pajak yang kurang paham atau bahkan tidak mau membayar pajak. Selain itu diharapkan kepada wajib pajak agar terus berkonsultasi dengan Account Representative (AR) atau kantor pajak tentang tata cara pelaksanaan, saran atau masukan, serta langkah yang perlu diambil dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.
Referensi :Â
- Inggit Puspita Wardani, Chairil Anwar Pohan. (2021). Analisis Yurisdiksi Pemajakan Freight Cargo Dalam Angkutan Laut Internasional Berbasiskan Klausul Shipping Pada Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) Di Kantor Direktorat Jenderal Pusat Tahun 2019. Jurnal Ilmu Administrasai Publik. DOI: https://doi.org/10.31334/jiap.v1i2.2700
- Yudha Mardinata. (2019). Pajak Berganda Internasional Serta Penghindaran Pajak Berganda Internasional. Jurnal Fakultas Hukum.
- Seri Manajemen Perpajakan : PAJAK GANDA. (n.d.). (n.p.): GUEPEDIA.
- https://www.dpr.go.id/doksetjen/dokumen/apbn_Meningkatkan_Tax_Ratio_Indonesia20140602100259.pdf
- https://news.detik.com/kolom/d-6865018/struktur-ekonomi-dan-rendahnya-tax-ratio-kita
- https://nasional.kontan.co.id/news/tax-ratio-indonesia-cenderung-rendah-ini-penyebabnya
- https://klikpajak.id/blog/tax-treaty/
- https://www.pajak.com/komunitas/opini-pajak/sekilas-tentang-tax-ratio-atau-rasio-pajak-indonesia/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H