Mohon tunggu...
Hasna A Fadhilah
Hasna A Fadhilah Mohon Tunggu... Administrasi - Tim rebahan

Saya (moody) writer. Disini untuk menuangkan unek-unek biar otak tidak lagi sumpek.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengaku Paham Agama, tapi kok Suka Berkomentar Menghina?!

28 September 2020   19:52 Diperbarui: 28 September 2020   19:56 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Saya paham bagaimana sudut pandang ketidaksetujuan ini, tapi menurut saya tidak perlu kita berargumen dengan memojokkan. Sampaikan pendapat dengan mengedepankan etika, bukan hanya bersembunyi di balik akun palsu/kedua dengan tampilan profil foto animasi, yang tak senyatanya. Bukankah kita meyakini bahwa nilai-nilai Islam itu luhur?! 

Oleh karenanya, mari tidak sekadar dipahami secara teori, tapi juga dipraktikkan secara hakiki, bukan justru malah memaki-maki. Belum lagi yang malah menyerang dengan kasar akun yang menyetujui narasi DW dengan menjelek-jelekkan fisik, merendahkan dengan menyarankan untuk lepas jilbab. 

Tindakan tersebut tak ada bedanya dengan 'ad hominem' atau sesat pikir ini sering terjadi karena kurangnya pengetahuan atau keterampilan argumentasi. 

Dalam kasus ad hominem, mereka mencoba mendiskreditkan argumen lawannya dengan mengkritik penampilan atau latar belakang mereka, yang tentu saja tidak ada kaitannya dengan perdebatan tersebut.

Dan cyberbullying sejenis sangatlah marak di media sosial kita. Bagaimana ketidaksetujuan dalm suatu hal, membuat orang dengan mudah justru melancarkan sumpah serapah serta mendoakan keburukan tak terkira. 

Terhitung 37% anak muda menjadi korban bully online seperti tadi. Utamanya para perempuan yang kecenderungannya sebagai korban perundungan di internet lebih tinggi 15% dibandingkan laki-laki. 

Padahal dampak negatif cyberbullying sangat beragam, sang korban bisa berisiko mengalami gejala gangguan kesehatan baik fisik maupun mental hingga dorongan untuk mengakhiri hidup dengan bunuh diri. 

Sayangnya, masih banyak dari kita yang mengentengkan hal ini dengan alasan sebatas bercanda atau menganggapnya bukanlah hal yang serius. Saya khawatir, bila perundungan dianggap hal biasa, ke depan agama yang kita pelajari hanya sebatas formalitas semata.

Jika sudah begitu, keprihatinan Prof. Quraish Shihab yang menyayangkan hilangnya akhlak dalam interaksi sosial kita memang betul adanya. Sementara itu, jauh-jauh hari sebenarnya Rasul sudah mencontohkan bagaimana tetap mengedepankan adab, misalnya saat didoakan buruk oleh seorang yahudi yang datang menemuninya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun