Mohon tunggu...
Ishak R. Boufakar
Ishak R. Boufakar Mohon Tunggu... Pegiat Literasi -PI -

Pegiat Literasi Paradigma Institute Makassar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Perempuan yang Menjahit Luka

24 Februari 2019   14:41 Diperbarui: 24 Februari 2019   15:19 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

"Saya tidaklagi percaya kata-kata penyair. Bahkan taman ini!" setelah kalimat ini jatuh. Ataupun, setelah sore itu. Saya tidaklagi datang ke taman. Padahal biasanya, saya datang bersama Laki-laki brengsek itu, memadu kasih. Atau, sekadar temaninya menulis puisi berlembar-lembar, di sana. Telah saya akhiri sebuah kebiasaan: Tidaklagi percaya kata-kata penyair.

Ketika seorang perempuan jatuh cinta pada penyair. Di situlah malapeta dikibar. Karena cinta tidak penting bagi seorang penyair. Cinta hanyalah omong kosong. Agar puisi-puisi tetap lahir. Lihat saja puisi yang dibuat seorang penyair laki-laki! Bahkan, dia lebih tahu, bagaimana tubuh perempuan dipenggal menjadi puisi yang erotis. Penyair sama seperti manusia lain---homo homini lupus; menjadi serigala bagi manusia lain.

Saya memang tolol! Jatuh cinta kepada seorang penyair---mudah percaya kata-kata penyair. Padahal kata-kata hanyalah kata-kata. Tidak merubah apa-apa. Bukankah perempuan selalu terluka karena kata-kata?!

Jika kelak kita berpapasan di jalan. Kalian boleh menyapaku, Tolol. Terserah! Laki-laki brengsek itujuga, menyapa saya sesuka hatinya.

"Saya kagum dengan Ellen. Dia perempuan tangguh. Saya ingin kau seperti dirinya," saat kami berkencan di taman. Karena kegemaran menulis puisi dan sajak. Dia suka berimajinasi---dibayangkanlah saya adalah Ellen; perempuan yang mengasingkan diri ke gua Goblin. Untuk menghindari dari tuduhan pemberontak terhadap Raja James. Penyair ini, menerangkan kisah itu penuh khidmat.

"Di dalam gua, Ellen kerap merapal Ave Maria, dalam kanto ketiga sajak, Lady of the Lake." Sejak saat itulah, dia memanggil saya, Ellen.

Laki-laki brengsek itu. Dia memang populer. Karena kerap nongol di koran dan televisi. Parasnya bagai politikus, yang bikin gaduh halaman depan sebuah surat kabar atau jendela televisi, kala musim politik tiba. Dengan janji-janji manis---tuntas kemiskinan dan lapangan kerja. Tetapi, Laki-laki brengsek itu, muncul dengan kata-kata manis. Dibuat orang-orang terpikat. Di kota ini, perempuan tergila-gila sama penyair. Sebab, puisi serupa barang mewah yang dipajang di etalasi-etelasi toko. Diburu banyak orang.

Sampai di sini, kalian bisa tebak. Saya jatuh cinta pada Laki-laki brengsek itu, kerena apa? Sungguh! Dia tahu, bagaimana caranya memikat hati perempuan.

"Saya mencintaimu, Ellen," katanya penuh keyakinan. Merah merona pipi saya,

"Kamu telah membuat hati saya berbunga-bunga," sembari sebuah ciuman, saya kirim ke bibirnya. Bahkan seratus kali kami kencan, dia selalu mengulang-ulang katanya, dan kubalas dengan seratus ciuman, bahkan paling mesra.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun