Oleh : Diva Tiara Rizki, Maisyarah Ramadhani, Sischia Umratul Chaira
Nagari Sirukam adalah sebuah nagari yang terletak di Kecamatan Payung Sekaki, Kabupaten Solok, dengan ketinggian 600-1400 dari permukaan laut. Terdapat keunikan pada nagari ini yaitu budaya dan konservasi yang berjalan beriringan. Sebagai wilayah yang sebagian besarnya terdiri dari hutan, Nagari Sirukam menggantungkan hidup pada sektor hutan dan pertanian. Salah satu bentuk pengelolaan hutan di Nagari Sirukam ialah dengan adanya Hutan Nagari.Â
Hutan nagari atau hutan desa berbeda dengan hutan adat. Hutan Nagari adalah hutan negara yang dikelola oleh nagari dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan nagari. Sedangkan Hutan Adat berdasarkan Pasal 1 angka 6 UU No 41 Tahun 1999 tentang kehutanan adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat. Perbedaan hutan nagari dengan hutan adat ialah terletak dari dan untuk siapa pengelolaan hutan tersebut. Hutan nagari, dikelola oleh nagari dan manfaatnya dipergunakan untuk menunjang kehidupan masyarakat nagari. Sedangkan hutan adat dikelola oleh kaum adat dan manfaatnya untuk kaum adat.Â
Sistem kelola hutan nagari Sirukam yang berbasis konservasi ini tidak hanya habis pada pelestarian hutannya saja, namun juga mencakup pada pengelolaan hasil hutannya. Bentuk pelestariannya juga tidak hanya melalui pengelolaan oleh nagari tetapi juga melalui kebudayaan yang berkembang yang dipercayai sebagai salah satu cara tradisional masyarakat menjaga hutan nagari.
Hutan memiliki fungsi sosial, ekonomi, dan ekologis seperti dijelaskan oleh Blum (2004:1123). Bagi masyarakat, hutan berguna untuk pemenuhan kebutuhan hidup (FAO 2012:8) dengan mengembangkan agroforestry (Suryanto et al. 2013: 184), dan sumber mata pencaharian (Kusters et al. 2007: 436) sehingga kesempatan akses terhadap hutan menjadi sangat penting (FAO 2013:17; Maryudi dan Krott 2012:67). Dalam konteks sistem politik dan pemerintahan, pengelolaan hutan harusnya mampu mengentaskan kemiskinan dan memperluas kesempatan kerja dengan menghindari penggunaan lahan yang tidak efisien (Keizer 2005:169) dan memegang prinsip transparansi dan akuntabilitas (Brown dan Lassoie 2009:261). Pengelolaan hutan juga harus mampu menjamin hak dan tenurial masyarakat hukum adat (Molnar et al. 2011:1) dan mening-katkan kemampuan semua pihak dalam intervensi kebijakan (Kartodihardjo 2008:26-27). Kelestarian hutan dapat merepresentasikan bagaimana tata hubungan manusia dengan ekosistem hutan.Â
Hubungan manusia dan hutan dapat membentuk perilaku masyarakat yang lebih peduli terhadap kelestarian hutan seperti yang ditunjukkan oleh masyarakat Nagari Sirukam di Kecamatan Payung Sekaki, Kabupaten Solok di Sumatera Barat. Sebagai masyarakat Minangkabau, masyarakat Nagari Sirukam memiliki pengetahuan dan kearifan lokal tentang pentingnya keberadaan hutan yang lestari dalam menjamin kelangsungan aktivitas sosial ekonomi mereka. Pemahaman  tersebut lahir dari pengalaman panjang masyarakat selama hidup berdampingan dengan hutan dengan segala isinya dan dapat membentuk kearifan lokal dalam keseim-bangan hidup bersama alam seperti yang didefinisikan Mungmachon (2012:176). Hal tersebut mendorong KKI Warsi (sebuah LSM penggerak praktek kelola hutan berbasis masyarakat) memfasilitasi masyarakat Nagari Sirukam untuk memperkuat peran masyarakat dalam mengelola sumber daya hutannya.Â
Sebagai wilayah yang terdiri dari sebagian besar hutan, Nagari Sirukam sangat menggantungkan kehidupan melalui sumber daya yang dihasilkan hutan. Selain itu, diketahui bahwa sumber mata air untuk Nagari Sirukam hanya terdapat pada satu titik yang terletak di bagian wilayah hutan. Untuk itu, pengelolaan hutan di Nagari Sirukam perlu dilakukan. Dalam hal ini, maka dibentuklah Hutan Nagari Sirukam yang pengelolaannya dilakukan oleh nagari untuk hasil hutan yang bisa dimanfaatkan untuk masyarakat nagari Sirukam itu sendiri.Â
Hutan nagari ini di kelola oleh lembaga pengelola hutan nagari (LPHN) yang juga bekerja sama dengan KKI Warsi bertugas untuk menjaga hutan nagari dari illegal logging dan perusakan hutan, LPHN juga berguna untuk mempermudah masyarakat untuk memanfaatkan hasil hutan nagari maupun untuk manfaat lingkungan yang lainnnya.dasar pembentukan LPHN menurut udang-undang (UU) No. 18 Tahun 2013 Ruang lingkup undang-undang ini meliputi (i) pencegahan perusakan hutan; (ii) pemberantasan perusakan hutan; (iii) kelembagaan; (iv) peran serta masyarakat; (v) kerja sama internasional; (vi) pelindungan saksi, pelapor, dan informan; (vii) pembiayaan; dan (viii) sanksi.Â
Salah satu bentuk pengelolaan terhadap Hutan Nagari Sirukam ini adalah dengan adanya program pohon asuh. Pohon asuh adalah pohon yang memiliki donatur tidak tetap yang mendonasikan sejumlah uang dalam setahun untuk biaya pengelolaan pohon tersebut.Â
Pohon Asuh Nagari Sirukam dikelolah oleh LPHN dan memiliki anggota satgas Parimbo (perlindungan hutan) yang bertugas untuk memelihara hutan nagari terkhususnya pohon asuh. Tujuan utama diadakannya program pohon asuh ini adalah untuk melestarikan pepohonan yang ada di Hutan Nagari Sirukam, serta menjaga hutan dari maraknya penebangan liar (illegal logging).Â
Pohon yang telah diasuh akan ditandai dan mendapatkan jaminan untuk terus tumbuh. Pohon yang diasuh memiliki kriteria diantaranya diameter pohon 4 yang lebih dari 40CM, lokasi tumbuh pohon yang tidak berada di tepi jurang ataupun lokasi-lokasi lain yang cenderung rawan tumbang.Â
Pohon asuh memiliki induk asuh yang mana induk asuh ini adalah mereka yang memberikan donasi untuk pohon yang telah meraka pilih. Adapun meraka yang memberikan donasi berasal dari Masyarakat umum. Hingga saat ini, telah terdapat sekitar 531 pohon yang terindentifikasi siap untuk diasuh, dan telah ada sekitar 214 pohon yang sudah memiliki pengasuh. Untuk cakupan pengasuh pohon ditargetkan kepada masyarakat umum, bahkan sudah ada beberapa pohon yang pernah diasuh oleh kalangan artis.Â
Namun sangat disayangkan, program pohon asuh yang bertujuan untuk menjaga kelestarian hutan di nagari sirukam ini justru kurang didukung oleh masyarakat sirukam itu sendiri. Hampir tidak ada masyarakat sirukam yang mengasuh pohon di hutan nagari sirukam, hanya ada 1 dari 7 orang yang mengetahui program pohon asuh yang ada di nagarinya sendiri. Padahal, program ini sangat membantu masyarakat dikarenakan setelah dilaksanakannya pohon asuh ini, kegiatan illegal logging di nagari sirukam berkurang drastis, nyaris habis. Hanya saja, bentuk penebangan liar berskala kecil masih terjadi beberapa kali namun perbandingannya dengan sebelum adanya program pohon asuh ini sangatlah signifikan.Â
LPHN sebagai pengelola hutan nagari sirukam tidak hanya berfokus pada kegiatan pelestarian hutan, tetapi juga dalam pemanfaatan hasil hutan. Dalam hal ini, LPHN juga membuat program lainnya yaitu Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) yang menjadi wadah pemanfaatan hasil hutan di nagari sirukam. Terdapat 4 KUPS bentukan LPHN yang saat ini berjalan di sirukam, yaitu:Â
1. KUPS EkowisataÂ
2. KUPS KopiÂ
3. KUPS Lebah MaduÂ
4. KUPS Kompos Â
- Pemanfaatan Hutan Oleh Masyarakat Nagari Sirukam
1. Kelompok TaniÂ
Secara geografi, Nagari Sirukam merupakan salah satu nagari yang terletak di Kecamatan Payung Sekaki, Kabupaten Solok. Pekerjaan masyarakat di nagari tersebut mayoritas bertani. Akibat dari banyaknya masyarakat yang berprofesi sebagai petani, maka dibentuklah Kelompok Tani. Di nagari sirukam sendiri terdiri dari 40 kelompok tani. Beberapa pembagian kelompok tani yang ada di surukam yaitu: Kelompok Tani Kopi, Kelompok Tani Hutan, Kelompok Perempuan Tani, Dan lain – lain.Â
2. Taman Wisata Sirukam Dairy FarmÂ
Taman Wisata Sirukam Dairy Farm merupakan salah satu wilayah konservasi alam yang di naungi oleh LPHN. Perannya sebagaimana TWA pada umumnya, yaitu untuk melestarikan dan melindungi sebuah ekosistem yang disertai oleh fungsi-fungsi lainnya seperti ekowisata, pendidikan dan penelitian, serta konservasi kebudayaan setempat.
jadi, Sistem kelola hutan nagari Sirukam yang berbasis konservasi ini tidak hanya habis pada pelestarian hutannya saja, namun juga mencakup pada pengelolaan hasil hutannya. Bentuk pelestariannya juga tidak hanya melalui pengelolaan oleh nagari tetapi juga melalui kebudayaan yang berkembang yang dipercayai sebagai salah satu cara tradisional masyarakat menjaga hutan nagari.Â
Pohon Asuh Nagari Sirukam dikelolah oleh LPHN dan memiliki anggota satgas Parimbo (perlindungan hutan) yang bertugas untuk memelihara hutan nagari terkhususnya pohon asuh. Tujuan utama diadakannya program pohon asuh ini adalah  untuk melestarikan pepohonan yang ada di Hutan Nagari Sirukam, serta menjaga hutan dari maraknya penebangan liar (illegal logging).Â
Adanya Tindakan pemerintah terhadap kelestarian hutan nagari sirukam, maka pemerintah memberikan lahan yang dimana lahan tersebut di peruntukan kepada warga untuk mengelolanya, dengan ketentuan warga hanya di berikan hak pakai, dan nagari masih memegang hak milik dari tanah tersebut.Â
Masyarakat Nagari Sirukam yang sudah terbuka terhadap ilmu pengetahun serta modernisasi diharapkan terus memberikan inovasi-inovasi baru untuk menjaga kelestarian alam. Hal penting yang perlu diterapkan oleh masyarakat adalah tetap menjaga kerjasama serta terus memupuk rasa kepedulian untuk kelestarian alam. Banyaknya potensi alam yang dimiliki oleh Nagari Sirukam seharusnya dimanfaatkan dengan sebaik mungkin. Hal ini berguna untuk tetap menjaga kelestarian alam, menciptakan suasana yang asri, masyarakat yang damai, serta dapat juga meningkatkan perekonomian masyarakat di Nagari Sirukam.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H