Sehari setelah tiba di Pulau Rote, kami pun meluncur ke Titik Nol Kilometer Selatan Indonesia. Tepatnya sehari setelah hari ulang tahun ke-77 negara kita tercinta ini. Sebenarnya Titik Nol Kilometer tidak termasuk itenary perjalanan kami di Pulau Rote. Untuk ke tempat ini, kami tukar dengan Pantai Oelangga dan Bukit Dano Fulak yang harusnya merupakan tempat wisata yang akan kami kunjungi .
Kenapa kami bisa berkeinginan untuk mampir ke Titik Nol Kilometer Selatan Indonesia ini? Saat menunggu keberangkatan kapal ke Pulau Rote di tenda darurat Pelabuhan Tenau, saya sempat berbincang-bincang dengan salah seorang bapak yang tinggal di Pulau Rote. Beliau sempat menyebutkan tentang Titik Nol Kilometer ini. Hanya menurut beliau jalannya rusak.
Jadi saat berada di mobil jemputan dari bandara ke tempat makan, saya sempat menanyakan ke mas Ervan, guide kami selama di Pulau Rote, ada apa sih di Titik Nol Kilometer ini. Menurut mas Ervan, tidak ada apa-apa, hanya satu tiang saja. Tetapi ada pantai di sana. Begitu mendengar ada pantai, maka saya dan Indri, langsung mengiyakan untuk menjajaki Titik Nol Kilometer tersebut.
Pulau Rote merupakan salah satu dari empat titik nol kilometer Indonesia berada. Mulai dari Barat berada di Sabang, Timur berada di Merauke, Utara berada di Miangas dan Selatan di Pulau Rote.
Perjalanan ke Titik Nol Kilometer dari “Rumah makan Solo” sekitar 2 jam. Jam 08.00 waktu setempat kami sempat mampir ke Batu Bolong Termanu (tempat wisata ini akan saya tuliskan di artikel lain). Setelahnya kami langsung meluncur ke RM Solo untuk membungkus makan siang kami, yang akan kami bawa untuk makan siang di Titik Nol Kilometer.
Perjalanan menuju ke sana sangat menantang karena jalanannya yang rusak dan naik turun. Tetapi semua ini terobati dengan keindahan panorama alamnya. Dua jam perjalanan tidak terasa sama sekali.
Kita melewati bentangan persawahan yang menurut saya cukup unik. Berdekatan, tetapi bagaikan langit dan bumi kondisinya. Satu sisinya kering kerontang berwarna kecoklatan, sebaliknya sisi sebelahnya sangat hijau dan indah. Menurut mas Ervan, karena persawahan hijau itu masih ada aliran airnya.
Saat melewati kawasan hutan, kita disuguhi beragam pepohonan hijau di kanan kirinya yang menyegarkan mata.
Dan saat melewati kawasan pantai Dodaek yang nun jauh di bawah, kita akan terpesona dengan lanskap yang terpampang di depan kita. Warna air lautnya yang biru tosca, dipadu dengan birunya langit dan putihnya awan beserta hijaunya pepohonan di sekelilingnya.
Sungguh panorama alam yang sangat sempurna. Karena keindahan alam yang terpampang di depan kita, tanpa sadar kita akan berdecak kagum dan berucap “Indahnya Negeriku”. Tidak kalah dengan Hawai yang kita lihat di TV bukan? 😉
Mendekati Titik Nol Kilometer sedang ada pekerjaan pengaspalan jalan. Kecepatan mobil mulai dikurangi. Cuaca sangat menyengat. Kepulan debu terlihat sangat jelas di dalam mobil. Dan tanpa terasa akhirnya kami pun sampai ke tempat tujuan.
Ternyata seperti yang diinfokan mas Ervan, hanya ada satu tiang yang ada di sana. Dan dua buah pilar. Pilar tersebut adalah penanda titik nol yang dipasang pada tanggal 07 Oktober 1992 serta satu lagi pilar jejak kaki. Konon itu jejak kaki Kapolres Rote Ndao masa bakti 2015 yang sengaja diabadikan sebagai penghormatan warga karena datang berkunjung. Tidak ada tugu KM 0 seperti di Sabang.
Saat kami tiba, tidak ada orang sama sekali di sana. Hanya hembusan angin dan deburan ombak serta bendera Merah Putih yang berkibar dengan megah di sana. Menurut mas Ervan, sejak dia bawa tour, hanya 2x dia bawa ke sana. Sekali membawa seorang turis bule dan kali ini dengan kami.
Jangan berharap ada penjual makanan di sini. Jangankan penjual makanan, toilet pun tidak ada. Bisa diduga tempat ini jarang didatangi orang. Sayang sekali, padahal panoramanya begitu indah.
Melihat lanskap pantai di depan tiang, mengingatkan saya akan Pantai Mandorak yang berada di Sumba Barat Daya. Lanskapnya persis sama. Bedanya posisi dua buah batu karang yang “seakan-akan” menjadi penahan ombak di pantai. Di Pantai Mandorak, posisi dua batu tersebut horizontal sedang di pantai Titik Nol Kilometer posisinya vertical.
Panorama alam di Titik Nol Kilometer Selatan Indonesia ini sangat instagramable. Sangat memanjakan mata dan mendamaikan hati. Deretan karang dengan pantai yang menghadap ke Samudera Hindia, menjadi latar yang alami untuk mengabadikan moment kedatangan kita di sana.
Setelah puas mengexplore daerah ini, kami pun memutuskan untuk makan siang di pantai. Kami duduk di bawah pohon. Sebagai anak pantai dan pencinta wisata bahari, menikmati makan siang di pantai itu sesuatu banget. Kapan lagi bisa makan siang ditemani deburan ombak dan hembusan angin pantai….benar-benar anugerah Tuhan yang patut disyukuri. Thanks God🙏
Titik Nol Kilometer ini merupakan tempat yang sangat cocok untuk dijadikan sebagai tujuan wisata. Untuk itu, tentunya sarana dan infrastrukturnya harus dibangun. Jalanan yang rusak harus diperbaiki. Pembangunan sarana di tempat ini juga harus memperhatikan tata letaknya.
Jangan sampai seperti di Pantai Bolong Termanu, terdapat sebuah bangunan yang ditempatkan di dekat gazebo, yang menurut saya malah merusak keindahan tempat tersebut. Semoga bisa menjadi perhatian dari instansi terkait. Sayang sekali daerah yang begitu indah ini tidak dipromosikan.
Oya tidak ada signal di tempat ini. Jadi yang datang ke tempat ini bisa fokus menikmati panoramanya, bermain dengan ombak di pantai, berenang ataupun membaca buku di pantai.
Tempat ini cocok untuk refreshing, healing ataupun rekreasi.
Saya dan Indri sepakat, memutuskan untuk menukar itenary ke Titik Nol Kilometer, merupakan keputusan yang benar. Kami berdua tidak menyesal dengan keputusan kami melepas Pantai Oelangga dan Bukit Dano Fulak.
Bagi yang berkunjung ke Pulau Rote, pastikan Titik Nol Kilometer ini menjadi salah satu itenarynya. Dijamin tidak akan kecewa.
Pulau Sabang dan pulau Rote sudah kami sambangi. Mudah-mudahan ada kesempatan untuk ke Merauke dan Miangas.
Adakah kompasianer yang sudah mendatangi ke -4 titik nol kilometer tersebut? Bagaimana titik nol kilometer di Merauke dan Miangas? Apakah ada dibuatkan tugu seperti di Sabang? Atau hanya tiang dan pilar seperti di Pulau Rote? Bagaimana dengan keindahan alamnya? Silakan info di kolom komentar ya. Terima kasih.
Semua foto adalah milik pribadi, difoto oleh guide kami, @ervan_dimu.
Serpong, 25 Agustus 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H