Mohon tunggu...
sisca wiryawan
sisca wiryawan Mohon Tunggu... Freelancer - A freelancer

Penulis Cerpen "Astaga! KKN di Desa Legok" dalam buku KKN Creator (2024).

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Menjadi Saksi Perjalanan Cinta berkat Commuter Line

4 Januari 2025   13:57 Diperbarui: 4 Januari 2025   14:14 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Commuter line. Sumber gambar: dokumen pribadi.

Akhir tahun ini, aku dan Mama menghadiri acara pernikahan anak saudara misanku tanggal 29 Desember 2024 di Bumi Serpong Damai. Berdasarkan pertimbangan budget dan kepraktisan, kami pun memutuskan untuk naik commuter line. Apalagi pernikahan terjadi saat liburan Nataru. Sudah terbayang padatnya arus kendaraan bermotor di jalan raya.

Turun Lereng Gunung Halimun

            Perjalanan dari lereng Gunung Halimun (area perbatasan Kabupaten Bogor dan Sukabumi) hingga Bumi Serpong Damai (BSD) memakan waktu sekitar 3,5 jam. Jam setengah tiga subuh, suasana rumah sudah heboh karena Mama menginjak ranjau alias pup-nya kocheng tetangga yang terhampar manis di keset yang terletak tepat di depan ruang tidur. Dengan raut wajah innocent dan kedua mata hijau yang penuh dengan binar cinta, si kocheng krem menatap Mama yang bad mood. Mama paling tak tahan dengan aroma khas pup kocheng yang menghilangkan selera. Langsung si kocheng di-blacklist alias dikeluarkan dari rumah.

Gunung Halimun saat Pukul 6 Pagi. Sumber gambar: dokumen pribadi.
Gunung Halimun saat Pukul 6 Pagi. Sumber gambar: dokumen pribadi.

            Kami berangkat dengan GoCar tepat jam 5 subuh. Karena langit masih sekelam tinta gurita, aku pun menyalakan lampu senter smartphone-ku. Jika salah menginjak, berisiko berpindah ke alam lain karena jembatan tak ada tepi pembatas. Demikian pula dengan sisi kiri dan kanan jalan. Aku memalingkan pandang dari air sungai. Khawatir ada gadis centil yang cekikikan dan mengedipkan mata ...

            Sekitar sejam kami pun sampai di Stasiun Bogor. Turun di drop point untuk GoCar ataupun GrabCar. Lebih praktis dibanding turun di depan lapas Kota Bogor yang arus lalu lintasnya macet sekali. Biaya transportasi dari lereng Gunung Halimun hingga Stasiun Kota Bogor cukup mahal, yaitu 96 ribu Rupiah untuk GoCar. Wajar sih karena jarak tempuhnya jauh sekitar 23 km. Andai saja ada commuter line yang menghubungkan lereng Gunung Halimun ke Kota Jakarta dan Bandung, aku pasti menjadi penumpang pertama. Hehehe.

Perjalanan dengan Commuter Line

            Setibanya di Stasiun Bogor, Mama langsung mengisi kartu KRL sebanyak 20 ribu di loket. Untuk kereta api jurusan Bogor-BSD biayanya hanya sebesar 8 ribu Rupiah. Ekonomis banget. Sementara aku sudah mengisi e-toll Mandiri-ku sebesar 25 ribu Rupiah via GoPay. Ternyata, NFC-nya belum aktif. Smartphone-ku belum mendukung fitur tersebut. Huhuhu ... terpaksa diaktifkan dulu di Alfamart terdekat.

            Untuk sampai ke BSD, harus 2 kali transit. Pertama kali, naik kereta api jurusan Bogor-Manggarai. Lalu, Manggarai-Tanah Abang. Dan akhirnya, Tanah Abang-Rawabuntu. Dani, adikku yang petualang commuter line, sudah menuliskan rute di selembar kertas A4 yang disimpan rapi dalam tas Mama. Keluargaku sangat memahami kelemahanku yang buta peta. Alhamdulillah, selama ini belum pernah salah naik commuter line karena petugas KAI selalu memberikan petunjuk yang jelas walaupun harus transit beberapa kali.

Commuter line. Sumber gambar: dokumen pribadi.
Commuter line. Sumber gambar: dokumen pribadi.

            Dengan memperhatikan celah antara pijakan peron dan gerbong commuter line, aku dan Mama pun melangkah masuk ke dalam gerbong khusus perempuan. Takut terperosok karena langkah kaki kami pendek.

            Ketika duduk manis di commuter line, tiga gadis melirikku. Raut wajah mereka tercengang. Aku sih maklum karena make-up-ku menor anti angin tornado, angin topan badai, ataupun angin taifun. Aku tak ingin mengambil risiko tak sempat berdandan ketika tiba di spot pernikahan.

            Tak seperti biasanya, gerbong commuter line jurusan Bogor-Manggarai sama sekali tak padat. Mungkin karena hari Minggu, banyak warga yang berlibur. Jadi, bukan arus Jakarta-Bogor yang padat, melainkan Bogor-Jakarta.

            Di hadapanku, duduklah Vera, perempuan setengah baya asal Kalimantan Barat yang tetap bekerja di hari Minggu. Pemilik toko tempatnya bekerja di Depok sangat disiplin sehingga ia harus memakai masker walaupun wabah COVID-19 sudah berlalu. Beberapa penumpang commuter line yang lain pun memakai masker.

            "Suamiku orang Padang. Jika pulang kampung, pemandangan Bukit Barisan sungguhlah mempesona. Aku jarang pulang ke Kalimantan Barat. Orangtua sudah tiada. Hanya ada beberapa orang kerabat," ujar Vera dengan pandangan menerawang. "Liburan tahun baru kami hanya berada di rumah. Merayakan bersama keluarga inti saja." Tak berapa lama commuter line berhenti di Depok. Dengan penuh semangat, Vera yang telah turun di peron, melambaikan tangan. Commuter line pun kembali melaju.

            Gerakan commuter line membuat gerbong terayun-ayun. Akibatnya, beberapa penumpang jatuh tertidur bagaikan dininabobokan. Selain itu, suasana commuter line yang cukup lengang, AC, dan kebersihan tempat duduk, sangat mendukung penumpang untuk terlelap. Aku sungguh kagum saat mendekati tempat tujuan, mereka sudah bangun dan siap turun. Mungkin rutinitas di commuter line membuat tubuh mereka adaptif.

            Di Stasiun Manggarai, kami berderap mengikuti arus penumpang. Sungguh membuat encok, naik turun tangga karena pindah peron sembari membawa ransel berisi pakaian. Aku pun menuntun Mama yang mudah pusing jika naik turun tangga. Menurut Dani, adik laki-lakiku, ada lift dan escalator, tapi entah di sebelah mana. Tanpa menunggu sedetik pun, kami berganti commuter line yang siap menuju Tanah Abang. Barulah penumpang cukup padat hingga aku pun terpaksa berdiri. Tapi, tak berapa lama seorang penumpang pria mengalah dan memberikan tempat duduknya untukku. Terimakasih :P

            Transit kembali di Stasiun Tanah Abang yang ramai. Tak hanya dipenuhi para pekerja dan keluarga yang berdandan rapi dan santai untuk wisata, tapi juga para pria kekar yang membawa bungkusan-bungkusan barang dagangan. Dengan susah payah kami pun kembali naik tangga menuju commuter line jurusan Serpong. Commuter line jurusan tersebut cukup lengang. Kali ini kami duduk di gerbong campuran. Beberapa penumpang tampak duduk imut sembari merenung. Perjalanan dengan commuter line memang membawa banyak nostalgia. Aku jadi teringat dulu pernah hampir ketinggalan commuter line ketika hendak menghadiri suatu kompetisi. Saat melompat masuk, hampir saja terjepit pintu commuter line yang tiba-tiba hendak menutup. Untunglah, beberapa penumpang sigap menolong.

            Perjalanan dari Tanah Abang menuju Rawabuntu terasa cukup lama. Aku sudah tak sabar untuk menginjakkan kaki di Bumi Serpong Damai. Bertemu kembali dengan sanak keluarga yang tak kujumpai bertahun-tahun.

            Senangnya! Jam 7.30 kami sudah tiba di Stasiun Rawabuntu. Aku dan Mama pun mengisi perut dulu dengan risoles di Alfa Express yang terletak dekat pintu keluar stasiun. Enak juga menyantap cemilan pedas sembari merenung. Menatap aktivitas pengguna commuter line yang lalu lalang. Liburan Nataru memang membawa efek yang berbeda. Para pengguna commuter line tampak begitu bahagia dan antusias.

            Beberapa burung gereja iseng menendang daun kering di atas atap ke atas cardiganku. Setelah menepis daun-daun kering di atas bahu, aku pun mereguk teh botol dan siap meneruskan perjalanan.

            Menjadi saksi perjalanan cinta berkat commuter line. Happy wedding =)

Pernikahan. Sumber gambar: dokumen pribadi.
Pernikahan. Sumber gambar: dokumen pribadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun