Oh My God, tak mungkin aku satu keluarga dengan bocah iblis. Belum lagi roh nenek moyangku ialah harimau jadi-jadian yang gepeng. Sebenarnya, siapa aku ini? Aku tak akan terkejut jika suatu saat ada kunti yang menyatakan diri sebagai nenek buyutku!
Tama menatap wajahku yang pucat pasi dengan prihatin. "Ray, jangan kau pedulikan perkataannya! Kalian itu berbeda. Kau manusia dan ia iblis. Mana mungkin cahaya dan bayangan hidup bersama?"
Mendengar perkataan Tama yang terkesan meremehkan, si bocah iblis menggeram marah. Dengan sekali kibasan tangannya, vas keramik pun pecah berderai. Pecahan-pecahan keramik terbang mengelilingi Tama penuh ancaman. Aku langsung memeluk Tama. Walaupun Tama itu hantu kucing, siapa yang bisa menjamin Tama tidak lenyap menjadi abu seperti Tuyul Hitam ketika melawan bocah iblis.
"Ah, kau sangat menyayangi hantu kucing ini, ya?" Tanya bocah iblis sembari merenung. "Persis seperti Andri yang selalu cinta binatang."
"Aku tak mengerti mengapa kau membunuh warga desa dan menyantap jantung mereka? Mengapa kau memilih menjadi iblis?"
Bocah iblis tertawa terbahak-bahak. "Ray, kau senaif saudara kembarku. Aku ingin bersama Andri walaupun aku harus menjadi iblis. Aku sangat mencintainya."
Aku tertegun. Tidak menyangka kekejaman iblis ini karena cinta. Motifnya begitu sederhana.
"Mengapa kau bergeming? Kau tak mengira iblis juga bisa mencintai?"
"Tapi cintamu sangat egois. Kau mengorbankan nyawa orang lain."
"Nak, saat mati kita jadi menyadari banyak hal. Apa pun di dunia tak seindah yang kita bayangkan. Aku menjadi iblis sealami kau menarik napas," seru bocah iblis. Ia menghilang dari cermin.