HIHIHIHIHI.
        Bulu kudukku langsung merinding. Suara cekikikan kunti ini sangat berbeda dibandingkan dengan suara kunti pada film horor. Suaranya tinggi melengking dan sayup-sayup. Bukankah suara kunti jika pelan menandakan ia sangat dekat?
        Aku meraih Jurnal Hantu yang berada di sakuku. Kemudian, membaca mantera seperti biasanya.
Makhluk kegelapan kembalilah ke asalmu.
Aku membebaskanmu dari perjanjian terkutuk.
Mahkluk kegelapan terkurunglah kau di sini.
Abadilah dalam keheningan.
        Angin berdesir kencang ketika aku selesai membaca mantera. Tapi tidak seperti biasanya, kunti itu tidak terperangkap dalam Jurnal Hantu. Ia malah menyeringai dan memamerkan gigi taringnya. Aku mulai panik. Belum lagi aku menenangkan pikiranku, kunti itu lenyap dan tiba-tiba berpindah ke hadapanku dan Ranko. Ia tersenyum misterius. Jarak antara wajahnya dengan hidungku hanya 5 cm. Wajahnya penuh dengan coreng-moreng darah segar.
        WUAAA! Aku dan Ranko langsung lari pontang-panting ke halaman parkir kedai. Aku menstarter motor bututku sesegera mungkin.
        "Cepat, Ray. Aku sangat takut," desak Ranko.
        "Iya, aku juga takut. Manteranya tidak bekerja."