Mala tidak menjawab pertanyaan Danar. Ia hanya tersenyum manis dengan pikiran menerawang. Hubungan cintanya dengan Danar begitu mulus. Semua terasa begitu indah.
Pernikahan Danar dan Mala pun berlangsung dengan meriah. Hampir semua warga Dukuh Raya datang ke pernikahan mereka.
   Danar membeli sebuah rumah kayu yang cukup besar di dekat perbatasan desa dengan hutan. Rumah panggung itu tampak asri dengan banyaknya pepohonan sebagai latarnya. Jendela-jendelanya besar dengan tirai anyaman bambu yang artistik. Terasnya sangat nyaman hingga ia selalu menikmati kopi tubruk saat petang hari di area tersebut.
    Â
***
Akhir-akhir ini Dukuh Raya dicekam ketakutan. Para suami melindungi istri-istri mereka yang sedang mengandung dengan selalu memalang pintu rumah. Mereka berusaha tidak meninggalkan rumah saat malam hari untuk menemani istri-istri mereka. Para pria dewasa di Dukuh Raya pun melakukan patroli malam secara bergiliran.
 Â
   Sudah lima bayi yang mati mengenaskan dalam tempo dua bulan ini. Mayat-mayat bayi tersebut ditemukan di halaman rumah mereka atau pun tergeletak begitu saja di tanah perkebunan kelapa sawit.
Masyarakat Dukuh Raya sering mendengar lolongan mengerikan di tengah malam. Suara perempuan yang melengking tinggi menembus keheningan alam. Â Tidak ada orang yang tidak merinding ketika mendengar jeritan yang mencekam tersebut.
"POPO...POPO...POPO..."
Jika suara Popo terdengar, maka keesokan harinya pasti ada bayi yang menjadi korban keganasan hantu tersebut. Oleh karena itu, masyarakat Dukuh Raya menyebutnya Hantu Popo.