Mohon tunggu...
Siswanto Danu Mulyono
Siswanto Danu Mulyono Mohon Tunggu... profesional -

Usia sudah setengah abad. Semua orang akan mati, tapi tulisannya tidak. Saya Arsitek "freelance" lulusan Unpar-Bandung. Sambil bekerja saya meluangkan waktu untuk menulis karena dorongan dari dalam diri sendiri dan semoga berguna untuk siapapun yang membacanya. Sedang menulis buku serial fiksi "Planet Smarta" untuk menampung idealisme, kekaguman saya terhadap banyak hal dalam hidup ini, bayangan-bayangan ilmu pengetahuan yang luar biasa di depan sana yang menarik kuat-kuat pikiran saya untuk mereka-rekanya sampai jauh dan menuangkan semuanya dengan daya khayal saya.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

David Manuhutu, Bintang Muda Jazz Indonesia

4 April 2010   22:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:59 1797
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Java Jazz 2010 baru saja usai. Perhelatan akbar musik jazz kelas dunia tersebut sudah menjadi agenda tahunan yang sangat menarik banyak wisatawan domestik maupun internasional mengunjungi Jakarta.

Dengan harga tiket yang bervariasi antara Rp 200.000 s/d 2.000.000, Java Jazz tetap laris manis dan pengunjungnya penuh sesak tapi tertib.

 

Java jazz adalah sebuah fenomena baru wisata Indonesia yang layak untuk dicermati lebih jauh oleh pemerintah Indonesia. Dengan latar belakang kebudayaan daerah beraneka warna, seharusnya Indonesia memiliki potensi besar mengembangkan wisata budaya yang menyajikan atraksi-atraksi seni budaya yang menarik. Indonesia memiliki kekuatan besar di situ bila sanggup mengemasnya dengan baik dan menyajikannya ke hadapan publik domestik maupun internasional secara professional. Kita bisa menyaksikan bagaimana antusiasnya wisatawan manca negara mengunjungi Java Jazz dan Bali. Hampir setiap provinsi di Indonesia memiliki potensi budaya yang bisa dijual bila dikelola dengan baik, dan semua itu akan memberi berkah bagi masyarakat setempat. Java jazz memang tontonan moderen, tetapi bagaimana sebuah potensi wisata budaya bisa digelar dengan kemasan yang baik, itulah yang wajib dicermati.

 

Salah satu bintang muda musisi jazz Indonesia adalah David Manuhutu. Remaja 18 tahun, siswa kelas 3 SMA di salah satu sekolah swasta di Bandung ini barangkali kelewat cuek dengan statusnya sebagai seorang bintang jazz muda Indonesia yang sudah mengukir nama di blantika Internasional. Dia adalah seorang pemain piano handal dan menguasai beberapa alat musik yang lain, seperti gitar, bass-gitar dan drum.

 

Penampilannya kelewat “low profile”, bahkan teman-temannya serta gurunya sendiri banyak yang tidak menyadari kalau dia adalah seorang bintang muda yang cemerlang di blantika musik jazz dunia. Ketika profilnya dimuat di harian Pikiran Rakyat, banyak temannya terbelalak dan tak percaya bahwa itu adalah David Melchias Manuhutu temannya sendiri. Ia sama sekali tak pernah membanggakan dirinya sendiri dan bercerita macam-macam kepada kawan-kawan sekolahnya. Hanya beberapa teman dekatnya yang tahu hal itu. Kepala sekolahnya yang semula tak tahu kepiawaiannya di blantika musik jazz malahan sering menegurnya karena terlalu banyak bolos dan… tidur di kelas.. he..he..he. .(maklum, kadang latihan atau show sampai subuh).

 

Salah satu anak saya cukup dekat dengan David. Dialah yang banyak menjadi sumber utama tulisan ini. Ketika saya mengutarakan niat untuk menulis sosok David di Kompasiana, kontan David menolak mentah-mentah. “Ga mau! Malu! Saya ini apalah, dst…dst…” SMSnya yang terakhir berbunyi: “Ga mau, jujur ya saya teh orangnya males pisan, ga akan bisa jadi sumber inspirasi!”

 

Saya cari akal dengan sedikit ilmu psikologi alamiah (he..he..he..). Saya suruh anak saya membalas seperti ini: “Kalau soal kamu males dan suka molor di sekolah itu siapa yang kagak tau? (Plus emoticon melet). Tapi pikirlah dikit, setiap orang kan punya kemampuan spesial sendiri-sendiri. Tugasmu bikin orang lain terhibur lewat musik. Pokoknya kamu jangan bawel-lah, jawab aja itu pertanyaan yang sudah dikirim!”

 

Mungkin dia KO sehingga muncul juga jawaban pertanyaan tertulis yang sudah diajukan. He..he..

 

David lahir 1 Juni 1992. Ayahnya adalah Venche Manuhutu, gitaris Jazz Indonesia. Ketika saya tanya nama ibunya, jawabnya seperti ini: “Nama mami saya: Rifiana Ertini (panggilannya Ana), main musik sedikit2, tapi kesibukannya kerja.”

 

Sejak kapan belajar musik, Vid? Jawabnya:

“Belajar piano sejak umur 5, mantap di aliran jazz sejak kelas 2 SMP. Dulu ketika kelas 6 SD, pas disuruh les piano jazz, saya malah ogah2an, sampe si papa marah. Pernah juga ketika sedang les klasik, tapi saya ogah2an pisan, pokoknya sempet lagi les tapi saya malah maen komputer, itu mah sama si papa langsung dipukul pake ikat pinggang, saya langsung nangis deh.. huhuhu..(eh, tapi yg ini mah jgn ditulis ya.. malu.. hehe.. jgn diceritain ke siapa2 juga ya..)”

(Kwak..kakakak...Sori, Vid, sesama pecinta humor tak mungkin melewatkan hal-hal yang lucu)

 

Gurunya?

“Guru klasik: Ibu Lanny dari umur 5 sampe kls 3 SMP lalu lanjut ke Steven Sulungan (salah satu pianis klasik terbaik di Indonesia, tapi lesnya mahal bgt, 700rb per bulan per setengah jam, 1 bulan 4 kali pertemuan).

Guru jazz: Yahya dr kelas 6 SD sampe kelas 3 SMP lalu lanjut ke Imam Pras (salah satu pianis jazz terbaik di Indonesia) pernah juga dibimbing langsung sama “Living Legend”nya Indonesia, Bubi Chen utk konser ulang tahunnya Om Bubi.”

 

Setelah lulus SMA nanti, David berniat meneruskan sekolah musik di Manhattan School of Music – New York jurusan Jazz Performance. Berbagai panggung jazz telah disinggahinya, seperti: “Jazz Future” dan “Jazz-Break” di Bandung, Java Jazz dan Bale Jazz di Jakarta serta manggung di berbagai kota besar di seluruh Indonesia.

 

Tentang grupnya sendiri, David bercerita seperti ini:

“Saya punya banyak grup dan memang di jazz biasanya pemain sering ganti2 personil. Contohnya: Band saya yg kemaren itu (yang tampil di Java Jazz – penulis) namanya memang David Manuhutu Trio, tapi kalo misalnya pemaen bass/drumnya ganti, namanya tetep David Manuhutu Trio juga, kecuali kalo ganti format musik biasanya namanya berubah, misalkan jadi David Manuhutu & Friends atau David Manuhutu Quartet (kalo berubah format band), dll. Tapi memang yg lagi jalan mah grup saya yg ini (David Manuhutu Trio) & IYR (Indonesian Youth Regeneration Project). Yang IYR ini mau ngeluarin single, diproduserin sama Glenn Fredly.”

 

Tentang David Manuhutu Trio, David memperkenalkan rekannya yang pemain bass dan drum sbb:

“Nama pemain bassnya (karena bassnya gede, biasanya dia disebut pemain contrabass atau doublebass) Rudy Aru (nama aslinya Rudy Zulkarnaen, dia salah satu pemain bass terbaik di Bandung dan di Indonesia).

Nama pemain drumnya Ari Aru (nama aslinya Arifandi). Dia adiknya Rudy.

Oia, kalo diliat2 pertanyaannya kaya ulangannya Bu Guru ya..hehe.. =P”

 

David juga sering berkolaborasi bersama pemusik-pemusik senior ternama, seperti: Oele Pattisellano, Bubi Chen, Jeffrey Tahalele, Indra Lesmana, Arief Setiadi, Doni Sundjoyo & Titi Syuman, Nial Djuliarso, Lewis Pragasm (Malaysia), Logic (Australia), Tony Monaco dan Maurice Brown (USA), dll.

Begitulah kisah tentang Bintang Muda Jazz Indonesia ini. Kalau anda ingin tahu kepiawaian David, silakan klik link di bawah ini.

http://www.muziekjes.nl/david-manuhutu-trio-ritmiko-6709190-song.html

************

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun