Mohon tunggu...
Siswanto Danu Mulyono
Siswanto Danu Mulyono Mohon Tunggu... profesional -

Usia sudah setengah abad. Semua orang akan mati, tapi tulisannya tidak. Saya Arsitek "freelance" lulusan Unpar-Bandung. Sambil bekerja saya meluangkan waktu untuk menulis karena dorongan dari dalam diri sendiri dan semoga berguna untuk siapapun yang membacanya. Sedang menulis buku serial fiksi "Planet Smarta" untuk menampung idealisme, kekaguman saya terhadap banyak hal dalam hidup ini, bayangan-bayangan ilmu pengetahuan yang luar biasa di depan sana yang menarik kuat-kuat pikiran saya untuk mereka-rekanya sampai jauh dan menuangkan semuanya dengan daya khayal saya.

Selanjutnya

Tutup

Money

Negara Pengimpor yang Empuk!

3 April 2009   06:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   20:14 856
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Apa yang belum kita impor? Dari mulai peralatan industri berukuran raksasa sampai onderdil yang kecil-kecil sudah kita impor; dari susu sampai beras dan daging juga kita impor; bahkan sampai batikpun kita impor! Ya, jangan kaget kalau batik yang asli Indonesia itu sekarang buatan China, terutama yang berharga murah. Bahkan di era pemilu sekarang ini saya amat kawatir dengan membludaknya barang impor berkwalitas rendah yang amat murah harganya. Semuanya ini (menurut dugaan saya) demi kepentingan politis, seolah-olah pemerintah bisa mensuplai kebutuhan rakyat dengan barang-barang murah, tidak peduli dia masuk secara resmi atau selundupan; tidak peduli hal itu akan menghantam telak industri dan produk dalam negeri sekalipun.  Jawa Barat adalah wilayah yang empuk, wilayah dengan segmen pasar kelas bawah yang amat besar jumlahnya.


Apa salah mendatangkan barang murah yang diinginkan rakyat? Bukankah itu yang diinginkan rakyat sendiri? Oh, No! Itu tindakan yang bisa berakibat fatal terhadap daya juang bangsa ini untuk bisa hidup lebih mandiri dan berpikir jernih; untuk mengangkat harkatnya sendiri agar bisa sejajar dengan bangsa-bangsa besar lainnya di dunia. Ketahuilah: Tidak ada pedagang yang mau rugi. Kalau mereka bisa menjual produk murah, itu bukan karena mereka sinterklas, tapi benar-benar telah diperhitungkan dengan matang dari begitu banyak sudut, mulai dari mesin industri, berbagai tenaga ahli (dari operasional pabrik sampai pemasarannya), margin keuntungan yang amat kompetitif, sampai cara-cara pendistribusian yang legal maupun illegal. Otak pedagang adalah otak yang luar biasa rumitnya dan bercabang amat banyak serta tahan banting. Kalau anda jadi pedagang dengan daya pikir dan daya juang lemah, sudah bisa dipastikan usaha anda berumur pendek. Lebih baik anda banting setir ke sektor yang lebih aman, sekedar terima order dengan harga mepet atau seperti bangsa kita saat ini: santap produk murah luar negeri, mutu (bahkan sering ditipu) urusan belakang.

 

Sedikit saya tambahkan pengalaman saya ketika menemani teman saya berkunjung ke sebuah pabrik aluminium komposit di pinggiran Shanghai, China. Ketika masuk pabrik itu saya terheran-heran: Kok sepi? Apa pabrik seperti ini bisa mengekspor produk demikian mantapnya? Di pintu gerbang hanya ada seorang satpam yang sekaligus mengoperasikan pintu otomatis, maka mobil kamipun masuk ke lingkungan pabrik. Sepi dan dinginnya luar biasa, suhu udara sekitar 4°C waktu itu. Kami diterima kakak-beradik pemilik pabrik. Mereka berdua merangkap jabatan Bos, Personalia, Keuangan Sekaligus Pemasaran. Ada seorang pembantu laki-laki yang lain sebagai sekretaris dan kerja serabutan lainnya, mungkin pamannya sendiri.

 

Kemudian kami diajak keliling pabrik. Kembali saya tertegun: sepi. Hanya ada dua mesin pabrik yang bekerja otomatis dengan masing-masing seorang operator. Mesin itu memproduksi aluminium komposit dari gulungan lembaran aluminium tipis yang tengahnya diisi bahan semacam karet dan keluarnya sudah siap pakai sebagai bahan penutup tampak bangunan seukuran tripleks yang dipakai oleh banyak perkantoran, Bandar Udara, dll. Yang membuat saya juga kaget adalah: ketika barang jadi yang sudah terpotong rapi seukuran tripleks dan mengalir terus itu keluar dari tempatnya, maka seorang tenaga perempuan kusut mirip seorang petani China mengambil lembaran aluminium komposit seukuran tripleks itu seorang diri lalu dengan santainya "menerbangkan"nya ke tempat yang tersedia di sampingnya dan otomatis tertumpuk rapi! Sungguh, saya melongo! Betapa hebatnya perempuan itu, saya yang laki-laki tak bakal mampu melakukannya. Tekniknya menerbangkan lembaran aluminium komposit itu sungguh mencengangkan.

 

Kemudian saya melihat "forklift" datang mengangkut tumpukan aluminium komposit yang jelas amat berat itu, dan menaruhnya di tempat yang "siap ekspor"! Oh my God! Sebuah pabrik dengan nama produk cukup terkenal dan banyak dipakai di mana-mana, ternyata demikian simpelnya! Lalu kami ngobrol panjang lebar melalui penerjemah yang kami bawa, begini kurang lebih intinya:

 



Dia  :   Kalau anda mau mendirikan pabrik seperti ini di Indonesia, kamipun siap membantu mulai dari peralatan sampai tenaga operasionalnya untuk pertama kali.

Saya:   Oh ya? Apa anda jual mesinnya juga?

Dia  :   Kami di China ini sebuah jaringan, bukan sendiri-sendiri. Kalau saya memproduksi bahan seperti ini, maka saya juga berkesempatan menjual mesinnya dan tenaga ahlinya sekalian. Secara otomatis saya menjadi bagian dari pabrik mesin ini, biarpun hanya sebagai "sales", dan secara otomatis saya menjadi bagian dari pemerintah untuk menyalurkan tenaga ahli China kemanapun dibutuhkan.

Saya:   (Cuma manggut-manggut, dalam hati sekali lagi saya harus bilang: "Oh my God!" Jabatan rangkap berapa yang dia pegang? Mulai dari pemilik pabrik sampai calo dan pengekspor tenaga kerja sekalian, tanpa malu-malu lagi.) Lalu saya melanjutkan bertanya: Kemana saja anda sudah mengekspor barang-barang ini?

Dia  :   Ke Rusia dan beberapa Negara Eropa serta Amerika, juga untuk kebutuhan dalam negeri seperti Bandara-bandara dan kantor-kantor yang demikian banyak tersebar di China.

Saya:   Dengan pabrik sekecil ini?

Dia  :   Ya. Kalau produksi kurang, kami memiliki rekanan dimana-mana yang amat banyak. Sekali lagi, kami jaringan, bukan sendiri-sendiri. Ada asosiasi yang mengurus kerja sama kami. Anda bisa kemari juga karena melalui agen-agen kami. Tidak mungkin anda tahu tempat kami kalau tidak melalui agen. Jadi anda tidak perlu kawatir membeli produk dari kami mengenai ketepatan waktunya dan kwalitas seperti yang anda maui.

Saya:   Kwalitas yang saya maui? Maksudnya?

Dia  :   Di China, kami tidak pernah bicara tentang kwalitas kami seperti apa. Kami bisa membuat yang terbagus, bahkan lebih bagus dari yang ada di pasaran saat ini. Kami bisa membuat kwalitas standar, dan kami bisa juga membuat kwalitas seperti yang anda maui, yang termurah sekalipun. Orang luar negeri sering menganggap barang-barang kami barang murahan, padahal mereka sendiri yang minta seperti itu karena yang dipesan memang seperti itu. Kalau soal produksi, prinsipnya sama. Tapi murah atau mahal adalah tergantung material yang dipakai. Kami orang dagang, bodohlah kami kalau cuma bersandar pada keinginan kami sendiri yang belum tentu terserap oleh pasar. Jadi andalah yang pegang peranan terhadap mutu produk yang anda pesan sendiri, kami menyodorkan alternatif sebanyak-banyaknya dan membantu anda menemukan yang pas untuk kantong dan wilayah distribusi anda. Kami fleksibel.

Saya:   Apakah anda juga bersedia memberi nama produk pesanan kami sesuai dengan permintaan dari kami?

Dia  :   Ya, mengapa tidak? Meskipun ada batasan jumlah pesanan tertentu untuk itu. Kami memberikan dengan gratis pula, tanpa dipungut biaya tambahan. Jadi kami sediakan sekalian fasilitas percetakannya, kalau perlu disainnya juga. Kami tak akan mengecewakan anda.

Saya:   Luar biasa. Anda partner yang baik. Ngomong-ngomong, andaikata saya membuat pabrik sendiri di Indonesia, apakah akan lebih menguntungkan?

Dia  :   Tergantung Negara anda dan anda sendiri. Masing-masing Negara memiliki aturan sendiri-sendiri yang kami tidak tahu semuanya. Ada Negara yang berniat baik terhadap rakyatnya, seperti China ini, dan banyak pula Negara yang mempersulit rakyatnya sendiri.

Saya:   Anda bilang China baik terhadap rakyatnya? Seperti apa baiknya?

Dia  :   Penduduk China adalah terbesar di dunia. Apakah gampang mengurus rakyat sebanyak ini? Kami dididik untuk saling melengkapi satu sama lain. Negara berusaha keras mempermudah rakyatnya dengan berbagai cara. Anda tahu, mengapa kami banyak menang bersaing di tingkat internasional? Ada banyak strategi yang kami jalankan dengan konsekwen dan Negara mendukung. Saya ambil satu contoh saja. Soal aluminium ini, misalnya. Mengapa Negara kami bisa menjual aluminium demikian murahnya? Tak lain adalah karena Negara ini menjadi Bandar terbesar dari aluminium skrap (aluminium bekas pakai) yang rajin dikumpulkan dari seluruh penjuru dunia. Aluminium ini diolah kembali dan hasilnya yang murni disatukan dengan aluminium baru sehingga didapat harga beli yang jauh lebih murah dibandingkan jika kita melulu menggunakan aluminium baru semua. Hal ini dilakukan juga terhadap produk plastik, besi, dll. Pemerintah tidak mau mengambil keuntungan sendiri untuk kerjanya itu, mereka memberikannya kepada rakyat, agar rakyatnya yang milyaran jumlahnya ini bisa bersaing di kancah internasional. Ngomong-ngomong, bagaimana dengan Negara anda sendiri?

Saya:   (Mati aku..., mo jawab apa?) Dengan malu-malu saya jawab: Negara kami sedang belajar untuk jadi baik. Sekarang memang masih amburadul karena anda tahu sulitnya orang yang baru belajar, maka saya datang kemari, untung ketemu anda. (Udah, pendek aja, daripada tambah malu)

Dia  :   Saya dengar di sana banyak birokrasi yang menyulitkan dan tenaga kerjanya rewel. Saya melihat sendiri dari TV, banyak demo di sana.

Saya:   Ya..ya.., memang baru segitu belajarnya. Tetapi mengapa anda tidak mempekerjakan orang lebih banyak lagi untuk membantu Negara menyalurkan tenaga kerja yang demikian banyaknya?

Dia  :   Dagang adalah dagang, tidak bisa dicampur-adukkan dengan urusan sosial. Kami memiliki cara sendiri untuk urusan sosial, ya melalui asosiasi kami sendiri. Dagang adalah urusan efisiensi dan strategi.

Saya:   Baiklah. Jadi menurut anda, bagaimana kalau saya buat pabrik seperti ini di Indonesia?

Dia  :   Kalau jujur, lebih baik anda pesan barang jadinya saja. Produksi anda tak akan menang bersaing harganya dari produksi kami. Dari awalnya anda sudah tak akan mendapatkan bahan baku yang murah dan efisiensi kerja yang baik.

Saya:   Efisiensi itukah yang membuat Negara anda maju?

Dia  :   Ya, itu salah satunya yang amat menentukan. Banyak Negara dari seluruh dunia berinvestasi di China karena masalah efisiensi ini. Kami juga memberi perlindungan dan fasilitas yang amat baik kepada mereka: peraturan yang mudah, jalan-jalan dan sarana transportasi yang baik, juga peti kemas dan pelabuhan. Akhirnya mereka juga memberi kami timbal-balik yang baik: lapangan kerja buat rakyat kami. Salah satu falsafah orang China adalah pantang mengecewakan orang yang telah menolong kami.

Saya:   Anda baik sekali. Kami beruntung bertemu anda.

 

Itulah kisah pendek pertemuan kami yang membuat saya perlu mengabarkan kepada anda, khususnya para pengambil kebijakan di negeri ini, agar tidak terus-menerus bersikap sembarangan dalam bertindak. Kalau kita hanya bisa terus-menerus mengimpor, berarti kita meletakkan posisi kita sendiri di tempat yang amat berbahaya. Dengan banyak mengimpor susu, maka para peternak sapi perah di negeri sendiri akan mati karena tak mampu bersaing dengan harga produk impor. Terkecuali pemerintah sanggup membeli semua produksi susu lokal untuk dibagikan kepada seluruh anak sekolah di negeri ini setengah gelas seorang setiap harinya. Dengan banyak mengimpor paha ayam dari Amerika, maka para peternak ayam pedaging juga kelimpungan, padahal mereka semua sudah susah dan tinggal sisa-sisanya. Dengan mengimpor batik dari China, berarti kita membunuh produk dalam negeri, terkecuali seluruh PNS diberi seragam batik lokal. Juga, dengan mengekspor rotan mentah dalam skala besar-besaran, maka berarti membunuh produk mebel rotan lokal di kancah internasional. Bahkan tak heran suatu saat kitapun mengimpor mebel rotan dari China. Yang terpenting dari semuanya adalah perhatian untuk meningkatkan daya saing dan perlindungan yang memadai sebelum daya saing produk lokal membaik dan sanggup bersaing dengan produk impor. Jika tidak ada usaha yang sungguh-sungguh, maka banyak produk lokal yang pasti akan mati karena kalah bersaing dengan produk impor, dan itu artinya menambah derita rakyat yang sudah susah. Kita tidak bisa menyalahkan para pengusaha yang bergerak di perdagangan bila mereka mengimpor bermacam-macam produk murah dari luar negeri. Dagang ya dagang, tak bisa dicampur-adukkan dengan masalah sosial. Pemerintahlah yang harus jadi Juri yang bijaksana, agar produk dalam negeri tidak makin mati. Jangan malah pemerintahnya sendiri main gila dengan main hantam mengimpor barang murah terus-terusan demi menarik simpati rakyat tapi menghancurkan mental wiraswasta para pelaku usaha di negeri ini. Lebih jauh, segera tata segala birokrasi di Negara ini, perbaiki jalan-jalan rusak, beri pelayanan yang baik untuk para penolong dari Negara seberang yang mau berinvestasi di sini, jangan malah dirongrong.  Kita juga harus mulai berani mencoba membuat dan me"manage" sendiri produk-produk lokal berskala besar seperti mobil, motor, kereta api, kapal, alat-alat berat, dll sehingga bisa muncul produk lokal yang berkwalitas dan murah harganya. India saja bisa, masak kita cuma celangap terus. Makanya pakai itu tenaga pintar dan berbakat dari Negara sendiri, jangan malah diekspor terus atau ditelantarkan karena tak tau mau diapakan. Apalagi wadah awalnya sudah ada di Bandung: IPTN yang sekarang dengar-dengar malah bikin antena TV (mudah-mudahan salah dengar).

 



Yang lebih celaka lagi, jika setelah semua produk lokal mati, tiba-tiba harga produk impor melonjak tajam! Nah lo.., celakalah kita semua! Jadi, janganlah hanya punya pikiran: Mau Sembako murah, Mom? Belilah produk impor!

 


******************

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun