Mohon tunggu...
Sirun Muyassirun
Sirun Muyassirun Mohon Tunggu... Pengusaha - Internet Marketer -

Seorang muslim yang menjadi suami sekaligus ayah yang dulu punya cita-cita menjadi penulis.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Shalat Jamaah Pertama

14 Januari 2015   14:17 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:10 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sayup-sayup adzan terdengar merdu nan indah. Kulihat dua orang tua yg sangat ku cintai membuka pagar hendak keluar rumah. Sepintas terlihat sejadah dan abaya (rukuh) di tangan mereka. Hatiku tergetar. Tiba-tiba rasa senang bercampur ragu dan tanda tanya menyeruak... Benarkah apa yg sekarang ada di pikiranku? Akankah ini jawaban dari semua doa-doaku? "Mau kemana Yah...?" Tanyaku dengan suara sedikit bergetar. "Mau sholat..." jawabnya sambil tersenyum. Jantungku tiba-tiba meningkatkan ritmenya seiring rasa penasaran yg kian membuncah. "Sholat di mana Yah...? Pertanyaan itu langsung meluncur cepat berharap jawabannya menjadi penegasan akan harapanku selama ini. "Di Masjid depan..." Aku terpaku seakan tak percaya. Alhamdulillaah, hatiku memekik. Seakan tak percaya, kutatap mata tuanya lamat-lamat dgn wajah sumringah. Beliau membalas dgn senyuman yg bertambah lebar disertai tatapan mata yg bersinar seakan-akan menjawab keraguanku. "Alhamdulillaah..." batinku berteriak keras tak terdengar. Langsung kupeluk tubuh kecilnya yg mulai renta. Kudekap erat, erat sekali seiring tangisan bahagiaku. Kubiarkan Ibu disamping beliau tersenyum haru, ikut larut melihat air mataku yg terus mengalir ditambah suara sesenggukan yg terdengar lirih. Alhamdulillaah... ya Rob. Akhirnya setelah bertahun-tahun mereka tidak pernah mau sholat di masjid lain. Akhirnya... --- Sementara aku masih larut dalam suasana itu, tiba-tiba tubuhku terasa dingin. Dingin yg menusuk... Lalu mataku seketika terbelalak, sadar, bangun terduduk sesenggukan di atas kasur. Maa syaa Allah... It was soo real. Terasa sangat nyata. Sesenggukanku berlanjut, sedikit kecewa, lalu berharap dalam hati semoga semua benar-benar nyata. Di sampingku beberapa buku berserakan. Kuraih remot AC dan kulihat 23*C. "Mungkin ini yg membuatku kedinginan", batinku. Ya... dengan ukuran ruangan kamar kos yg tidak lebih dari 4x4 meter, semprotan AC dengan suhu segitu terasa sangat dingin bagiku. Aku masih duduk mengingat-ingat bunga tidur tadi. Mengangkat kedua tangan lalu memanjatkan doa... --- [Beberapa hari kemudian] Aku mendapat kabar kalau semua akan pergi menjenguk nenek yg sedang sakit (Semoga Allah segera menyembuhkan beliau). Kami janjian akan silaturohim dan bertemu di sana. Akhirnya aku bertemu dengan mereka yg kucintai. Ayah, Ibu dan adik-adikku yg cantik-cantik. Suasana menjadi hangat dengan keramahan, senyuman, canda dan tawa obrolan khas keluarga. Aku dan Ayah duduk di ruang tamu sementara yg lain dengan kesibukannya masing-masing. Seperti biasa, kami ngobrol tentang hal-hal umum, tidak membahas perihal agama hingga beliau bertanya. "Teman kamu yg dari Kalimantan yg pernah ke rumah itu, siapa namanya?" "Ooo... Itu mas Yusuf, Yah..."

Sirun Muyassirun

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun