Zikir zhahir (nyata/keras) itu dengan melafalkan lafadz-lafadz berulang-ulang bahkan sampai ada yang ekstasi, lebur, dimaksudkan untuk membangun ketersambungan itu. Sebagian yang lain melafalkannya secara sunyi (khofi). Tidak bersuara tapi batin nya melafalkan berulang juga, bedanya tanpa suara.
Sebagai orang yang percaya dengan kemampuan-Nya, jangan pernah ada rasa putus asa menghadapi ini. Prinsipnya jangan ikut dalam “permainan” mereka yang melakukan perbuatan jahat itu. Kejahatan berangkat dari nafsu, nafsu diibaratkan api, saat tak terkendali itu akan membakar mereka sendiri. Berzikir selain untuk kedekatan dan ketersambungan juga mendatangkan ketengan jiwa para pembacanya. Jiwa yang tenang jadi semacam air. Adem. Pada gilirannya dapat menolak dan membentengi diri dari aura buruk mereka yang tida suka.
Dilain piihak kenapa air juga dijadikan media untuk menyembuhkan penyakit. Selain 1 dari 4 unsur proses dasar penciptaan manusia, selain udara, api dan tanah. Air dan menjadi seperti air dapat menolak semua aura ghaib itu.
Satu hal lagi, orang yang terkena serangan gaib, umumnya dalam posisi kosong batin, tidak dalam ketersambungan dengan-Nya juga secara fisik biasanya sedang lemah. Mungkin karena pengaruh pikiran, lalu tidak bisa tidur, artinya kurang tidur. Jadi ‘kena’nya seseorang lebih pada kombinasi berbagai kondisi, terutama kondisi fisik dan psikis mereka dalam posisi tidak siap.
Semua itu buat saya tidak perlu dibuktikan, hal ini bukan persoalan empirik yg perlu pembuktian. karena soal batin itu soal rasa. Hanya mereka yg terlibat didalamnya yang bisa merasakan itu. Realitas itu mengisyaratkan kita untuk menerima nya bukan untuk memperdebatkannya.
Salah satu solusi nya memperkuat pertahanan batin diri, selain pisik dan psikis nya. Sebagai masyarakat yang tinggal di wilayah timur, kita harus dalam posisi siap menghadapi persoalan hidup apapun. Termasuk terkait dunia gaib itu.
Meski ada yang menolaknya, dan mengatakan itu nonsens, biarkan itu sebagai pilihan-pilihan pendapat seseorang. Tapi untuk meniadakannya biasanya tidak mudah, karena ia juga realitas dalam dimensi berbeda. Buat saya menolak itu sama saja, menolak realitas yang lain yang memang ada. Ibarat nyawa, ia kan hidup terus menjadi bagian dari hari-hari kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H