Mohon tunggu...
Sirojudin Mursan
Sirojudin Mursan Mohon Tunggu... profesional -

ingin terus belajar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Polesan Cemong Calon Anggota Dewan

30 November 2013   14:24 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:29 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tiap kali tampil iklan caleg kok pada alergi, ada apa ya?

Baiknya kita tengok ke belakang. Pada pemilu-pemilu yang lalu banyak caleg, yg promosi, berjanji dengan lisan, tulisan ataupun banner iklan. “kalau jadi anggota dewan sy akan melakukan ini..itu…”.Janji itu diucapkan sering kali tidak sekedar ucapan saja, bahkan diberi bumbu-bumbu manis, dan diperkuat dalil agama. Intinya mereka akan menepati janji itu setelah jadi anggota dewan.

Setelah jadi, apakah janji itu ditepati.Ada sebagian yang menepati, sebagian lagi bahkan sudah lupa apa yang mereka janjikan saat kampanye itu. Buat mereka janji itu semacam “silat lidah” tipu-tipu untuk memuluskan jalan.

Saat pemilu berikutnya, yang janji sudah lupa, yang dijanjikan masih ingat. Yang terpikirkan oleh mereka yang dijanjikan, dulu saja mereka tak menepati janjinya yang akan datangpun pasti akan melakukan yang sama. Bersilat lidah kembali, mengumbar harapan, dan cerita kosong.

Berdasar pengalaman tersebut, pemilih sekarang cerdas. Tak lagi menganggap janji itu sebagai janji betulan. Mereka hanya menempatkan janji itu sebagai omongan lepas saja. Didengar lalu dilupakan. Yang dipikirkan oleh mereka hari ini, kalo ada calon dating, bawa sembako kasi “ongkos pulang pergi + uang saku” itu diambil, seperti iklan KPU (atau apa ya ?), “ambil uangnya saja” soal pilihan itu urusan lain. Hak prerogative pemilih, bebas.

Jadi jangan salahkan masyarakat jadi opurtunis begitu, Ambil enaknya dan meninggalkan ‘kewajibannya’.

Mengiklankan diri itu tidak harus pamer kebaikan. Menjadi baik hanya dalam iklan, Memoles rupa seakan dermawan. Seakan menjadi orang paling baik sedunia. Personal branding itu dibangun lama, seorang disebut baik karena memang dalam kehidupan keseharian dan hari-harinya memang orang baik. Jadi kedermawanan polesan itu tak punya arti apa-apa buat pemilih cerdas. Walau semua kekayaan sang calon dikuras abis untuk memoles tak kan punya bekas apa-apa. Tapi bila polesan itu dimaksudnya sebagai ‘pemanis’ saja, dan dasarnya memang sudah manis, pasti polesan itu jadi punya arti. Konsetuen menganggapnya semacam ucapan terima kasih. Dan hati kecilnya sudah punya ingatan pada siapa ia memilih.

Ada banyak calon yang tak pernah beriklan, tapi ia sudah kadung (terlanjur) dicap orang baik dan orang jujur biasanya sangat muah Ia melenggang tanpa beban. Tanpa perlu jual tanah rumah hanya untuk biaya memoles wajah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun