Terlepas dari isu kecurangan yang ada, seperti putusan Mahkamah Konstitusi yang meloloskan gibran sehingga menjadi cawapres Prabowo, isu politisisasi bantuan sosial, hingga menteri yang secara terang terangan kampanye mendukung paslon, di mana menurut saya itu harus diproses, karena bisa jadi rujukan pemilu selanjutnya, dan tentu sangat buruk bagi demokrasi kita.Hasil pilpres ini sudah sesuai jika ditilik dari perspektif marketing, khususnya untuk Ganjar Pranowo.
Secara positioning, meminjam bahasa marketing ala Hermawan Kartajaya, Ganjar ini lemah sekali. Positioning melanjutkan pembangunan saat ini melekat pada diri Prabowo, bagaimana tidak? Anak kandung Presiden Jokowi adalah wakil Prabowo, ayah mana yang tidak mendukung karir anaknya?Â
Belum lagi kode-kode yang diberikan Presiden Jokowi, seperti mengacungkan dua jari dari kaca mobil saat berkunjung ke Jawa Tengah, makan berdua bersama Prabowo sehari sebelum debat capres, dan kode-kode dukungan lainnya.Siapapun tahu itu.
Sementara itu, positioning perubahan itu melekat pada diri Anies Baswedan. Sedari awal mantan Gubernur DKI Jakarta itu sudah menggaungkan perubahan.
Demikian juga dengan partai pengusungnya PKS, Nasdem, dan Demokrat yang meninggalkan koalisi karena Anies memilih Cak Imin menjadi wakilnya. Jadi secara positioning posisi Anies sangat kuat, sama seperti Prabowo, positioning kedua paslon tersebut tidak abu-abu. Yang satu melanjutkan, yang satu membawa perubahan.
Lalu bagaimana dengan positioning Ganjar Pranowo? Nah disinilah masalah mantan Gubernur Jawa Tengah itu. Ganjar berdiri di antara "melanjutkan dan perubahan" positioningnya kurang tegas, masih terasa abu-abu.
Sebenarnya bagus sih, karena Ganjar menjadi jalan tengah antara keberlanjutan dan perubahan. Artinya Ganjar siap melanjutkan yang baik, dan merubah apa yang buruk. Tapi jalan tengah yang ditawarkan Ganjar tidak menarik ditengah perilaku masyarakat kita yang begitu mudah terpolarisasi.
Masyarakat kita belakangan begitu mudah jatuh dalam fanatisme, terbukti, belum mendengar visi misi dari para paslon, tapi masyarakat kita sudah bisa menentukan pilihannya. Milih berdasar apa ? Bisa jadi berdasarkan aura, atau faktor kesukaan saja.
Adalah baik cara Ganjar menawarkan diri pada masyarakat, sebab faktanya ada banyak kekurangan dalam pemerintah yang eksis saat ini. Seperti perusakan lingkungan, makin merosotnya produksi pertanian, makin lesunya dunia pendidikan, dan berbagai masalah sosial lain yang kurang mendapat perhatian dari pemerintah karena terlalu fokus membangun infrastruktur seperti jalan tol dan Ibu Kota Nusantara (IKN) misalnya.
Tapi sesuatu yang baik belum tentu laku, rakyat mau yang kalau tidak perubahan ya melanjutkan, titik. Gak pakai koma. Gak pakai embel-embel apapun. Inilah yang menurut saya menjadi titik lemah Ganjar, positioning yang kurang jelas.Â