Mohon tunggu...
Mohamad Akmal Albari
Mohamad Akmal Albari Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Hukum Tata Negara

a piece of life, chill out!

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Kompos Manusia, Menuju Peradaban Ramah Lingkungan (?)

20 Januari 2023   02:50 Diperbarui: 20 Januari 2023   02:52 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hidup dan matinya manusia tidak terlepas dari asal-muasalnya, yaitu tanah. Sebagai ciptaan paripurna Tuhan, manusia mencari berbagai cara merawat kehidupan di bumi. Salah satunya adalah mewujudkan ide-ide ramah lingkungan. Perawatan tak hanya meliputi apa yang di luar diri manusia saja, selayaknya manusia perlu di urus dan di rawat dengan baik bahkan setelah kematiannya.

Beberapa tahun ke belakang, ide yang menjadi sebuah solusi baru dalam mengurus jasad manusia adalah mengubah menjadi kompos. Sejak tahun 2019, salah satu negara bagian AS, Washington membentuk regulasi tentang kompos manusia. Terlepas dari itu, konteks agama dan budaya mengurus jasad manusia memiliki cara yang berbeda-beda.

Demikian, negara-negara Barat secara bertahap melegalkan manusia menjadi kompos, dari Washington (2019), Colorado dan Oregon (2021), Vermont dan California (2022) dan New York (2023). Para pemangku kebijakan menyutujui bahwa proses mengurus jasad manusia melalui pengomposan merupakan langkah alternatif mendukung ramah lingkungan.

Manusia kini benar-benar bisa terurai dan dimanfaakan kembali, kompos yang merupakan mikroorganisme keuntungan tanaman, karena terdapat unsur-unsur hara dan mineral bagi keperluan tanaman. Belum genap satu abad, kompos yang ditemukan Ayub S. Parnata pada 1960 lalu telah berkembang pesat dengan julukan black gold.

Di Barat, pengomposan manusia terbilang lebih ekonomis daripada menguburkan, ini juga menjadi salah satu pertimbangan mereka mengurus jasad. Melansir bbc.com, proses penguburan memakan biaya $7.848 tidak beda jauh dari proses pengomposan dengan harga $7.000 atau Rp81 juta. Upaya ini terus di massif-kan dengan dasar jika pemakaman kremasi lebih banyak menghasilkan emisi karbon dioksida.

Begitu pula, proses kremasi menyebakan 534,6 pon karbon dioksida per tubuh di udara. Bisa dikatakan akumulasi per tahun hasil kreamsi menghasilkan 360.000 metrik ton gas rumah kaca sebagaimana penjelasan di laman Detikedu.

Sementara, keberadaan pengomposan manusia mengantarkan beberapa perusahaan menyediakan layanan tersebut, misalnya perusahaan The Natural Funeral dan Recompose

Micah Truman, mantan pengusaha memiliki ide mengubah jasad manusia menjadi kompos di tahun 2019. Return Home adalah usaha bisnis yang ia dirikan untuk pengomposan manusia. Cara yang dilakukan untuk menjadikan kompos ialah menyimpan jasad manusia dalam peti yang berisi serpihan kayu, tanaman alfafa dan rumput Jerami.

Selama di simpan dalam peti, jasad tersebut akan terurai secara alami oleh mikroba jangka waktu 30 hari. Setelah melewati proses pengeringan sekitar 2 sampai 6 minggu, hasil kompos akan diberikan kepada keluarga dari jasad itu.

Kompos manusia bisa di jadikan pupuk tanaman, layaknya kompos organik pada umumnya. Di satu sisi menjadi langkah besar jasad tak berguna dipergunakan lagi. Kemajuan ini belum sepenuhnya dikatakan benar. Disebabkan, masih banyak pertimbangan etis dalam pengurusan jasad manusia.

Dahulu, orang yang telah tiada dihormati keberadaanya semasa hidupnya, maka tidaklah aneh ritual dan tata cara menghargai jasad manusia dilakukan, meskipun dibakar dan di hanyutkan. Menandakan bahwa orang tersebut sudah tidak memiliki urusan apapun lagi dan dibiarkan melanjutkan di kehidupan selanjutnya.

Oleh karena itu, manusia semakin berfikir maju mengahadapi tantangan, seringkali lupa ada etika yang perlu dijaga dan dirawat. Publik juga mungkin saja mengasumsikan penemuan ide kompos manusia relatif menyokong industri menciptakan monopoli jasad baru.

Alih-alih menjadikan manusia setelah mati agar ramah lingkungan, tidak bisa dikatakan mutlak. Bahkan menurut para uskup New York, bbc.com, mengatakan ide ini memberikan kesan jasad manusia seperti "limbah rumah tangga" . Kemungkinan trial and error ide kompos manusia berpeluang smenjawab tantangan atau menghancurkan peradaban.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun