Alun-alun sebagai tempat berekreasi, bermain anak-anak dan melepas penat ketika perjalanan sudah sering terdengar, apalagi salah satunya alun-alun Lembang yang terletak di Kabupaten Bandung Barat (KBB) terkenal dengan kesegaran angin dan geografis di dataran tinggi.
Berada di Jalan Raya Lembang, Kayuambon, Lembang, Bandung Barat menjadi strategis untuk pengunjung yang melaluinya. Setiap Minggu selalu diramaikan senam oleh ibu-ibu setempat, tidak jarang juga sanak keluarga untuk duduk dan berfoto di alun-alun.
Di sisi lain, terdapat air mancur dan taman yang sudah lama tidak berfungsi dan terkelola. Bangku-bangku yang terbatas dikhawatirkan tidak bisa menampung pengunjung yang membludak. Eti (50), seorang Ibu Rumah Tangga (IRT) yang berasal dari Sumedang memandang ketiadaan tempat untuk berteduh dari hujan dan terik matahari.
Sembari menunggu teman dari Leuwi Panjang, ia bercerita kala mengunjungi alun-alun sebelumnya perawatan tanaman masih bagus dan indah, begitu pula air mancur yang berfungsi dengan baik.
Eti (50) berharap agar pengelola alun-alun bisa memperbaiki sarana tersebut. “maunya lebih baik, lebih cantik, lebih terawat, model taman dulu bagus, sekarang udah enggak terurus, air mancur juga sudah enggak berfungsi,” ujarnya.
Tanaman dan air mancur di alun-alun Lembang merupakan hal menarik para pengunjung. Banyaknya anak-anak bermain bola dan berlari-lari turut meramaikan suasana alun-alun. Para ibu juga antusias mengawasi anak mereka agar terjaga. Penyediaan parkiran juga minim lahan selain masjid besar Lembang. Memarkir di depan alun-alun cukup rawan tanpa penjagaan keamanan.
Sembari pindah dari satu bangku ke bangku yang lain, Eti (50) mengutarakan alun-alun Lembang cukup nyaman. Kurangnya aksesibilitas bagi penyandang disabilitas untuk berkunjung ke alun-alun kurang diperhatikan pemerintah setempat.
Padahal kebutuhan layanan umum seperti adanya jalur pedestrian merupakan hak bagi seorang disabilitas sebagai mahluk sosial. Ibu yang memakai baju dan kerudung merah itu melihat kemungkinan belum disediakan oleh pihak pengelola alun-alun.
“mungkin, belum. Suatu saat bakal ada. harapannya buat kenyamanan pengunjung, jadi kan bisa bersantai,” ujar Eti.
Untuk seorang tunanetra yang memakai alat bantu guiding stick membutuhkan jalur pedestrian mencangkup guiding block dan warning block belum tersedia di alun-alun Lembang. Bahkan, yang lebih mengkhawatirkan bagi pengguna kursi roda adalah track naik ke atas alun-alun curam sekali. “diperbaharui sih, khusus jalar roda itu, untuk orang-orang tertentu,” kata Eti.
Kurangnya perhatian pada jalur disabilitas akan membuat ketidakramahan alun-alun bagi penyadang disabilitas, terlebih Hana (34) seorang ibu beranak satu yang berumur 8 tahun tidak pernah absen setiap minggu untuk berkunjung ke alun-alun. Ia merasakan alun-alun hanya terdapat lapangan tanpa adanya taman bermain khusus untuk anak-anak.
Untuk seorang pengunjung sejak Sekolah Menengah Atas (SMA), wanita sederhana yang sudah memiliki anak lebih menyukai alun-alun sekarang. Hal ini dikarenakan luasnya alun-alun dibanding dahulu dan para pedagang tidak berdesak-desakan lagi. “terus dulu juga masih lapang tanah kalau sekarang udah ada paving blok,” lanjut Hana.
Setiap weekend, ia menyempatkan healing di alun-alun agar melepas kejenuhan di rumah. Ramainya alun-alun saat sore hari menjelang malam adalah waktu tepat mengunjungi alun-alun. Namun, saat siang hari, para pengunjung tidak ada tempat untuk berteduh dari terik matahari seperti Hana. Minimnya pohon membuat gerah dan berkeringat wanita paruh baya mengawasi anaknya bermain.
Anak-anak juga melakukan permainan yang monoton seperti yang dialami anak Hana, “anak anak kayanya bagus juga kalau dibuat taman khusus disudut alun-alun ini kaya perosotan, ayunan gitu, jadi kita ngajak anak itu biar senang,” katanya.
Ibu yang beranjak tua itu kecewa atas kurangnya rekreasi anak-anak di alun-alun Lembang. Ketidaksenangan anak juga dirasakan oleh sang ibunya. Namun, tidak ada pilihan lain yang bisa ia kunjungi melihat jarak dan kondisi terbatas finansial yang ia miliki. Tidak lelahnya, demi anaknya, ia mengharuskan menaiki angkot untuk pergi dan pulang.
Kurangnya sarana dan prasarana alun-alun Lembang menyisakan sepinya minat untuk mengunjungi alun-alun tersebut. Apalagi tiang-tiang lampu yang rapuh dan bergoyang juga tidak bisa difungsikan malam hari, sebaiknya adanya penerangan di alun-alun mencegah hal-hal negatif terjadi, kerap kali dilakukan remaja.
Sementara itu, Pemerintah Daerah (Pemda) KBB akan merencanakan renovasi di bulan Desember 2022 nanti. Hal ini bentuk revitalisasi alun-alun Lembang sendiri yang menjadi ikonik pengunjung mampir ke Lembang. Proyek ini dirancang oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR) mencontoh dari alun-alun Bandung, menurut DPTUR karakteristik alun-alun Lembang diusung memiliki khas sendiri sebagai objek wisata.
Beranjak dari penataan daerah oleh Pemda KBB, alun-alun Lembang sangat diharapkan pengunjung agar lebih baik dan indah, baik Eti (50) dan Hana (34) sama-sama bergantung pada perubahan alun-alun Lembang nantinya. Mengingat, objek wisata yang gratis dan terbuka adalah alun-alun.
Maka, pengunjung dan warga setempat berhak mendapatkan pelayan fasilitas publik yang memadai dan nyaman. Alun-alun Lembang juga salah satu alun-alun strategis di antara ruas jalan Subang-Bandung, tak lupa dikelilingi objek wisata terkenal, seperti gunung tangkuban perahu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H