Mohon tunggu...
Mohamad Akmal Albari
Mohamad Akmal Albari Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Hukum Tata Negara

a piece of life, chill out!

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Fenomena Pygmalion Effect: Mewujudkan Motivasi Diri atas Stimulus Ekpetasi

23 Oktober 2022   03:56 Diperbarui: 23 Oktober 2022   04:00 447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Orang-orang mengatakan, “jangan banyak ekspetasi, nanti bakal rasain sendiri kekecewaan” rasa kecewa yang hadir tidak dibarengi tindakan-tindakan intensif mencapai angan-angan tersebut. Menengok cerita mitologi Yunani, kala itu seorang pria bernama Pygmalion berprofesi sebagai pemahat. Pahatan karya nya sangat indah, bisa dikatakan seakan-akan terlihat hidup. Ia sadar akan perkembangan dan kemajuan diri, namun tetap ia seperti padi. Suatu waktu, ia memahat patung wanita yang memiliki nama Galatea.

Dari situ, ia terkagum-kagum dan jatuh cinta pada benda mati hasil buatannya. Pygmalion lalu meminta kepada Dewi Aphrodite, sang dewi cinta agar mendapatkan seorang wanita secantik Galatea. Aphrodite mengabulkan dengan menjadikan patung Galatea hidup, akhirnya Pygmalion menikah dan hidup bahagia. Secara nalar manusia, hal itu terlihat mustahil. Maka, penyematan Pygmalion effect dikonsepsikan pada fenomena psikologis abad ke-20 ini.

Dalam waktu-waktu tertentu, manusia selalu membutuhkan motivasi yang kuat menjalani kehidupan. Motivasi lahir dari diri sendiri dan lingkungan sekitar, pembenihan motivasi eksis dipengaruhi ekspektasi-ekspektasi. Ketika datang di suatu tempat baru, pasti seseorang tidak luput dari pikiran yang penuh ekspektasi baik dan buruk tempat baru nya. Ia akan terlihat semangat atau tidak merupakan penilaian ekspektasi yang ditangkap dan diolah, efek ini disebut dengan Pygmalion Effect.

Beranjak pada tahun 1986, Robert Rosenthal dan Lenore Jacobson meneliti sebuah fenomena Pygmalion Effect. Secara singkat, penelitian ini mengungkapkan harapan guru pada kemampuan murid-muridnya, membuat para murid memiliki motivasi belajar yang kuat dan meningkat. Para murid bertaruh pada ekspektasi yang guru berikan dan menjadikan bagian diri mereka.

Demikian, beberapa orang menganggap kepercayaan orang lain terhadap diri kita sebagai “beban” atau “tanggung jawab” terhadap kepercayaan tersebut. Contoh umum nya, ekspektasi orang tua yang diberikan kepada anak bisa melahirkan motivasi yang tinggi atau ke-anjlokkan moral anak. Adapun kemerosotan ini bukanlah konsep Pygmalion Effect, melainkan Golem Effect.

Pygmalion effect diartikan suatu fenomena psikologis terjadinya penerimaan keyakinan atas sesuatu membentuk perilaku yang mewujudkan keyakinan tersebut. Bisa dipahami bahwa harapan, keinginan, ekspektasi, angan-angan, keyakinan terhadap diri sendiri maupun pada orang lain akan mengubah pola tindakan yang menjurus pada pola pikir tersebut. Dalam kajian sosiologis, fenomena ini adalah bagian self-fulfilling prophecy, ialah situasi yang menjelaskan keinginan orang lain yang mempengaruhi perilaku seseorang.

Fenomena ini juga siklus yang saling berhubungan antara internal dan eksternal diri, pasalnya semakin tinggi ekspektasi yang dimiliki atas orang lain akan mempengaruhi tindakan kita terhadap orang itu. Begitu juga, tindakan kita yang ditunjukkan menaikkan kepercayaan diri orang yang berekspektasi. Mudah nya, setiap perbuatan merupakan hasil dari pengaruh ekspektasi.

Terdapat 4 faktor agar fenomena termasuk dalam istilah Pygmalion effect, diantaranya climate (kondisi sosial); feedback (umpan balik); input (penguatan); output (metode). Rosenthal berpendapat pentingnya suasana pekerjaan atau tindakan yang terdapat keamanan psikologis. Kedua, selalu ada umpan balik dari individu. Ketiga, perlunya penguatan meningkatkan performa seseorang. Terakhir, bagaimana komunikasi yang dibentuk.

Mau tidak mau, usaha yang saat ini diperjuangkan sejatinya hasil dari ekspektasi yang ada, entah terpancing oleh diri pribadi atau orang lain. Sehingga tidak perlu merasa termanipulasi atau terbebani, sebab ketika itu menjadi penguat motivasi diri dan pencapaian luar biasa, lantas akankah kita kehilangan keautentikan diri? Sama sekali tidak, pemberian ekspektasi di luar diri adalah hal manusiawi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun