Baru-baru ini polemik OnlyFans menjadi kontroversial di media massa, seperti Dea OnlyFans dengan Marshel Widianto. Dan memang di Indonesia hal tersebut tidaklah legal karena sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 44 Tahun 2008 tentang pornografi. Tapi tahukah kalian bahwa OnlyFans ini berasal dari Inggris? Iya, OnlyFans merupakan aplikasi dengan konten NSFW (Not Safe/Suitable For Wok) dengan layanan berlangganan, sehingga si creator konten dewasa meraih uang dari pelanggannya.
Mungkin seperti konten-konten dewasa lainnya, OnlyFans memang sudah viral 5 tahun kebelakang. OnlyFans pertama kali didirikan oleh Timothy Stokely pada September 2016, disana kita bisa menawarkan video, foto, bahkan kesempatan mengobrol antara pelanggan dan creator untuk sebuah harga. Tidak hanya itu, OnlyFans dikenal dengan Paywall konten dewasa karena mengharuskan berbayar agar mendapatkan akses menuju konten.
Kendati demikian, dalam situs OnlyFans tidak hanya pekerja seks saja, baik model, musisi, aktor, influencer dan siapapun bisa mendapatkan pendapatan tambahan bila menjadi kreator. Lebih lanjut, ini menjadi gambaran seksualitas cyber menjadi kesenangan, pemuas dan komoditas. Tetapi dalam tulisan ini penulis akan merincikan bagaimana komoditas seksual kaitannya dengan OnlyFans.
Historis seksualitias selalu bertarung rezim kekuasaan, dahulu Romawi dan Yunani tidak pernah mempersoalkan hal yang vulgar dan ketelanjangan, bisa dibilang perilaku tersebut adalah hal yang legal, namun berbeda konteks era modern yang mulai memproteksi entitas seks, gender dan sosial mulai diatur secara formal dan baku. Lalu, apa yang menjadi seksusalitas berbasis online menjadi komoditas?
Bisa dibilang, apa yang melatarbelakangi OnlyFans di Indonesia bisa membludak, dan si creator sampai-sampai harus dipermalukan? Oke, kita lihat banyak aplikasi di Appstore dan PlayStore, situs-situs dewasa, dan layanan seks online lainnya. Nah, OnlyFans di indonesia dilatarbelakangi oleh pembuat konten dengan kondisi sosial-ekonomi yang benar-benar membutuhkan pendapatan ekstra.
Disamping itu, bukan hanya bertujuan sebagai pendapatan semata, seksualitas online menjadi suatu kesenangan dan kepuasaan di creator dan pelanggan dalam melepaskan Hasrat birahi tanpa harus merusak tubuh orang lain. Apalagi melihat kondisi sosial pasca Covid-19 selama 2 tahun, merubah arah kecenderungan manusia sebagai mahluk yang bergantung pada online, serba-serbi aktivitas dilakukan secara jarak jauh.
Masyarakat yang dominan kapitalis membuat strata sosial lebih melarat, hingga praktik-praktik pornografi menjadi sebuah pekerjaan sentral dalam dunia seksualitas, tubuh diproduksi sebagai komoditas dengan hasrat birahi dipertukarkan dengan sebuah foto, video, calling, live streaming. Karena dalam dunia online atau cyber, manusia sebagai individu lebih merdeka dan berkuasa meskipun dalam kehidupan sosial mendapatkan penilaian buruk oleh masyarakat.
Meskipun begitu, adanya otoritas moral untuk menghadang kelompok seperti itu melakukan sensor, tetapi selalu dipatahkan oleh kehebatan dunia cyber. Ringkasnya, kemorosotan moral dalam dunia cyber menjadi-jadi, OnlyFans sebagai layanan konten dewasa di Indonesia tidaklah memakai seorang mucikari, tetapi creator benar-benar usaha sendiri melalui promosi di sosial media, tentu ini menjadi komoditas seksualitas era modern dengan proteksi yang kuat. Alih-alih untuk menjadi langganan dengan privasi, malah menyebarkan video tersebut secara gratis untuk dijual-belikan atau Cuma-Cuma.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H