Mohon tunggu...
Mohamad Akmal Albari
Mohamad Akmal Albari Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Hukum Tata Negara

a piece of life, chill out!

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Bagaimana Media Mengkontruksi Opini Publik

31 Mei 2022   00:27 Diperbarui: 31 Mei 2022   00:37 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Jurnalis merencanakan strategi suatu media/pribadi

Mengenal media merupakan salah satu perangkat vital di dunia saat ini, terutama adanya pengaruh media arus utama mengemas berita yang tidak penting dan membiaskan berita-berita yang harus dikatahui oleh publik.  

Nyatanya, banyak sekali perusahaan industri dan sponsor menjadi pendukung utama mereka. Disisi lain, buzzer menjadi penjahat bagi publik untuk mendapatkan kebenaran mengenai permasalahan negara. 

Demikian, beberapa yang harus dipahami adalah bagaimana media independen dan alternatif harus berupaya mencapai tujuan, yaitu publik mengetahui isu dan polemik yang terjadi dan tidak dikaburkan oleh hal-hal sepele yang diberitakan. 

Sukar sekali khalayak umum mau memahami isu-isu penting dan mesti diperjuangkan agar tidak terjadinya masyarakat yang buta akan masalah di sekitarnya.

1. Apa yang Penting, Mesti Didahulukan

Baru-baru ini kita tahu bahwa kasus kelangkaan minyak goreng, korupsi Dana Bantuan Sosial (Bansos), kenaikan BBM, Hadirnya Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), naiknya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan lainnya. 

Dari banyaknya masalah tersebut, tidak sadar kalau kita kadang kali suka dipermainkan oleh berita yang bertele-tele. Artinya media memainkan kronologi peristiwa saja, tapi tidak mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi. 

kemudian, ketika isu penting yang bersinggungan dengan warga pada umumnya hanya memiliki jangka waktu yang pendek. 

Alhasil, publik mengira bahwa kasus itu selesai dibelakang layar, padahal siapa yang tahu misalkan kasus tersebut dibiarkan saja karena media sudah tidak melirik peristiwa itu dan dibenturkan oleh kasus yang sebenarnya tidak penting dan memiliki rating tinggi jika dipublikasikan. 

Contohnya, saat komedian membeli vidio syur dari salah satu selebgram. Hal semacam itu menjadi kontruksi opini publik yang tidak penting untuk jadi pengetahuan umum.

2. Buat Menarik, agar Memancing Audiens

Media tentu tidak hanya memiliki satu rubrik saja, ketika berita penting tidak menarik untuk dicetak di koran atau tabloid, coba cari rubrik yang lainnya. Dari satu cara ke cara lain sehingga menarik dan mampu membawa audiens untuk mengetahui hal itu. 

Jika rubrik yang dicetak sudah tidak laku dan tidak diminati lagi, maka bisa memakai cara digital. Baik itu berbentuk straight news, feature, videography, infografis, dan memposting di sosial media.

Banyaknya platform, memudahkan audiens menjangkau untuk mengakses dengan mudah dan tidak ribet harus searching di situs online. Adapun, jika isu dengan bobot bahasa yang berat sukar untuk membawa audiens tertarik, buatlah sesederhana mungkin dan ditambah dengan selera humor yang baik. Tujuannya tetap supaya memancing dan menarik audiens juga. Selanjutnya mengkonsumsi dan berasumsi diserahkan kembali pada audiens.

3. Merawat Isu, Memastikan Kebenaran yang Signifikan

Tidak sedikit media yang merawat isu karena kesungguhan loyalitas mereka terhadap publik, sebab dengan upaya konsisten kebenaran yang terjadi benar-benar faktual. Seperti poin pertama, ketidakfokusan isu untuk diselesaikan membutakan kebenaran yang memang-memang benar.

Kasus kekerasan seksual di kampus salah satunya, dari hari per hari, bulan per bulan, tahun per tahun kasus sensitif dan tersembunyi hanyalah memberitakan bahwa ada pelecehan seksual di kampus oleh dosen, mahasiswa atau pegawai lainnya namun hanya sekedar sampai situ.

Audiens tidak tahu apa tindaklanjut dari pihak kampus atau pemerintah. Bagaimana korban tersebut dipulihkan, apa saja penanganan yang benar dilakukan pihak berwenang dan polemik korban dan pelaku yang memang itu ranah privat. 

Dengan merawat suatu permasalahan pasti publik atau audiens memiliki kebenaran apa yang harus dilakukan dan dihindarkan dalam upaya pencegahan dan penanganan. Hasilnya pun akan membentuk bahwa seperti ini loh yang terjadi dan harus demikian.

4. Kolaborasi Media

Menyelasaikan suatu kasus memang tidak mudah, teknik investigasi dan riset mengandalkan satu media tidaklah cukup. 

Solusi untuk membentuk opini publik adalah dengan kolaborasi media A dengan media B atau lebih, dikarenakan ada audiens yang loyalitas membaca dari media A saja, padahal jika saja membaca media B bisa membuka wawasan yang baru mengenai isu yang terjadi. Berkolaborasi juga menguatkan media dalam menyelidiki isu-isu yang sulit dipecahkan. 

Biasanya ini dilakukan oleh media alternatif, karena melihat media arus utama cenderung kompetitif dengan media rivalnya dalam mencapai rating dan komersial. 

Kolaborasi media juga membuka saran dan kritik publik terjangkau lebih luas sebagai bahan evaluasi media. Pada akhirnya, kontruksi publik bisa didapatkan dengan adanya ketertarikan audiens melihat media berkolaborasi.

5. Tentukan Target, Sesuai Sektor yang Dibidangi

Memulai dari yang kecil adalah peluang yang paling besar, salah satu media yang menarik adalah golosortimes yang bersektor di skateboard. 

Jadi, dalam membentuk suatu opini publik tidak melulu berjangkau luas karena hal tersebut memang cukup sulit. Terbilang cara ini adalah alternatif yang nantinya bisa dikembangkan luas kepada masyarakat umum. 

Setelah mengetahui apa yang penting, membuat menariknya suatu isu, dan terus fokus pada isu yang ingin publik ketahui dan ditambah dengan kolaborasi dengan media lain.

Memulainya dengan target mana dahulu yang kita kejar, mau itu buruh, mahasiswa, anak jalanan, warga desa yang bersangkutan atau komunitas yang membidangi masalah tertentu. 

Kalaupun sudah menjadi informasi publik akan lebih bagus, tinggal kemudai bagaimana cara mengembangkan, membentuk dan menyelesaikan isu tersebut hingga benar-benar tuntas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun