Mohon tunggu...
Politik Pilihan

Membangun dan Bergerak dengan Kekuatan Baru (Sebuah Refleksi Usia ke-71 RI)

17 Agustus 2016   09:10 Diperbarui: 17 Agustus 2016   10:51 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Refleksi perjalanan sejarah ini dibuat untuk meluruskan kembali gerakan kaum muda agar konsisten mengemban amanat penderitaan rakyat dan cita-cita luhur demokrasi sebagai bangsa yang berdaulat dan negara yang mampu mensejahterakan rakyatnya, mencerdaskan bangsanya dan berkompoten dalam pergaulan internasional dilandasi oleh semangat melindungi segenap tumpah darah dan tanah air. Betapa menyedihkan Indonesia dicabik-cabik kekuatan asing yang dalam era global ini berwatak sumir tapi eksistensinya dapat dirasakan.

Setelah Indonesia merdeka, pada saat memasuki fase “perang dingin” dapat dikatakan belum mampu mengkonsolidasi atau membangun kekuatan politik yang utuh. Dan Indonesia senantiasa menjadi arena persaingan antar negara-negara besar yang menjalankan kepentingannya untuk mendominasi sumber daya alam dan pengaruh politik di Indonesia.

Benih kekuatan asing disemai dan mengakar menjadi pohon raksasa konglomerasi dengan jaringan bisnis yang menggurita pada era Orde Baru. Kebijakan politik Order Baru memberi jalan bagi korporasi untuk mengambil alih unit-unit bisnis perusahaan negara yang mengurus hajat hidup orang banyak. Industri seperti tepung terigu, minyak goreng, gula, dan pupuk, diambil alih oleh korporasi swasta.

Untuk menguasai harga pasar dibiarkan praktek oligopoli sehingga para petani tidak mendapatkan nilai tambah yang berarti bahkan sering merugi. Juga praktek monopoli hulu dan hillir sehingga rakyat harus membeli dengan harga lebih mahal dan tidak ada kesempatan bagi usaha rakyat berkembang. Sedangkan dalam distribusi produk modal besar konglomerasi menyingkirkan kesempatan usaha rakyat yang seharusnya dapat menikmati nilai tambah lebih baik. Mini market masuk jauh sampai ke desa-desa menyingkirkan warung-warung konvensional.

Ketika Soeharto mundur seharusnya merupakan peluang bagi perombakan total untuk melakukan perbaikan-perbaikan yang akan merubah perjalanan sejarah yang tidak adil bagi rakyat. Mundurnya Soeharto sebagai penguasa tunggal selama 35 tahun disambut semarak sebagai era reformasi yang nyatanya itu bukan berkah buat rakyat untuk perubahan nasib lebih baik.

Dinamika politik reformasi tidak mampu menjadi kekuatan konfrontasi politik terhadap nilai-nilai lama (era Soehartois). Tidak ada retooling, melakukan likuidasi terhadap kekuatan politik lama dan distribusi aset. Bahkan sebaliknya kekuatan-kekuatan lama mampu merekondisi sebagai kontestan pemilu dalam bentuk partai-partai kecil (partai sekoci) yang telah menjelma menjadi kapal induk dalam bentuk Pemerintahan Jokowi sekarang.

Dapat dikatakan kekuatan politik sekarang baik di dalam koalisi pemerintah maupun di luar pemerintah tidak merepresentasikan dan berkomitmen membela penderitaan rakyat. Sebagai suatu sintesa atas kondisi saat ini, perlu dimunculkan semangat perlawanan dari kelompok yang independen, militan dan mampu mengorginisir kekuatan-kekuatan kecil. Kelompok yang patriotik, bernalar dan berintelektual ini juga mampu melakukan kerja-kerja pembelaan nasib rakyat.

Lalu kapan momentumnya itu terjadi? Yaitu ketika (1) krisis ekonomi yang tidak berkesudahan, (2) pertarungan di antara elit kekuasaan sudah dibawa keluar istana, (3) maraknya isu disintegrasi dan separatis, serta

 (4) tindakan-tindakan melawan hukum yang mengganggu ketertiban masyarakat terkesan dilonggarkan bahkan dibiarkan. Dengan kata lain ketika Negara sudah di bawah bayang-bayang “There’s no rule and order”.

 Sebagai penutup saya ingin lantang berteriak di bawah bendera merah putih : “Kaum Muda melawan!”

Siriana

Jakarta, 17 Agustus 2016

Puisi “ Anjing Penjaga”

di sini hampa         

tapi terdengar riuh

di sana kosong

tapi terlihat seperti pasar

banyak bicara berebut kuasa

lebih suka menjadi anjing penjaga

yang jujur ingin sembunyi dari bunyi

berbisik bikin banyak muka bersisik

satu kata dilawan benci

seribu air mata ditipu menjadi batu

mungkin lebih baik nanti

yang memaksa terbuka

ramai-ramai sampai beranda

yang menyalak paling depan

anjing penjaga menggigit tuannya

Siriana, 2 Desember 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun