Mohon tunggu...
Nina Arman
Nina Arman Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Haloo...saya adalah seorang freelancer dan konsen terkait masalah politik, sosial, media, ekonomi, sejarah dan pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Oknum KPID Jakarta Langgar UU Penyiaran

23 September 2019   11:42 Diperbarui: 23 September 2019   12:06 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Nina Arman Kosasih

*Negeri yang lucu.*

Itulah frasa yang saya pilih untuk menggambarkan situasi yang terjadi beberapa hari belakangan ini terkait diskusi tentang industri penyiaran tanah air.

Yang membuat gelak bukan siarannya, tapi oknum Komisi Penyiaran Indonesia Daerah DKI Jakarta (KPID Jakarta), Tri Andri Supriadi. Tri Andri seharusnya memastikan industri penyiaran Tanah Air tumbuh dan berjalan sehat. Namun yang terjadi, *Tri Andri berpihak kepada kelompok yang menjadi tempat berlindung sejumlah operator TV kabel nakal*.

Kenapa saya katakan nakal?
Karena sepanjang informasi yang saya peroleh, sejumlah operator TV kabel nakal sudah diproses polisi karena *operator itu memungut biaya langganan kepada konsumen untuk menikmati layanan mereka berupa siaran tanpa ijin* dari Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) sebagai pemegang hak cipta.

Lantas mengapa Tri Andri disebut melanggar UU Penyiaran?
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002  tentang Penyiaran sudah mengamanatkan tugas, kewajiban, fungsi dan wewenang Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Dalam pasal 8 ayat 3(c) undang-undang tersebut jelas disebutkan, bahwa *tugas dan kewajiban KPI termasuk menjamin persaingan yang sehat*.

Nah dalam konteks ayat 3(c) itu saya merasa perlu menyampaikan informasi ini kepada publik, bahwa *Tri Andri sudah berkomplot dengan operator TV kabel ilegal*, yang selama ini merugikan industri dan Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) karena mereka mencuri siaran untuk dijual kembali kepada masyarakat. Ini berarti *Tri Andri tidak menjamin terjadinya iklim persaingan yang sehat*.


Mengapa Tri Andri disebut berkomplot?
Bagi Anda yang belum tahu, Tri Andri menghadiri acara diskusi yang digelar oleh Gabungan Operator TV Kabel Indonesia (GOTV). GOTV *ditunggangi oknum* anggotanya yang selama ini melakukan distribusi siaran berbayar secara ilegal.

Dalam diskusi itu, Tri Andri yang banyak dikutip media, menyebutkan *pelaku industri media melakukan praktek monopoli siaran*. Padahal, monopoli yang dimaksud adalah *upaya LPS untuk mempertahankan hak intelektual dan hak cipta* atas program-program yang tayang melalui FTA. FTA adalah _*Free to Air*_, yang bermakna siaran dapat ditangkap secara gratis melalui antenna biasa.

Sementara di sisi lain, GOTV menilai FTA berarti _free_, yang dalam bahasa Indonesia dapat bermakna gratis, sehingga para operator ilegal itu berpendapat *mereka bebas sesuka hati menjarah program-program siaran LPS melalui FTA, sehingga mereka boleh menjualnya kepada pelanggan mereka*.

Itulah sebabnya, saya pribadi menilai Tri Andri telah melanggar banyak etika dan filosofi Undang-undang Penyiaran. Dan motif di balik sikap Tri Andri, yang pasti sepak terjang oknum anggota GOTV selama ini yang mencuri program LPS, telah *membuat kehidupan industri penyiaran tidak sehat*.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun