Gaya ini menjadi kebutuhan utama saya. Saya naik angkutan umum (angkot) sejak puluhan tahun lalu, sejak ongkos Rp 2.000,- sampai sekarang Rp 7.000, satu putaran. Ini jelas menghemat juga. Kadang jika diantar suami, habis BBM Rp 20.000,-, sedangkan naik angkot cukup Rp 14.000. Di Medan masih banyak angkutan umum yang beroperasi, seperti RMC, MRX, Sudako Kuning, Mebidang ,dan terakhir Trans warna hijau. Mau ke Sambu ada pilihan Desa Maju, Nomor berawal kosong 03, 04, 07 atau yang biru 38. Jika daerah SM Raja ada 64, ada 46 ke arah Tanjung Anom, atau yang hijau 121, 125. Masih banyak pilihan. Ini tentu menghemat. Bayangkan naik taksi online bisa Rp 12.000,- hingga Rp 20.000,-, sementara angkot hanya Rp 7.000,- satu rute.
4. Â Pilihan makanan kualitas tinggi, tapi relatif murah
Prinsipnya tidak murahan tetapi ada unsur BISA (Berimbang, Bergizi, Sehat, dan Aman). Sekarang mau makan ayam goreng berbumbu dan kriuk sudah ada pilihan. Tidak harus kualitas Texas, Amerika ,atau Eropa. Pilih yang seperti quality, junior dan berbagai produk pesaing lain relatif murah. Sepotong hanya belasan ribu. Coba bandingkan dengan yang luar puluhan ribu. Yang penting bersih, ada standarnya juga. Di Medan juga sudah banyak pilihan, termasuk fried chicken atau ayam goreng lezat, mantap, dan maknyus.
5. Atur kegiatan sosial, meet up, dan reuni
Hidup di kota besar tentu rindu kepada teman lama. Strateginya, kurangi atau manajemen dengan bijak. Jika dilihat, kaum sosialita di Medan, juga grup arisan pasti akan banyak, misalnya marga, teman alumni, dan grup sesuai minat. Bahkan hampir tiap minggu ada pertemuan. Pilihlah yang sekarang lewat Zoom atau Meet atau yang sifatnya gratisan. Misalnya saya memilih Resital Piano yang gratis, atau ikut pelatihan yang online. Tidak perlu pesan kopi, snack, dan bayar. Reuni perlu, tapi lihat maknanya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H