Mohon tunggu...
Berliana Siregar
Berliana Siregar Mohon Tunggu... Penulis - Daulat Hati, tubuh dan Rasa

Do your job Pikirkan hal-hal ringan @@##Kreatiflah@!!!

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Secangkir Air Rp 1.000.000

11 September 2019   15:17 Diperbarui: 11 September 2019   21:34 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jangan tertawa, itu akan terjadi di Indonesia.

Secangkir air seharga satu juta rupiah. 

Jika kita masih dengan keangkuhan kita seperti sekarang. Alam terus bergerak, mau tidak mau pasti alam berubah tanpa intervensi kita. Dan makin diperparah oleh prilaku kita.

Berapa puluh ribu ton sampah yang kita hasilkan setiap bulan. Menjadi siklus yang akan menghambat proses produksi air .Terperangkap dalam gelombang plastik yang tidak akan terurai hingga puluhan tahun.

Tapi jangan khawatir, air mengalir berlimpah akan masih kita rasakan jika kita melakukan hal-hal di bawah ini:

1. Belajar, terbuka pada dunia ilmu pengetahuan

2. Bersikap ramah pada bumi, jangan sombong

3. Terus menanam, menyimpan bibit, merawat pohon 

4. Beradaptasi, menjadi RESILIENCE, tanggap dan melakukan mitigasi

Iklim terus berubah, negara-negara di seluruh dunia bahkan sudah menandantangani sebuah protokol bernama Protokol Kyoto tentang persetujuan internasional tentang perubahan iklim. Seluruh dunia sepakat untuk  menjaga bumi, mengurangi gas emisi rumah kaca, menabung karbon. Semua upaya kesana menjadi KEWAJIBAN, KEHARUSAN. Dan kita sebagai warga negara yang baik? yang beragama, beradat, dikenal ramah. Cukupkah dalam kondisi sekarang ini? Tidak.

Bergerak, maju bersama dan menjadi idiologis untuk menjaga ekologi bumi berjalan secara natural.

Krisis terhadap air menjadikan kita merasakan bahwa air itu sangat tidak ternilai harganya. Lebih mahal dari intan, emas dan perak yang hanya sekedar simbol, gaya hidup, benda mati. Tapi dalam segelas air, sebuah bumi dan segala isinya ada. Setetes air terbentuk dari aktivitas kehidupan manusia, cara pandang manusia terhadapnya, cara memperlakukan alam, bahkan cara makan di meja makan memiliki dampak langsung untuk air murah, gratis dan menyenangkan.

Belajar gaya hidup baru yang lebih ramah air dan lingkungan

Secangkir kemewahan air kuganti dengan gaya hidup, pola pikir, dan keterampilanku sebagai warga biasa. Belajar terus, bergerak nyata bahkan dianggap lari jalur.

Sebagai bagian dari praktek dan gaya hidup ramah air, aku selalu senang akan tetesan air hujan. Saat orang mengomel ketika hujan deras, aku terus belajar mencintai betapa guyurannya adalah bagian dari kebahagiaan. Bagian dari rasa syukur. Salah satu contoh konkrit "Membiarkan anak menikmati mandi di hujan deras di area halaman." Bagi tetanggaku adalah sebuah kebiasaan buruk, berbahaya, mengundang sakit. Tapi aku menjelaskan bahwa mandi di tengah tetesan ribuan air akan memberi manfaat dan menabung aura positip. Rasa bahagia, segar, senang terpancar dari aura anak-anakku. Mereka bahagia dengan tetesan air. Kujadikan bagian terbaik belajar bahwa air adalah sahabat kita.

Walau memiliki keterkaitan jauh antara mengurangi pemakaian plastik dan tabungan hujan di tanah. Aku terus melatih diri untuk membatasi pemakaian plastik. Dengan sabar membersihkan plastik-plastik kemasan sisa belanja, mencuci, memakai kembali. Sampai para ibu di kedai sudah tahu, saat belanja aku selalu menggunakan wadah lama. Reuse yang lama. 

Seorang tetangga selalu nyeletuk, "Klo Mamak Natan ini pasti bawa tas belanja sendiri." Terus berceloteh pada para ibu, bahwa penggunaan wadah belanja plastik yang sudah menggurita akan mempercepat kerusakan bumi. Dan mereka hanya tersenyum simpul. Tapi aku terus berceloteh... 

Memperluas pengetahuan, antusias membaca informasi terkait proyek rehabilitasi lingkungan; kubatasi diri membaca cerita gosip, infotainment, film-film romantis picisan tak berguna; selalu asyik dan terbuai membaca semua pengetahuan baru bagaimana menjaga bumi, menjaga dan menabung air lewat proyek-proyek dan kerja-kerja adaptasi iklim; bahkan aku sekarang menjadi salah satu staf yang memiliki perhatian pada bumi, menjaga sungai dari abrasi, menjaga hutan tetap menjadi hutan, bersama masyarakat lokal menjaga tanah dan air mereka agar siklusnya selalu seimbang. Semua aktifitas lembagaku dapat dilihat di bitra.or.id. Selama 33 tahun bekerja dalam program keselarasan alam. Muaranya adalah air tetap mengalir di hutan, desa, sungai dan bahkan kaki-kaki gunung dan di semua retakan tanah di Indonesiaku.

Menggali Kearifan lokal menabung air oleh masyarakat lokal

Bekerja dengan masyarakat lokal adalah bagian terbaik untuk belajar tentang Aspek kehidupan tanah, air dan segala isinya. Kearifan orang Indonesia sejak dahulu untuk secara bersama memanfaatkan air, mengelola air dengan baik, bahkan memunculkan mata air baru perlu terus digali. Embung, sumur bersama, biopori, membuat lubuk larangan, turun benih bersama, menjaga air bersama. Semua kearifan ini haruslah dijaga.

Jika ini terus dipelihara, tanaman tumbuh menjulang tinggi, resapan air pun terbuka, pori-pori tanah menjadi tempat ternyaman ion-ion air bersembunyi. Akan berdampak ketersediaan air bersih, berlimpah dan kita menikmatinya gratis sepanjang hidup kita. Tidak lagi terlihat seperti di kota jakarta, air dijajakan dengan jerigen besar. 

Sekarang mungkin hanya ribuan rupiah  perjerigen, nanti bisa jadi puluhan ribu rupiah, belasan tahun lagi bisa ratusan ribu. Dan puluhan tahun bisa jutaan rupiah. Tapi ketika upaya-upaya lokal kita perbanyak tentu harga 1 juta tak pernah singgah. Mudah-mudahan.

Ketahanan, Resilence, Adaptasi menjadi sebuah gaya hidup baru dan budaya baru 

Suka tidak suka, mau tidak mau, alam akan memberikan siklus hidup yang tidak biasa bagi kita. Kenyamanan kita akan selalu terganggu oleh cuaca ekstrim, badai, puting beliung, banjir, petir menggelar, longsor dan bencana lain. Hujan berkepanjangan, terik berbulan-bulan, dan semua akan berdampak pada ketersediaan air bersih, kesehatan, sakit penyakit, hubungan keluarga bahkan mungkin kerusakan pada lingkungan dan tubuh kita. 

Semua aspek ini terkait erat dengan air, tetesan air, volume air, yang jika berlebih akan menjadi masalah. Lingkungan sampah, bangunan semen, tata lingkungan asal jadi akan berakibat adanya gangguan pada kehidupan kita. Banjir dengan volume air besar, hujan terus menerus memaksa kita melakukan pertahanan, adaptasi, RESILENCE. Karenanya sebagai warga perlu belajar mengidnetifikasi upaya-upaya adaptasi atas sittuasi ini.. 

Misalnya saat hujan deras, tidak mengumpat-umpat, marah-marah pada hujan. Tetapi apa mitigasi kita terhadap hujan berkepanjangan: Beberapa upaya Ketahanan, Resilence, Adaptasi menjadi sebuah gaya hidup baru dan budaya baru dari yang paling sederhana sampai terkecil:

* Sediakan payung, jas hujan sebelum hujan datang. Tetesan air tetap jadi sahabat, menjadi tidak basah adalah bagian dari resilience, tanggap dan mitigasi. Upaya ini membuat aktifitas tidak terganggu.

*. Konsumsi lebih banyak air menjadi budaya dan alarm hidup kita. bagiku setiap langkah kaki adalah sebuah alarm untuk  mereguk air putih setiap hari. Tentu untuk kesehatan, menjaga stamina. Minum dari gelas berulang pakai. jangan kebanyakan minum soft drink yang dikemas dari berbagai wadah tak ramah. Filosofi segelas air, menikmati tetesan serasa surga  harus menjadi bagian dari hidup. Jangan menunggu segelas air seharga 1 juta baru kau rasakan nikmat tetesan air.

Berbagai foto aktivitas menjaga air bersembunyi dalam tanah dengan aman dan tenteram.

Menjaga aliran sungai tetap mengalir | dokpri
Menjaga aliran sungai tetap mengalir | dokpri
Menabung air dimulai dari benih pohon kecil (dokumen Bitra 2016)
Menabung air dimulai dari benih pohon kecil (dokumen Bitra 2016)
Mengumpulkan botol plastik dan mendaur ulang aktifitas harian (Dokumen pribadi Berliana 2017)
Mengumpulkan botol plastik dan mendaur ulang aktifitas harian (Dokumen pribadi Berliana 2017)
Memelihara Prinsip Komunal, Kebersamaan dalam Menabung Air di Desa, Kota 

Dasar hidup komunal harus mulai dilakoni lagi saat ini. Memiliki sumur bersama, menjaga sumber air sungai dimanfaatkan bersama-sama, menggali sumber air untuk pemakaian sehari-hari sebaiknya mulai digalakkan.

Praktek ini beberapa rumah tangga sudah jalankan di beberapa kompleks perumahan. Tentu terkait dengan efisiensi, kehematan, pemanfaatann yang baik. 20 tahun lalu, prinsip ini dipegang teguh di desa saya. Sebagai anak perempuan yang bertanggungjawab atas ketersediaan air bersih di rumah. kami harus mengambil air dari sumur umum di dekat hutan untuk kebutuhan minum. Sebuah sumur dengan mata air yang berlimpah. TErsembunyi diantara keteduhan hutan kecil dan ladang-ladang masyarakat. Setiap orang kesana untuk mengambil secukupnya.

Aturan tidak tertulis dijalani dan dipatuhi untuk setiap masyarakat desa. Di era platinium saat ini, sangat penting menghidupkan pola hidup kepemilikan air secara bersama. Kepemilikan bersama membuat setiap orang :

1. Menggunakan sesuai kebutuhan

2. Mengambil secukupnya

3. Menyisakan untuk orang lain

4. Menjaga lingkungan sekitar tidak tercemar karena akan membuat kotor sumber air bersih

5. Menahan diri dan harus komitmen menjaga aturan yang dibuat bersama

Semua bernilai positip. dan sangat harmoni dengan lingkungan. Bahkan nilai-nilai ini berdampak besar untuk menjaga ketersediaan air sepanjang tahun. Tidak pernah ada kekeringan. Air berlimpah dan semua senang.

Air menjadi dasar filosofi kehidupan. Sumber kehidupan utama setiap orang. Disepelekan, tapi jika tidak ada maka kehidupan akan terhenti. Karenanya langkah kecil apapun sangat berarti agar Air terus mengalir. Untuk kehidupan yang lebih baik.

Medan, September sebelas di tahun 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun